Bab 17

412 39 0
                                    

Aku baru bisa up sekarang ya, setelah jadwal irl ku agak kosong sekarang. 

Please vote and comment ya sebelum baca. 

Happy reading!

***

Ambar membalas dengan mendorongnya balik. Dengan kekuatan penuh, untungnya. Dan itu mengakibatkan lawan Ambar sukses terjerembab jatuh ke belakang.

Oops!

Tiga orang temannya berteriak kaget melihat kejadian barusan.

"Renata, are you okay? Oh my God!" Salah satu temannya berteriak histeris.

Ketua geng itu bernama Renata rupanya.

"Hey!" Renata berteriak kencang sampai memekikkan telinga. Ambar pun ikut kaget mendengarnya. 

Suaranya nyaring sekali! 

Beberapa pengunjung menatap penasaran ke arah mereka. Mungkin karena ruangan ini kelewat sepi, tak ada petugas perpustakaan yang menunggu saat ini.

"Saya nggak tahu ya kalian siapa, dan saya juga nggak mau berurusan dengan kalian." Ambar berkacak pinggang, menampilkan aura intimidasi meskipun ada empat orang sok jagoan di depannya yang ingin merundungnya di tengah hari seperti ini. 

"Ngomong aja nggak jelas dari tadi. Kalian mau menyampaikan apa, sih? Datang-datang bikin keributan, dorong-dorong dan giliran dibalas malah teriak paling kencang!" balas Ambar tak kalah kencang. Tumpukan emosinya dari pagi kini pecah juga karena tersulut amarah oleh perundungan klise ini.

Kini mereka benar-benar menjadi pusat perhatian.

Ketiga perempuan itu terperanjat karena Ambar tidak takut bahkan menangis karena dilabrak oleh mereka. Satu lawan empat dan tak ada tanda-tanda Ambar akan menyerah.

"Lo anak baru nyolot banget sih!" balas teman Renata yang tak suka dengan sikap Ambar.

"Lo jadi senior kok jahat banget sih!" Ambar membalas dengan sentimen yang sama.

"Kalian pikir bullying kayak gini keren, huh? Nggak! Kalian itu norak sekali. Nggak bisa menyelesaikan masalah dengan benar dan milih main keroyokan seperti pecundang!"

"Your inferiority complex is showing! Memalukan!" ujar Ambar sambil bersedekap. Menatap mereka yang sibuk membantu Renata bangkit kembali setelah terjatuh.

Suara Ambar yang tegas membuat tensi semakin tinggi di dalam ruangan ini.

"Gue bakal laporkan kekerasan fisik yang lo lakuin ke gue! Lihat saja, habis ini gue bakal visum!" bentak Renata dengan suara bergetar menahan tangis.

What the hell?

Perempuan ini duluan yang mencari masalah, sekarang giliran dikonfrontasi seperti ini, sikapnya jadi seperti kucing yang terkena air! Menggigil ketakutan!

"Kalian duluan yang memulai," jawab Ambar santai seraya mengedikkan bahunya.

Tentu saja orang seperti itu tak akan berani mengadu ke dekan. Karena orang seperti mereka hanya akan mendapat kepuasan dengan menindas orang yang mereka anggap lebih lemah. Jika dekan dan pihak kampus terlibat–maka pihak kampus akan tahu akar masalahnya dan tentu saja Renata yang akan ditetapkan bersalah dalam kasus ini.

Dengan wajah memerah keempat perempuan itu berbalik untuk keluar perpustakaan dan menghentakkan heels mereka sebelum keluar dari ruangan ini.

Ruangan menjadi sunyi, sebelum beberapa orang bertepuk tangan dan bersiul iseng.

Obsesi Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang