Happy Reading!
"Eh kok cemberut sih, bukannya tadi malam dinner romantis sama pak bos."goda Hanah membuat Diandra mendelik.
"Jangan bahas masalah tadi malam."ketus Diandra lalu menggigit kebab di tangannya dengan kesal. Harusnya ia sudah curiga jika pak Anton mengajaknya makan, itu pasti karena ada diskon atau dia kenal dengan pemilik restoran lalu mendapat potongan harga. Tapi tadi malam, entah mengapa pak Anton terlihat sangat meyakinkan saat mengajaknya pergi. Jadilah dengan semangat Diandra mengiyakan eh tapi ternyata malah zonk. Sama saja seperti beberapa hari yang lalu di restoran NamJack.
"Kok gitu? Pak bos nggak jadi ajak ke restoran ya?"tanya Hanah kepo.
"Jadi. Jadi banget malah, kita makan steak."sahut Diandra dengan wajah menyedihkan.
"Lah terus kok mukamu kucel begini? Ya walaupun kalian ke sana karena diskon tapi ya tetap saja namanya makan steak."
"Iya. Ternyata yang diskon cuma makannya aja. Minumnya bayar full."balas Diandra berapi-api.
"Terus?"
"Ya terus pak Anton malah balik ke mobil dan ambil air mineral dua ribuan untuk kami makan steak."omel Diandra tak menahan diri. Makan steak kan enaknya minum wine. Ini malah air mineral. Bahkan tadi malam pak Anton juga sempat mendumel karena air mineral gelas lima ratusan yang selalu dia sediakan di dalam mobil habis, jadi terpaksa keluarkan air mineral botol. Benar-benar pelit tingkat maksimal. Diandra bahkan tak yakin bos nya itu pelit, bisa saja pak Anton selama ini nyamar jadi orang kaya.
Hanah langsung menggeleng pelan."Sudah tidak bisa diselamatkan lagi itu."
Diandra mengangguk mengiyakan."Pak Anton itu kaya tapi tidak bisa menikmati hidup. Kasihan sekali."
"Eh Di, ditunggu pak Anton di sana."teriak seseorang membuat Diandra segera berdiri.
"Nanti kita pulang bareng ya." ucap Hanah yang dibalas anggukan oleh Diandra kemudian segera berlari untuk menemui pak Anton.
Diandra segera melangkah mendekati pak Anton yang sedang bicara dengan empat orang pria.
Anton yang menyadari keberadaan Diandra segera mengisyaratkan agar wanita itu mendekat.
"Kalian tahu Diandra kan? Ini orangnya."ucap Anton memperkenalkan sekretarisnya pada beberapa teman yang kini datang untuk membicarakan beberapa pekerjaan dengannya.
"Hallo, salam kenal."sapa Diandra ramah.
"Ini Rizal, itu Andre, Harvis dan Budi."Anton menyebutkan nama teman-temannya.
"Cantik sekali. Pantas saja Anton betah di kantor."ucap Harvis.
"Iya. Jangan-jangan kalian kekasih yang bersembunyi dibalik kata bos dan sekretaris."goda Rizal membuat Anton tersenyum tipis sedang Diandra langsung melotot.
"Tidak. Tidak. Kalian jangan salah paham. Kami murni hanya bos dan sekretaris. Tidak lebih dan saya menolak untuk menjalin hubungan lebih dari itu."tegas Diandra membuat ke empat teman Anton diam lalu tertawa.
"Cari yang lain saja, bro. Yang ini sepertinya susah."ucap Budi membuat Anton melirik Diandra tajam.
"Apa?"tanya Diandra tak mengerti.
Anton langsung menghela napas."Kami akan makan di luar, kamu tetap di sini dan pelajari berkas yang baru dikirim pak Wira tadi."
"Siap, pak."sahut Diandra lalu tersenyum saat pak Anton dan teman-temannya pergi. Akhirnya sekarang ia bisa hidup dengan tenang.
Tiga jam kemudian, Anton kembali dan melihat sekretarisnya sedang tidur dengan ponsel yang terbuka. Dan seperti biasa, begitu dilihat layarnya pasti menunjukkan gambar tas atau pakaian terbaru dari sebuah brand.
Anton menggeleng pelan lalu mengambil selimut kemudian memakaikannya pada tubuh Diandra. Setelah itu dia kembali ke kursinya dan lanjut bekerja.
Jika tidak ada masalah maka pembangunan hotel di Bali bisa dimulai bulan depan dan itu artinya dia dan Diandra akan sering ke sana. Mungkin mencari rumah kosong untuk disewa bukanlah hal yang buruk. Tidak masalah sedikit berhantu yang penting harganya murah. Pasti akan lebih murah dari pada menyewa hotel dua kamar.
"Untuk kendaraan juga sebaiknya membeli motor saja. Tidak masalah yang pajaknya sudah mati asal masih bisa jalan."gumam Anton. Dengan begitu dia bisa menghemat pengeluaran.
Rumahnya saat ini juga cukup besar untuk ditempati sendiri. Apalagi pengeluaran air dan listrik benar-benar membengkak bulan ini. Apa sebaiknya dia menyewa kamar saja? Dan nanti jika sudah menikah baru membeli rumah baru yang nyaman.
Anton mengangguk. Apa yang perlu dihemat sebaiknya dihemat dan yang tidak perlu lebih baik dijual saja. Lagipula dia jarang pulang ke rumah, atau jika ingin lebih hemat lagi dia bisa tinggal di kantor. Jadi tidak perlu keluar uang bensin untuk pulang pergi.
Mobilnya?
Anton menggeleng. Untuk mobil tidak bisa ditawar, jika dia menukar dengan mobil butut takutnya sering mogok dan malah keluar uang untuk biaya perbaikan.
Sementara Anton berpikir, ternyata Diandra sudah bangun lalu menghela napas. Jika atasannya itu sedang melamun, sudah jelas pasti ada yang ingin dijual. Entah apa kali ini? Atau jangan-jangan jet pribadi?
Brakk
Diandra mendesis saat tak sengaja menjatuhkan ponselnya.
"Sudah bangun ya. "sapa Anton semangat membuat Diandra terpaksa tersenyum.
"Iya, pak. Maaf saya ketiduran."ucap Diandra basa basi.
"Bukannya sudah biasa ya."balas Anton membuat Diandra mendengus namun tak mengatakan apapun.
"Saya sudah mempelajari semua berkas dari pak Wira, apa bapak ma__"
"Kita bahas besok saja. Sekarang saya punya hal mendesak yang harus diurus segera."potong Anton.
"Apa itu, pak?"tanya Diandra berusaha untuk tidak terkejut.
"Saya ingin menjual rumah."
"Apa?"teriak Diandra kaget.
Anton melotot."Biasa aja dong."
"Ya maaf, pak. Tapi dari sekian banyak yang bisa dijual kok bapak bisa kepikiran rumah?"tanya Diandra tak habis pikir.
"Lagipula terlalu besar untuk saya sendiri. Belum lagi untuk bayar ART dan satpam. Semua itu kan dengan uang."
Diandra mengangguk mengerti, untuk alasannya tidak begitu mengejutkan.
"Lalu jika rumah dijual, bapak mau tinggal di mana?"tanya Diandra.
"Ya itu tugas kamu untuk cariin saya tempat tinggal. Pokoknya dekat dengan kantor dan yang paling penting murah."tekan Anton membuat Diandra diam lalu mengangguk saat pak Anton menatapnya tajam.
Sepertinya pelit saja tidak cukup untuk menggambarkan sosok pak Anton, batin Diandra.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Pelit dan Sekretaris Boros
RomanceHarap bijak memilih bacaan! Mengeluarkan uang untuk hal yang tidak penting adalah haram bagi seorang Anton Darmawan. Tapi bagi Diandra Rose, mengeluarkan uang adalah hal yang menyenangkan. sehari saja ia melewatkan jadwal belanja, rasanya seperti m...