15

5K 716 73
                                    

Happy Reading!

"Papa dengar Diandra mengurus  pengunduran diri, apa itu benar?"

Tubuh Anton menegang."Diandra mengundurkan diri?"

Hamdi memukul meja."Jangan bilang kalau kamu baru tahu."

Anton mengusap kepalanya."Jika memang ingin berhenti, maka biarkan saja."

"Apa kalian bertengkar? Kali ini apa masalahnya sampai Diandra mengundurkan diri."tanya Hamdi kesal.

"Kenapa papa masih bertanya, bukannya ini semua karena minuman yang papa berikan."ucap Anton tak kalah kesal.

"Minuman?"Hamdi bertanya dengan wajah bingung.

"Jangan pura-pura tidak tahu."ketus Anton.

"Minuman itu dari mama mu, papa hanya memberikannya."jelas Hamdi.

"Terserah dari siapa. Tapi yang jelas, karena minuman itu hubunganku dan Diandra menjadi kacau."ucap Anton lalu berdiri kemudian keluar dari ruangan papanya.

Anton menghela napas. Diandra mengundurkan diri? Apa itu benar.

"Pak Anton.. "Dewa menyapa dengan ramah sedang Anton fokus dengan meja Diandra yang kosong.

Dewa yang peka segera menjelaskan."Diandra sedang ke kamar mandi, jika bapak perlu sesuatu silahkan beritahu saya."

"Tidak."ucap Anton lalu segera masuk ke ruangannya.

Tidak lama, Diandra kembali dengan wajah yang lebih segar.

"Apa pak Anton mencariku?"tanya Diandra membuat Dewa menggeleng.

Diandra hanya diam. Sudah tiga hari segala hal yang pria itu butuhkan diurus oleh Dewa. Sebenarnya Diandra kembali ingin bicara tapi sepertinya percuma jadi biarkan saja.

Lagipula begini sudah bagus. Ia akan berhenti dan menemukan pekerjaan baru. Mengganti lingkungan kerja sama sekali bukan ide yang buruk.

"Aku akan ke bagian keuangan dulu."ucap Dewa lalu segera berdiri dengan sebuah map.

Diandra hanya mengangguk lalu mulai membuka buku kecil di mana ia menulis agenda pak Anton selama beberapa minggu ke depan.

"Apa Anton ada di dalam?"

Diandra mendongak dan menatap wanita berpakaian seksi yang kini sedang memainkan rambutnya.

"Apa?"tanya Diandra memastikan.

"Aku ingin bertemu dengan Anton."

Diandra tersenyum ramah."Apa sudah membuat janji?"

"Belum."

"Jika belum maka silah__"

"Katakan jika Vanes yang ingin bertemu, Anton pasti mengijinkanku masuk."

Diandra menegang. Vanes? Bukankah itu nama mantan pak Anton. Dulu saat pertama kali bekerja ia pernah mendengar bahwa Vanes adalah wanita yang sangat bos nya itu cintai, bahkan sampai membelikannya apartemen mewah.

"Baiklah."ucap Diandra lalu berdiri dan melangkah menuju pintu ruangan atasannya lalu mengetuknya beberapa kali.

"Minggir!"dorong Vanes membuat tubuh Diandra terdorong ke samping. Sedang wanita bernama Vanes itu sudah membuka pintu dan menyerbu masuk.

Diandra ingin mencegah namun terlambat. Alhasil ia segera masuk untuk meminta maaf namun pemandangan di depannya membuat seluruh tubuh Diandra mati rasa.

Wanita itu dan pak Anton berpelukan. Itu adalah pelukan yang sangat erat.

Diandra segera menunduk lalu melangkah mundur. Jika sudah seperti ini, harusnya ia tidak menganggu.

Setelah menutup pintu, Diandra langsung mengusap dadanya. Ini bukan pertama kalinya Diandra melihat pak Anton pelukan dengan seorang wanita namun ini jelas pertama kalinya ia merasa tak rela.

Jadi benar bahwa pernyataan cinta pak Anton padanya hanyalah bualan belaka. Berarti memang tidak ada harapan untuk memperbaiki hubungan mereka lagi.

