"Menurutmu apa itu rasa khawatir? Rasa menyesakkan saat merasa dirimu kehilangan sesuatu? Rasa takut saat hal yang paling penting bagimu menghilang? Atau sekedar rasa yang selalu keluar saat hatimu terasa kosong?"
~*~*~*~*~
Rubella mentap Zed yang sedang sibuk berbicara dengan Oscar. Keduanya sampai mengabaikan Rubella yang saat ini mencoba turun dari kursinya. Kursinya cukup tinggi membuat Rubella sedikit merasa ragu untuk turun.
Bayi perempuan itu bertopang pada salah satu kaki kursi sebelum secara perlahan mengayunkan kakinya kelantai untuk melihat seberapa tinggi dirinya harus mencapai lantai.
Bruk!
Sedikit meringis saat bokongnya yang dilapisi popok menyentuh lantai cukup keras. Bibir gadis itu mencebik siap menangis sebelum akhirnya teralihkan dengan bau masakan yang tiba-tiba tercium di indra pembaunya.
Beberapa waiters datang dengan kereta dorong makanan, mereka menyajikan minuman-minuman yang sudah tertata rapi ke deretan orang-orang dewasa yang sebaris dengan tempat duduk Rubella. Rubella menatap Zed yang masih sibuk berbica lalu mulai merangkak menuju kereta dorong makanan yang sedikit jauh dari posisinya sekarang.
Dug!
Rubella menghela napas saat tiba-tiba sebuah kaki terjulur didepannya dengan sepatu kulit hitam yang sangat mengkilat. Entah karena ruangannya sedikit temaram karena mengambil konsep indoor atau memang pria yang tengah duduk dikursi itu tidak menyadari Rubella.
Sungguh, hampir saja Rubella kena injak. Bayi itu menghela napas. Matanya menatap celah-celah kursi yang sepertinya cukup jika dirinya lewat dengan merangkak. Bayi perempuan itu merangkak lagi, kadang memiliki tubuh seperti bayi juga bagus. Rubella jadi mudah lewat celah seperti ini tanpa perlu melewati banyak orang.
Rubella meringis saat merasakan lututnya terasa perih. Efek merangkak karena terus bergesekan dengan karpet. Bayi perempuan itu masih berada di celah-celah kursi, meskipun gampang namun cara berjalan bayi pun tetap saja lambat.
Nggak pa-pa, Bell, bentar lagi sampai, batin Rubella menyamangati diri sendiri. Jaraknya dengan kereta tinggal tiga kursi lagi. Napasnya mulai sesak, bahkan keringat sudah muncul didahinya. Sungguh, sebuah perjuangan untuk seorang bayi sepertinya.
"E,eh anan eidi!!(E-eh, jangan pergi)" Rutuk Rubella saat melihat roda yang ia yakini sebagai roda kereta makanan berjalan pergi.
Gadis itu dengan susah payah merangkak, mengikuti arah pergi kereta makanan meskipun tentu saja terus tertinggal. Napasnya semakin ngos-ngosan, belum lagi karena tak menemukan area terbuka, rubella terpaksa melewati kaki orang-orang.
"Ini bayi siapa?"
"Baby, mau kemana?"
"Aduh, anak siapa sih, hah?! Ganggu aja"
"Diam! Tahunya berisik saja!!"
Tak peduli, Rubella tetap terus melangkah. Hingga begitu sampai ke ujung, bayi perempuan itu mengambil oksigen dengan rakus. Berhasil keluar dari celah-celah kursi. Napasnya belum stabil membuat Rubella terpaksa menghentikan acara merangkaknya.
"Ait (sakit)" adunya saat melihat lecet di kedua lututnya yang memerah.
Gadis kecil itu melihat kesana kemari. Ternyata, dia sampai dideretan kursi paling belakang. Beberapa kursinya bahkan kosong, padahal dekat dengan meja makanan.
Makanan?!
Rubella melirik kebelakangnya. Ada sebuah kue tumpuk tiga dengan hiasan mewah, ada bergelas-gelas jus juga minuman lainnya, buah-buahan, kue-kue kecil, biskuit kering, hingga makanan prasmanan yang memang disiapkan untuk acara penutupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Become a Daughter of Possesive Family
FantasíaBagi Selliza, hidup ditengah-tengah hiruk pikuk kota besar hanyalah suatu hal yang tak harus ia syukuri. Selama delapan belas tahun hidup ditengah-tengah kota metropolitan, hal yang ia tahu selama ini adalah: Pertama, ia makan dan minum hanya untuk...