Mendung hari ini terlihat semakin menambah duka pada istana emerald, acara kremasi untuk putranya hari ini akan dilaksanakan sesuai dengan keinginan Jeno.
Mendengar pemberitahuan dari istana, banyak rakyat datang untuk memberi penghormatan terakhir, kabar mengenai hamilnya permaisuri tak pernah terdengar ditelinga masyarakat emerald, namun meninggalnya calon pangeran penerus emerald juga tak mereka sangka.
Masyarakat emerald begitu menyayangkan atas meninggalnya calon penerus dari emerald, bisikan itu mulai terdengar mengudara, apakah ini adalah akibat dari hukuman yang diterima permaisuri mereka kemarin. Apakah pemimpin Lee Jeno sudah mengetahui perihal itu.
Jeno masih berdiri disana, menatap kosong pada tumpukan batu juga kayu yang ditengahnya telah ada kain putih berisi jasad putranya.
Pakaian putih yang penghuni istana pakai juga para petinggi istana emerald kini menambah kekalutan pada hati sang pemimpin emerald. Duka yang terjadi pada keluarganya adalah kesalahannya.
Salah satu pemuka agama datang menghadap kepada Jeno yang masih setia berdiri didepan peristirahatan terakhir putranya. Bersama Karina yang hanya menatap malas akan upacara ini.
"Yang mulia kremasi akan segera dimulai, ampuni hamba jika hamba lancang, tapi permaisuri dibutuhkan dalam upacara ini yang mulia" pria paruhbaya itu menunduk, berusaha sepelan mungkin menyampaikan maksudnya.
Sebenarnya sebagian petinggi istana merasa bingung atas kejadian ini, kehamilan permaisuri tak ada satupun dari mereka yang mengetahuinya, juga mengapa tak ada satupun pihak nemorosa datang untuk menghadiri upacara penghormatan terakhir untuk putra mahkota.
Jeno kembali dibuat terdiam mendengar itu, bagaimana cara memberitahu renjun, sejak kemarin renjun tak ingin keluar dari kamar juga tak ingin ditemui siapapun.
"Aku akan menemui permaisuri, katakan kepada yang lain untuk menyiapkan upacaranya" Jeno berlalu pergi setelah mengatakan itu.
Winter ada disana mendengar semuanya, sejak kemarin ia tak bisa tertidur akibat memikirkan semua kekacauan ini, ia ketakutan setengah mati, akibat dari pengakuan palsunya, Permaisuri kehilangan putranya, kehilangan segalanya dalam semalam. Bayang-bayang itu menakutinya. Kejadian menakutkan itu membuatnya hampir merasa gila.
____
Mata biru yang terlihat begitu sembab itu kini hanya menatap kosong pada hamparan danau yang terbentang begitu luas. Renjun hanya berdiri diam ditepi danau belakang istana emerald.
Pakaian duka yang ia gunakan hari ini semakin memperburuk suasana hatinya, ia belum bisa menerima semua ini. Angin pagi perlahan menyapu lembut wajahnya, ditangannya masih ada rajutan baju hangat itu. Impian yang selama ini ia begitu tunggu-tunggu dalam hidupnya kini harus ia kubur sedalam mungkin dalam benaknya.
Wajah pucat akibat tak tertidur juga tak makan sejak kemarin semakin memperburuk keadaannya, renjun tak memperdulikan itu, ia tak bisa menelan apapun disaat ia akan selalu teringat akan bayinya.
Langkah kakinya terhenti saat ia kini menemukan renjun hanya berdiri diam memandang danau yang ada di belakang istananya. Sejak tadi Jeno berusaha mencari keberadaan renjun saat tak menemukan renjun dalam kamarnya.
Jeno masih diam berdiri dengan jarak kurang dari satu meter dibelakang renjun, bagaimana cara memberi tahu renjun bahwa upacara itu akan segera dimulai.
"Renjun....kremasinya akan segera dilakukan. Kita harus ada disana untuk memberikan penghormatan terakhir untuk...." Nafasnya tercekat, ia tak bisa melanjutkan perkataanya sendiri.
".....untuk putra kita~"
Renjun menutup mata dengan erat saat mendengar kalimat terakhir Jeno, putra mereka, akan dikremasi hari ini. Ia tak akan bisa menyaksikan itu. Ia tak sanggup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wolf / NoRen
WerewolfTak masalah jika aku harus melawan semua kawananku jika itu demi melindungi mu.