Dan bodohnya Diandra sempat menyesal telah mengatakan sesuatu yang buruk pada pak Anton, tapi ternyata itu pantas. Cinta yang pria itu katakan benar-benar kebohongan seperti yang ia pikirkan.

Diandra segera kembali ke mejanya namun tidak lama pintu ruangan Anton terbuka dan terlihatlah seorang pria dan wanita yang melangkah bergandengan.

"Kami akan keluar sebentar."ucap Anton membuat Diandra mengangguk. Lagipula memang tidak ada jadwal penting untuk dua jam ke depan.

Vanes merangkul mesra lengan Anton."Bagaimana jika kita ajak sekretaris mu makan di luar, ini kan hampir jam makan siang."

"Tidak perlu."balas Anton lalu segera melangkah pergi dari sana.

"Setelah makan, kami mungkin juga akan pergi ke mall."teriak Vanes membuat Diandra tersenyum tipis lalu kembali duduk.

Diandra pikir pak Anton itu pelit tapi ternyata tidak. Pria itu sangat royal dengan wanita yang dia cintai. Dan hal ini semakin meyakinkan Diandra bahwa ia dan pak Anton memang tidak punya harapan lagi.

Tidak lama Dewa datang."Bang Yusuf minta kita datang ke caffe, katanya ingin wawancara kerja."

Diandra melotot."Tapi masih ada beberapa bulan lagi sebelum aku benar-benar bisa bekerja di sana."ucap Diandra.

"Tenang saja. Bang Yusuf sudah tahu kok. Mungkin cuma mau kenal saja. Lagipula caffenya belum secara resmi dibuka. Masih banyak yang perlu dipersiapkan."

"Berarti bisa makan gratis dong."canda Diandra.

"Aman-aman."

Keduanya akhirnya pergi meninggalkan kantor. Begitu tiba disuatu tempat, mereka disambut oleh seorang pria yang sangat tampan.

Diandra segera merapikan pakaiannya lalu tersenyum tipis.

"Diandra."ucapnya memperkenalkan diri.

"Yusuf."balas pria tampan itu dengan uluran tangan.

Diandra tersenyum manis lalu melirik Dewa kesal. Kalau tahu bahwa kakak dari Dewa itu setampan ini, harusnya ia berdandan lebih cantik.

"Ayo masuk! Kita bicara di dalam agar lebih nyaman."

Diandra melangkah mengikuti Dewa dan juga Yusuf ke sebuah meja di sudut ruangan.

"Aku mau ke kamar mandi."ijin Dewa lalu segera melangkah pergi. Sedang Yusuf dan Diandra langsung duduk.

"Ini adalah daftar menu yang nanti akan ada di caffe ini."ucap Yusuf sembari memberikan sebuah kertas.

Diandra menerimanya lalu mulai membaca."Karena ini caffe baru, semua menu ini sudah pas. Tapi karena tempat ini juga dekat dengan area perkantoran, aku rasa akan bagus jika menyediakan makanan berat seperti__"

Yusuf tersenyum."Lanjutkan saja!"

Diandra menggeleng lalu tersenyum malu."Maaf, aku tidak bermaksud untuk ikut campur."

"Tidak. Tidak. Justru aku senang jika kau mau memberiku saran. Apalagi Dewa bilang di kantor, kau adalah sekretaris yang luar biasa. Dan saat dia bilang kau ingin mencoba pekerjaan lain, aku langsung tertarik. Berharap jika kita bisa saling membantu di masa depan."ucap Yusuf membuat Diandra tersenyum malu.

"Itu terlalu berlebihan. Aku hanya pekerja biasa, tidak sehebat dirimu yang bisa membangun bisnis sendiri."ucap Diandra lalu menatap seluruh ruangan.

"Belum sepenuhnya selesai. Apa kau punya saran?"tanya Yusuf.

Diandra diam lalu mengangguk."Jika kau tidak keberatan."

"Tentu tidak. Tapi karena waktu istirahat kalian terbatas, aku rasa bisa kita bahas lain kali. Tapi sebelum itu, apa aku bisa meminta nomer ponselmu atau apapun yang membuatku bisa menghubungimu."ucap Yusuf lalu mengeluarkan ponselnya.

Diandra tersenyum lalu mengangguk.

"Tentu saja."

Bersambung

Bos Pelit dan Sekretaris BorosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang