6

4.9K 585 27
                                    

Happy Reading!

"Kok tiba-tiba pindah?"kaget Diandra saat Hanah, teman yang menempati kamar di sebelahnya beres-beres.

"Namanya juga mau nikah, mama bilang sebelum hari H lebih baik tinggal di rumah."jelas Hana sambil membersihkan kamarnya. Sebelumnya ia menyewa karena jarak rumah yang ditempati orang tuanya jauh dari tempatnya bekerja.

Diandra mengangguk. Hanah memang ingin menikah, calon suaminya juga bekerja di perusahaan yang sama dengan mereka hanya saja beda divisi.

"Pernikahannya satu minggu lagi kan?"tanya Diandra sambil membantu Hanah beberes.

"Iya. Makanya disuruh pindah."

"Berarti ini kamar kosong dong?"tanya Diandra lagi. Sepertinya ia punya ide.

"Iya. Nanti kan aku tinggal sama suami di kontrakan dia."

Diandra tersenyum."Bagus deh."

"Hah kok bagus?"kaget Hanah membuat Diandra menceritakan tentang pak Anton yang ingin jual rumah dan minta dicarikan tempat tinggal murah meriah.

"Ya ampun, pak Anton segitunya banget."kaget Hanah lalu mulai duduk dan mengajak Diandra menggosip.

Diandra langsung mengambil cemilan."Nanti aku bilang saja harga sewanya dua juta, kan untung tuh delapan ratus ribu."

"Emang bisa ngibulin pak Anton, kan pak bos kita itu pelit."

Diandra mengangguk."Pasti bisa lah. Pak Anton mana paham harga-harga kamar sewaan."

Hanah tertawa."Sumpah, kepingin banget lihat pak Anton nikah. Kira-kira tetap pelit atau nggak."

"Masih lah. Sifat kan mendarah daging, nggak mudah hilang."sahut Diandra menahan tawa. Ia jadi membayangkan nanti bagaimana istri pak Anton diminta berhemat padahal perusahaan suami ada di mana-mana.

Hanah menggeleng pelan."Padahal pak Anton itu kaya banget loh, kalau nggak pelit mungkin wanita yang antre sudah sampai monas."

Diandra mengangguk lalu membuka kaleng soda."Ingat wanita yang dua bulan lalu datang ke kantor?"

"Si Monica itu?"

"Iya?"

"Itu pacarnya pak Anton?"tanya Hanah.

Diandra menggeleng."Mantan calon pacar lebih tepatnya. Gagal berlayar gegera pak Anton ngajak makan malam tapi bayar masing-masing."

"What!"

"Hooh.. Masih mending aku ya, ditraktir meski nyari diskonan dulu. Nah ada satu lagi, wanita rambut merah."

Hanah dengan cepat mengangguk. Ia ingat, apalagi wanita itu juga datang beberapa kali.

"Itu kalau nggak salah, gagal berlayar gegera pak Anton minta uang bensin."

"Hah, maksudnya?"tanya Hanah bingung.

"Itu loh, si wanita rambut merah biasa minta jemput dan diantar ke tempat kerjanya. Awalnya sih tuh cwe terima aja sama sifat pak Anton yang pelit tapi diakhir bulan langsung minta putus gegera pak Anton minta ganti uang bensin selama satu bulan. Kalau nggak salah, pak Anton juga minta ganti uang oli dan servis mobil."

Hanah langsung melongo lalu bertepuk tangan.

"Pak Anton cocok banget jadi salah satu keajaiban dunia. Pelitnya itu loh, nggak ada yang bisa nandingin."

Diandra mengangguk dengan wajah julid. Sebenarnya masih ada banyak rahasia pak Anton tapi ia tahan supaya pertemuan berikutnya ada bahan ghibah.

Paginya, Diandra bergegas bicara dengan pak Anton.

"Harganya dua juta, pak. Tempatnya bersih dan yang paling penting dekat dengan kantor."Diandra mengatakan itu sambil merapikan meja atasannya sedang Anton masih menghitung pengeluarannya satu bulan terakhir.

"Kemahalan itu dua juta. Cari yang lima ratus ribu saja."

Diandra melotot lalu mengatur napas."Et dah, kagak ada itu, pak. Tapi kalau mau bisa saya carikan. Pasti ada kost satu pintu yang dekat kampus, tapi nanti bapak jauh ke kantornya."

"Ya sudah. Yang itu saja___"

Diandra sedikit mengintip apa yang ditulis oleh bos nya lalu mengernyit.

Brakk

"Ngintip apa kamu?"bentak Anton membuat Diandra segera menjauh.

"Jadi bapak mau yang mana nih? Yang dua juta atau kost lima ratus ribu tapi jauh dari sini."

"Yang dua juta."sahut Anton lalu menyimpan pembukuan keuangannya di dalam brankas.

"Kalau mau, uangnya kasih saya dulu. Nanti saya berikan ke yang punya tempat."

Anton mengangguk lalu mengeluarkan uang dua juta rupiah."Harusnya kamu minta diskon lagi, bilang saja kalau bos kamu yang mau sewa."

Diandra menggeleng."Lah kalau dibilang bos, yang ada harga sewanya naik, pak. Gimana sih?"

"Benar juga. Ya sudahlah, urusan rumah saya serahkan ke kamu juga. Jual secepatnya!"

"Aman, pak. Saya sudah bicara sama agen properti dan mereka bilang rumahnya bagus, pasti cepat laku."

Anton mengangguk lalu menatap penampilan sekretarisnya.

"Baju baru lagi?"tanyanya setengah menyindir.

Diandra mengangguk lalu berputar."Bagus kan, pak?"

"Buang-buang uang saja. Saya jadi kasihan suamimu nanti, dia pasti rugi besar punya istri tukang belanja."Anton langsung melangkah menuju kursinya.

Diandra langsung berkacak pinggang."Ya nggak rugi lah. Kan sepadan sama pelayanan yang saya berikan."

Anton mengernyit."Pelayanan seperti apa?"

"Pelayanan plus plus."sahut Diandra ketus lalu berbalik sedang Anton langsung menelan ludah karena tak sengaja melihat bokong seksi sekretarisnya.

Bersambung

Bos Pelit dan Sekretaris BorosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang