14

5.6K 751 49
                                    

Happy Reading!

Diandra diam saat tak melihat mobil Anton lagi. Pria itu sepertinya sangat marah hingga memutuskan pergi sepagi mungkin. Karena tak punya pilihan lain, Diandra segera menghentikan taksi untuk berangkat bekerja.

Begitu tiba di perusahaan, ternyata ia kembali mendapat kejutan yaitu meja kerjanya kini sudah ada di luar.

"Pak Anton yang meminta mejanya di pindahkan."Jelas Dewa, dia adalah asisten Anton.

Diandra mengangguk lalu segera duduk di kursinya.

"Apa semalam berjalan dengan lancar?"tanya Diandra.

Dewa mengangguk lalu memberikan catatan yang dia rangkum dari hasil rapat kemarin.

"Terima kasih."ucap Diandra lalu melirik ke arah pintu ruangan pak Anton. Harusnya ia tahu bahwa hubungan mereka tak akan sama lagi.

"Apa kalian bertengkar?"tanya Dewa sedikit berbisik.

Diandra tersenyum lalu menggeleng sebagai jawaban. Ini sepertinya lebih parah dari sekedar bertengkar.

"Pak Anton.."sapa Dewa saat atasannya keluar.

Diandra melihat jam tangannya lalu segera mengambil beberapa berkas untuk rapat kemudian berdiri.

"Dewa, kamu ikut saya rapat."ucap Anton datar lalu melangkah pergi.

Dewa langsung melotot sedang Diandra hanya bisa tersenyum kecut lalu memberikan dokumen-dokumen penting yang sudah ia persiapkan.

"Pergilah! Jangan sampai pak Anton menunggu."ucap Diandra membuat Dewa mengangguk lalu mengambil semua dokumen kemudian melangkah pergi.

Diandra langsung menghela napas kemudian kembali duduk. Bukan ini yang ia inginkan.

'Aku harus bicara dengan pak Anton.' gumam Diandra.

Tiga jam kemudian, begitu Anton kembali ke ruangannya, Diandra bergegas masuk.

"Pak Anton."panggil Diandra membuat Anton berbalik dengan wajah angkuh.

"Lain kali jangan masuk ke ruangan ini jika tidak disuruh."ucap Anton lalu melangkah duduk di kursinya.

Diandra melangkah mendekat dan berdiri di depan meja.

"Tadi malam saya tidak bermaksud untuk mengatakan sesuatu yang seperti itu. Sungguh__"

"Saya tidak peduli. Lagipula bukan urusan saya,"sahut Anton cepat lalu mengambil salah satu dokumen."Jika tidak ada yang mau disampaikan lagi, silahkan keluar."usir Anton membuat Diandra mencengkeram rok kerjanya. Ini sama sekali tidak seperti pak Anton yang ia kenal.

"Saya minta maaf dan tolong jangan seperti ini."ucap Diandra pelan membuat Anton menutup dokumen dengan kasar.

"Lalu bagaimana saya harus memperlakukan wanita yang mengatakan akan membunuh janin yang bahkan belum ada?"tanya Anton tajam.

Diandra menggeleng."Saya tidak bermaksud mengatakan itu. Itu terucap begitu saja karena bapak mendesak saya."

Anton terkekeh."Benarkah? Baiklah akan saya ulang pertanyaannya, bagaimana jika kamu hamil?"tanya Anton membuat Diandra diam sesaat.

"Tentu saja kita harus menikah."ucap Diandra mantap.

"Saya tidak mau."

Deg

"Apa?"kaget Diandra.

"Kenapa harus menikah? Lagipula kita tidak saling mencintai."ucap Anton membuat Diandra kehabisan kata-kata.

"Pak An__"

"Jika tidak ada yang mau dibicarakan lagi, silahkan keluar dan jangan pernah masuk jika tidak disuruh. Satu lagi, mulai besok dan seterusnya, Dewa yang akan menemani saya rapat."Anton mengatakan itu tanpa menatap Diandra.

Diandra tersenyum kecut."Sekalian saja bapak pecat saya."

"Ya. Jika tidak betah lagi bekerja di sini, silahkan mengundurkan diri."

Diandra menghela napas lalu mengangguk kemudian melangkah keluar dari sana. Ia sama sekali tidak menduga bahwa hal seperti ini akan terjadi.

Begitu keluar, Diandra langsung saja menangis membuat Dewa yang melihatnya segera berdiri.

"Ada apa? Apa pak Anton marah?"tanya Dewa khawatir.

Diandra menggeleng lalu menghapus air matanya."Aku mau ke toilet."ucap Diandra lalu melangkah menjauh. Rasanya ternyata begitu sakit. Apa ini yang pak Anton rasakan tadi malam hingga paginya berubah 180 derajat.

Di kamar mandi, Diandra kembali menangis dan berhenti setelah merasa lebih baik. Mungkin setelah ini ia harus mulai mencari lowongan pekerjaan. Tidak masalah yang bergaji kecil.

Setelah mencuci wajahnya, Diandra segera kembali ke mejanya dan mulai membuka web untuk mencari lowongan pekerjaan.

"Lowongan pekerjaan? Kamu mau berhenti?"kaget Dewa membuat Diandra mengisyaratkan agar pria itu diam.

"Aku akan menulis surat pengunduran diri malam ini. Tapi mungkin tidak akan langsung di proses, pasti perlu waktu."ucap Diandra pelan.

"Jadi benar ada masalah dengan pak Anton?"tamya Dewa.

Diandra menghela napas lalu mengangguk."Apa kau tahu tempat yang membutuhkan pekerja. Tidak masalah apapun itu selama gajinya masih normal."

Dewa diam sejenak lalu bicara dengan ragu."Sebenarnya abang pertamaku akan membuka caffe baru. Mungkin saja butuh pekerja, tapi apa tidak masalah menjadi pelayan caffe?"

Diandra langsung menggeleng."Tidak masalah. Lagipula mungkin sudah saatnya mengganti suasana kerja. Bisa kau tanyakan pada abangmu apa dia butuh pekerja untuk caffe nya nanti?"

"Tentu. Aku akan menelponnya sekarang."ucap Dewa membuat Diandra tersenyum senang. Satu masalah sudah teratasi dan sekarang waktunya ia mengurus surat pengunduran dirinya.

Bersambung

Bos Pelit dan Sekretaris BorosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang