Sekitar pukul 12 malam Jeongwoo terbangun dari tidurnya. Tanpa sengaja ia melirik tirai jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Jeongwoo bertanya tanya apa yang Jihoon lakukan diluar malam malam begini.Laki laki itu terlihat membawa sesuatu tapi Jeongwoo tidak tahu pasti. Karena rasa penasaran, dia memutuskan untuk keluar menyapa Jihoon. Kebetulan kamar mereka tidak terlalu berjauhan.
Jihoon memegang sebuah senapan, itu terlihat seperti bukan mainan. Jeongwoo akan bertanya untuk memastikan.
.
Jihoon mengutak-atik senjata ditangannya, tidak lupa memasukkan beberapa peluru. Ini adalah benda kesayangannya, M-16 senapan yang menjadi teman hidupnya sejak zaman sekolah.
Dia meyakinkan diri untuk melangkah keluar kamar bersamaan dengan bunyi alarm yang Jihoon setel sejak jauh-jauh hari. Malam ini sedikit mendung sehingga bulan tertutupi oleh awan, sama seperti Jihoon yang diselimuti perasaan campur aduk.
Ketika sedang asik bergelut dengan pikirannya, sebuah pintu terbuka menandakan seorang pemilik kamar di asrama tersebut ada yang terbangun.
Anehnya anak itu malah menghampiri Jihoon santai tanpa rasa curiga dan santai. Tidak heran anak sepertinya mungkin tidak takut hanya pada sebuah senjata, Jeongwoo berjalan kearahnya penuh keyakinan, sebenarnya Jihoon tidak punya waktu untuk harus menjawab pertanyaan anak baik itu.
"Kak, sedang apa?"
"Aku hanya ingin keluar malam ini"
"Untuk apa senapan itu? Kau mau pergi berburu?" Sudah Jihoon duga, senjata yang di selempangkan ditubuhnya itu akan menarik perhatian Jeongwoo. Rasanya dia ingin tertawa mendengar pertanyaan konyol Jeongwoo.
Jihoon mendekatkan tubuhnya pada Jeongwoo. Dari awal Jeongwoo bekerja disini dia selalu melihat Jeongwoo sebagai anak baik dan manis. Sejak awal dia menyukai kepribadian Jeongwoo yang sopan, dan Jihoon selalu menginginkan adik sepertinya.
"Aku akan merindukanmu mu" itulah pelukan yang dapat Jihoon berikan, dia terkekeh melihat pemuda didepannya yang kebingungan mendapat pelukan secara tiba-tiba. Ini mungkin akan menjadi hari terakhir Jihoon berada disana.
.
"Kau mau kemana kak Jihoon?"
telinganya menangkap suara jernih bunyi kokangan senjata api yang sedari tadi berada di genggaman Jihoon. Sekian detik kemudian, Jeongwoo membelalakkan matanya akibat Jihoon yang mengunci tubuhnya dengan kuat. Setelah menendang betis bagian belakangnya, Jeongwoo terduduk dengan posisi berlutut memunggungi Jihoon yang mengarahkan senapan itu kearahnya.
"Kalau kau mencoba untuk lari sekarang, aku tidak akan segan untuk menembak"
Jeongwoo sedang berusaha berpikir tenang dan memikirkan langkah selanjutnya, walau sebenarnya otaknya tidak dapat memproses apa yang sedang terjadi. Semuanya berjalan dengan begitu cepat, intinya dia tidak sedang tidak menghadapi Jihoon yang dia kenal.
"K-kak...?"
"Jaga mulutmu, jangan pernah berani melaporkan ku atau Haruto akan terluka" lagi lagi suara dan tatapan itu tidak seperti Jihoon.
Jeongwoo tidak punya pilihan lain. Dia hanya bisa pasrah diikat dan dikunci dalam kamarnya karena Jihoon senantiasa menodongkan senjata itu padanya. Jihoon pergi menjauh ke arah mansion Haruto. Jeongwoo tidak mungkin tinggal diam disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
my own bodyguard
FanfictionKeluarga Watanabe menyewa seorang bodyguard guna melindungi putra sulung mereka sebagai pewaris utama 🎥Hajeongwoo *Bukan bl *Bromance