7

5.2K 582 39
                                    

Happy Reading!

"Kamarnya bagus kan, pak. Tidak kecil maupun besar. Kamar mandi dalam serta ada meja untuk bapak bekerja."jelas Diandra membuat Anton mengangguk.

"Kerja bagus."

Diandra tersenyum begitu mendapat pujian."Kabar baiknya lagi, kamar kita sebelahan. Jadi bisa berangkat kerja bareng."

Anton mengernyit."Lebih tepatnya kamu mau numpang mobil saya kan?"

Diandra menggeleng."Mana mungkin saya punya niat begitu. Ini namanya simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Saya ikut mobil bapak nah sebagai gantinya, sarapan dan makan malam biar saya yang masak. Gimana, setuju kan?"

Antong langsung mengangguk. Hampir saja dia lupa tentang pengeluaran untuk perut. Bagus sekali jika biaya makannya ditanggung oleh Diandra.

"Oke."Anton langsung setuju.

Diandra akhirnya tersenyum lalu meminta ijin untuk keluar.

"Bapak beres-beres aja dulu, saya mau masak makan malam untuk kita."

Begitu Diandra pergi, Anton segera menyimpan barang-barangnya lalu masuk ke kamar mandi.

Tepat jam delapan malam, tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk. Anton yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya langsung saja membuka pintu.

Ceklek

"Bapak ngapain sih?"tanya Diandra lalu segera menyerbu masuk dengan membawa panci besar di atas nampan, lengkap dengan dua mangkuk.

Anton melotot."Ini yang namanya masak untuk makan malam?"

Diandra mengangguk."Mie kan juga perlu di masak. Ya benar dong kalau saya bilang mau masak."

Meski mengomel namun nyatanya Anton tetap duduk dan menerima mangkuk kosong yang diberikan oleh Diandra.

"Ini sumpitnya."Diandra memberikan sumpit lalu menuang segelas air dari galon yang ada di kamar pak Anton.

"Malam ini saya maklumi tapi besok jangan mie instan lagi."ucap Anton lalu mulai menyantap mie buatan Diandra.

"Biar lebih mendalami peran, pak. Masa mau hemat makannya daging, kan nggak pas. Orang hemat makannya ya mie instan."

"Ini bukan hemat ya tapi pelit."sahut Anton membuat Diandra tertawa.

"Ya makin cocok dong sama pak Anton."Diandra langsung berhenti tertawa saat mendapat tatapan tajam.

Keduanya akhirnya makan dalam diam hingga mie di dalam panci habis.

"Enak kan, pak?"tanya Diandra membuat Anton mengangguk lalu mengusap wajahnya yang berkeringat. Seumur hidup, baru ini dia mencoba makanan enak.

"Besok malam bikin ini lagi."

Diandra langsung terbahak namun tiba-tiba saja malah mati lampu.

"Pak Anton.. "jerit Diandra lalu segera berdiri dan memeluk tubuh bos nya.

Anton yang juga tidak bisa melihat apapun hanya bisa mendengus kesal."Ini belum beberapa jam saya di sini tapi sudah mati lampu."

"Ini baru pertama kalinya mati lampu, pak. Biasanya nggak pernah huaaaa bapak jangan tinggalin saya. Saya takut gelap, pak."jerit Diandra lalu mengeratkan pelukannya.

"Sebentar, sepertinya di atas kasur tadi ada senter."Anton melepas pelukan Diandra secara paksa lalu bergerak menuju kasur.

"Pak Anton, saya jangan ditinggal. Pak, saya takut gelap."teriak Diandra kesal lalu mencoba melangkah mencari keberadaan pak Anton.

"Diam, Diandra! Lebih baik kamu bantu saya cari senter."

Diandra berusaha tenang."Senternya di mana, pak?"

"Di kasur ck! Perasaan tadi di sekitar sini."dengus Anton saat tak berhasil menemukan senter kecil yang tadi dia lempar ke atas tempat tidur.

"Bapak di mana hiks. Di kanan atau kiri?"tanya Diandra. Ia sudah mulai menangis karena takut.

"Kanan. Sudah kamu diam saja di sana. Biar say__Diandra kamu ngapain?"suara Anton terdengar kaget membuat Diandra tersentak namun tangannya tetap meraba-raba.

"Nyari senter kan eh ketemu, pak."jerit Diandra senang.

"Bukan akh"

"Kok bukan. Benar kok ini! Tapi susah diambilnya, pak. Ketutup sprei ini."

"Diandra, lepasin ah"

"Ah ah apaan sih, pak. Ini senternya ketemu. Cuma ketutup sprei. Tombol on nya di mana, pak? Biar saya nyalain."

"Shh Diandraaa.. "

"Sebentar, pak. Ini susah dikeluarin."

"Diandra shh lepas saya bilang."bentak Anton.

"Kok dilepas?"tanya Diandra sambil berusaha meraba-raba lagi dan lampu tiba-tiba menyala.

"Arghhhh"tubuh Diandra langsung limbung ke belakang kemudian jatuh ke lantai dengan keras.

Sedang Anton langsung berdiri dan berkacak pinggang. Wajahnya memerah dengan wajah bermandi keringat.

"Ma__maaf, pak. Saya pikir tadi senter."ucap Diandra lalu bergidik saat ingat bagaimana tadi ia meraba-raba milik pak Anton. Untung saja masih di dalam celana.

"Ini memang bukan senter tapi tetap bisa on."Anton mengatakan itu lalu segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.

Sedang wajah Diandra langsung memerah. Bagaimana bisa ia tak mengerti apa yang dimaksud on oleh pak Anton.

"Ya ampun."keluh Diandra malu lalu segera berdiri dan membereskan bekas makan mereka kemudian segera pergi dari sana.

Bersambung

Bos Pelit dan Sekretaris BorosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang