1

14.2K 849 60
                                    

Happy Reading!


"Selamat pa__"

"Telat lagi!"potong seorang pria yang sedang sibuk mengetik di laptopnya.

Diandra tersenyum lalu duduk di kursinya. Sebagai seorang sekretaris, ia memang satu ruangan dengan bosnya.

"Ya maaf, pak. Soalnya tadi malam say___"

"Belanja kan?"potong sang bos kembali tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop dihadapannya.

"Kok bapak tau sih?"tanya Diandra seolah kaget membuat Anton Darmawan menoleh pada sang sekretaris.

"Ya, kamu kan memang begitu, boros."ucap Anton membuat Diandra mencibir.

"Lah bapak malah pelit." gumam Diandra pelan membuat Anton melotot.

"Apa katamu?"tanya Anton kesal sepertinya dia mendengar gumaman tak enak dari sekretarisnya itu.

Diandra tersenyum lalu mengeluarkan lipstik merah meronanya."Tidak ada, pak. saya cuma bilang bapak ganteng banget hari ini."ucap Diandra berbohong lalu mengoles lipstik merah itu ke bibirnya. Maklum karena bangun telat ia jadi lupa memakai lipstik.

"Ck! Kamu tidak bicara sepanjang itu."kesal Anton lalu mengambil sebuah dokumen kemudian membacanya.

"Nah itu bapak sadar."celetuk Diandra kurang ajar membuat Anton menutup dokumen yang tadi dia baca lalu menatap sang sekretaris yang sedang sibuk berdandan.

"Untuk apa memakai make up setebal itu, mau merayu siapa kamu?"tanya Anton tak senang membuat Diandra menatap bosnya itu.

"Mau merayu bapak, kan cuma bapak yang ada di sini."ucap Diandra dengan senyum genit membuat Anton mendengus.

"Cih, nggak sudi saya punya istri macam kamu."ucap Anton menghina membuat Diandra melotot kesal.

"Dih, saya juga nggak sudi punya suami macam bapak. Yang pelit bin medit."balas Diandra pedas membuat Anton melonggarkan ikatan dasinya. Setiap pagi dia pasti akan dibuat emosi oleh sekretarisnya itu tapi jika Diandra tidak ada, Anton justru merasa kesepian. Seperti minggu lalu saat Diandra ngambek kerja, dia terpaksa membujuk gadis itu dengan iming-iming naik gaji.

"Kamu ya__" Anton menunjuk Diandra ingin mengomel namun pintu ruangannya malah terbuka.

"Bertengkar lagi?"

Anton menghela napas sedang Diandra langsung menengok ke arah pintu.

"Eh tante, apa kabar?"sapa Diandra ramah pada ibu atasannya itu.

Minu menggeleng pelan lalu melangkah masuk."Sejak dulu selalu saling ejek. Lama-lama kalian ini mama nikahin, biar puas berantemnya."

"Dih, najis."

"Cuih, amit-amit."

Ucap Anton dan Diandra bersamaan membuat Minu tersenyum."Tuh kan. Mama rasa kalian ini memang cocok, jodoh ini pasti."

"Tidak sudi, lagipula memang mama mau punya menantu seperti Diandra. Orangnya boros, kerjanya malas, semangat cuma kalau ke mall." ucap Anton membuat Diandra cuek saja. Ia sudah biasa diberikan ucapan pedas namun tentu saja ia akan membalasnya nanti.

Minu menggeleng pasrah. "Besok mama dan papa akan berangkat ke Bali. Kamu dan Diandra nanti nyusul ya."

"Memangnya ada acara apa, mah?" tanya Anton membuat Diandra ikut menyimak sedang Minu hanya menghela napas kesal.

"Pernikahan ponakanmu, Anton. Heran deh, perasaan sudah mama beritahu satu minggu yang lalu." omel Minu membuat Diandra tersenyum tipis. Ia ingat waktu itu bosnya meminta dirinya untuk mencari kado paling murah untuk pernikahan sepupunya.

"Oh itu loh, pak. Yang bapak minta saya beli kado paling murah kalau bisa diskonan. Itu untuk hadiah ponakan bapak yang bakal nikah di Bali kan?"tanya Diandra polos membuat Anton menggeram kesal sedang Minu sudah melotot pada putranya.

"Ya ampun, Anton. Untuk ponakan sendiri kamu tetap perhitungan. Mama nggak nyangka. Pantas saja susah dapat jodoh."omel Minu membuat Anton menatap Diandra kesal. Sedang Diandra hanya tersenyum mengejek ke arah sang bos.

"Iya, tante. Padahal sudah saya kasih tahu kalau pernikahan itu cuma sekali seumur hidup jadi lebih baik beri kado yang bagus. Tapi pak bos malah ngeyel mau beli yang murah. Katanya biar hemat."ucap Diandra pelan membuat Minu segera mendekati Diandra.

"Tuh kan, tante bilang juga apa, Anton itu perlu istri seperti kamu, yang perhatian pada hal-hal kecil. Yuk mau yah jadi mantu tante?"tawar Minu membuat Diandra tersenyum manis lalu berkata.

"Tidak."

Senyum di wajah Minu langsung luntur."Kalian berdua sama saja. Tidak mau melihat mama bahagia."ucap Minu kesal lalu bergegas meninggalkan ruangan itu. Bisa darah tinggi ia nanti karena olah putra dan calon menantunya.

"Gara-gara bapak nih."tuduh Diandra membuat Anton mengernyit.

"Kok saya?"

"Ya itu, tante Minu jadi marah."ucap Diandra membuat Anton mengangkat kedua tangannya tanda tak tahu lalu kembali membuka sebuah dokumen.

"Jangan lupa pesan tiket penerbangan ke Bali tiga hari lagi, satu kelas bisnis dan yang satu kelas ekonomi." ucap Anton membuat Diandra mengernyit.

"Kok beda? Emang bapak mau duduk di kelas ekonomi?"tanya Diandra.

"Enak saja. Ya kamu yang duduk di kelas ekonomi."balas Anton membuat Diandra melotot. Ini sudah diluar batas, kepelitan atasannya itu sudah sangat mengkhawatirkan.

"Baiklah."ucap Diandra pasrah membuat Anton mengernyit. Tumben sekali sekretarisnya itu mau mengalah dengan mudah.

Sedang Diandra hanya fokus dengan make up di tangannya. Ia tidak sudi duduk di kelas ekonomi sedang bos pelitnya itu dengan nyaman duduk di kelas bisnis.

Diandra menyeringai. Ia akan menelpon pak Ayub dan meminta pria tua itu menyiapkan jet pribadi pak Anton untuk ke Bali.

'Hahaha pak Anton pasti jantungan setelah ini.' batin Diandra jahat.

-Bersambung-

Bos Pelit dan Sekretaris BorosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang