Happy Reading!
"Ya ampun, Ton. Kamu nggak usah sok punya harga diri. Apa susahnya sih minta maaf dan ajak Diandra nikah."omel Minu lalu duduk di sofa dengan kesal.
"Diandra nya tidak cinta sama Anton, mah."sahut Anton pelan.
"Ya wajar. Mama juga kalau jadi perempuan nggak bakal mau sama kamu yang pelit itu. Coba royal sedikit sama Diandra, kejadiannya pasti nggak bakal kaya gini,"teriak Minu lalu mendekati putranya."Coba temui Diandra dan ajak ia bicara. Tinggalkan saja harga dirimu di sini saat bicara dengan Diandra nanti."saran Minu membuat Anton diam.
"Kenapa malah diam? Bukannya sudah kuda-kudaan. Mama tidak mau ya nanti saat Diandra hamil, kalian belum menikah juga."
Anton berdecak."Jadi benar minuman itu dari mama?"
"Iya."sahut Minu tanpa rasa bersalah membuat Anton mengusap dadanya menahan amarah.
"Harusnya Anton dan Diandra bisa pendekatan dengan cara wajar, mah."Anton mendesis kesal menatap mamanya.
"Cara wajar bagaimana? Empat tahun, Ton. Bukannya cinta, Diandra malah ilfil sama kamu."
Anton melotot."Kok ilfil? Padahal Diandra sudah Anton perlakukan secara spesial."
"Oh ya? Spesial seperti apa?"tanya Minu membuat Anton mengangkat satu jarinya.
"Pertama, setiap Anton jemput Diandra, tidak pernah dimintai uang bensin,"Anton kemudian menaikkan satu jarinya lagi."Kedua, setiap makan di luar, Anton yang bayar full, tidak pernah bayar masing-masing. Ketiga__"
"Stop!"teriak Minu lalu berdiri."Sebelum nama kamu mama ubah jadi Anton Medit, lebih baik temui Diandra dan ajak bicara baik-baik. Kalau perlu kamu berlutut dan bersujud meminta maaf."setelah mengatakan itu, Minu segera berlalu dari sana meninggalkan Anton yang hanya bisa mengusap wajahnya kasar.
Dan di sinilah Anton sekarang, di halaman rumah yang mereka sewa. Hanya saja dia masih ada di dalam mobil. Otaknya sudah mantap untuk keluar dan meminta maaf dengan Diandra. Tapi hatinya belum bisa diajak kerjasama.
Bagaimana jika dia kembali ditolak?
"Bagaimana jik___"Anton melotot saat sebuah mobil berhenti di pinggir jalan kemudian tidak lama terlihat Diandra yang berlari sambil tersenyum.
Anton langsung memukul kaca mobilnya saat seorang pria tampan terlihat menyambut Diandra dengan ramah bahkan memberikan bunga.
Lebih sedih lagi, karena Diandra memberikan senyum terbaiknya kemudian masuk ke dalam mobil.
"Mereka mau ke mana?"gumam Anton lalu segera mundur dan mengikuti mobil putih di depannya.
Begitu mobil memasuki area taman, Anton lamgsung berdecak. Dia saja dan Diandra tidak pernah ke sini.
Anton segera memarkirkan mobilnya lalu mengkuti Diandra dan pria di sampingnya. Keduanya terlihat sangat serasi membuat Anton beberapa kali mengusap pelipisnya yang mengeluarkan keringat.
Jangan bilang kalau mereka pacaran?
"Bajingan!"teriak Anton saat tangan pria itu merangkul pundak Diandra. Namun dia buru-buru berbalik kemudian berakting seolah sedang menelpon. Jangan sampai Diandra sadar kalau dia ikuti.
Setelah yakin aman, Anton kembali berbalik namun dia malah kehilangan jejak Diandra dan pria itu.
"Sial."maki Anton lalu bergegas mencari. Untungnya ketemu namun pemandangan yang dia lihat semakin membuat perasaannya terluka.
Diandra dan pria itu saling bertatapan dan bicara dengan raut wajah bahagia. Anton tak pernah melihat Diandra sebahagia itu saat dengannya. Bahkan detik berikutnya dia lihat bahwa Diandra dapatkan kado dari pria itu. Sebuah boneka yang sangat cantik.
"Aku juga bisa belikan Diandra boneka, bahkan pabriknya sekalian."ucap Anton lalu mengambil ponsel dan menelpon Dewa.
"Iya, pak Anton. Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Iya.. Belikan itu apa anu____"Anton melirik tangannya yang bergetar.
"Beli apa, pak Anton?"tanya Dewa di seberang sana.
"Pab_____pab___pab___"
"Pab apa, pak? Maaf pak, di sini sinyalnya jelek jadi saya tidak bisa mendengar dengan jelas."ucap Dewa membuat Anton mendengus. Bukan sinyalnya yang jelek, tapi memang dia tidak sanggup mengatakannya.
"Pab____"Anton mengatur napas lalu mengusap keringat yang membasahi seluruh wajahnya."Pabrik."akhirnya satu kata itu keluar juga dari mulutnya.
"Pabrik? Pabrik apa, pak?"tanya Dewa lalu setelah itu hening.
"Hallo pak, hallo__ ini masih nyambung? Hallo pak Anton?"
Anton mendengus."Iya."
"Bapak mau beli pabrik? Pabrik apa, pak?"
Anton mengatur napas lalu memegang tangannya yang kembali gemetar namun kali ini lebih parah."Bon__bon___bon___"
"Pabrik bonbon?"tebak Dewa.
Anton melotot, sekarang bukan hanya tangan tapi seluruh badannya gemetar. Dia melihat bibir Diandra disentuh oleh pria itu. Meski hanya sekedar membersihkan noda es krim, tapi tetap saja itu bibir Diandra.
"Hallo pak Anton, hallo."
"Diam!"bentak Anton lalu mematikan telponnya. Saat ini dia benar-benar sedang patah hati. Diandra nya disentuh oleh pria lain.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Pelit dan Sekretaris Boros
RomanceHarap bijak memilih bacaan! Mengeluarkan uang untuk hal yang tidak penting adalah haram bagi seorang Anton Darmawan. Tapi bagi Diandra Rose, mengeluarkan uang adalah hal yang menyenangkan. sehari saja ia melewatkan jadwal belanja, rasanya seperti m...