Irama nyanyian burung dipagi hari semakin menarik diri untuk tetap memejamkan mata, udara yang terasa menusuk kulit seakan membuat enggan meski hanya sekedar bangun dari tempat peraduan.
Sinar mentari itu perlahan masuk diantara sela jendela sehingga mengusik tidur seorang pemuda yang kini masih terlelap dari tidurnya. Perlahan mata yang terpejam itu kini terbuka, matanya menyipit berusaha menyesuaikan cahaya yang menusuk retinanya.
Matanya mengedar, melihat dimana ia kini terbangun, ini seperti asing baginya, ini bukan kamarnya. Renjun mencoba mengulik ingatan terakhirnya mengapa ia bisa berada disini, sampai ia teringat bahwa ia berjalan-jalan kehutan belakang rumah neneknya saya ia berkunjung.
Perlahan ia mengingat saat ia mengejar seekor kelinci dan tanpa sadar masuk pada cahaya yang ia temukan ditengah hutan, dan serigala!
Dengan cepat renjun terbangun, apa ia sudah disurga?, Renjun meraba semua tubuhnya dan menyadari bahwa tubuhnya masih utuh, bernafas lega saat merasa organ tubuhnya masihlah lengkap.
Renjun meringis saat tanpa sengaja ia menggesekkan kakinya pada tempat tidur. Renjun tak tahu sekarang ia berada dimana, apa seseorang menyelamatkannya saat ia dikejar serigala mengerikan itu.
"Apa yang kau cari didalam kamarku"
Suara berat itu tiba-tiba menyahut diantara kebingungan renjun. Membuat renjun tersentak dan dengan reflek langsung melihat kearah asal suara itu.
"Kau siapa?!" Renjun terkejut saat ada pemuda yang ternyata sedari tadi berdiri didekat pintu kamar. Menatap datar kearahnya, dengan tangan yang bersedekap dada.
Renjun bergerak dengan waspada saat pemuda itu justru berjalan mendekat kepadanya, mata tajam itu membuat nyalinya seketika ciut. Renjun meremat selimut putih yang menutupi kakinya saat pemuda itu semakin mendekat kearahnya.
Mencondongkan tubuhnya kearah renjun masih dengan tatapan yang tak teralihkan sedetikpun. Renjun langsung mundur saat wajah itu semakin dekat kewajahnya.
Jeno semakin mendekat, tangannya dengan sigap menopang tubuhnya pada ranjang dan mengungkung tubuh mungil itu.
Posisi ini semakin membuat renjun gelisah, meneguk ludahnya dengan kasar, Mengapa pemuda dihadapannya ini sangat menyeramkan, tangan mungil itu dengan pelan terangkat berusaha mendorong dada bidang itu, yang bahkan tak bergerak sedikitpun dari posisi mereka. Mata renjun bergerak gelisah saat tatapan itu seakan mengulitinya hidup-hidup.
"Kumohon menjauh~~" ucapan serupa cicitan itu membuat Jeno semakin ingin bermain-main dengan pemuda mungil yang masih dalam kungkungannya. "Kalau aku tidak mau?" Jawaban itu semakin membuat renjun gusar.
Tanpa sadar renjun menekan keras telapak tangannya kedada itu agar menjauh, namun justru itu menghasilkan sakit pada tangannya.
"Akh" pekikan renjun berhasil mengalihkan perhatian Jeno yang masih menatapnya tadi.
Jeno dengan cepat memegang kedua tangan mungil itu, luka bekasnya terjatuh semalam ternyata cukup dalam sehingga kembali basa saat ia menekan telapak tangannya.
"Tanganmu terluka cukup banyak, tunggu sebentar aku akan mengobatinya" ucap Jeno kemudian beranjak keluar dari kamar.
Tidak mungkinkan Jeno mengobati luka manusia itu dengan menjilatinya, seperti pengobatan pada umumnya yang bangsa sepertinya lakukan, bisa-bisa manusia itu akan takut kepadanya. Ya meskipun pemuda itu sepertinya memang sudah takut kepadanya.
Tak lama pintu kamar itu kembali terbuka menampilkan jeno yang kini membawa wadah berisi air hangat mungkin dan juga kain.
Perlahan ia duduk dipinggir ranjang, dengan pelan ia meletakkan wadah itu kemudian menarik tangan mungil itu kedepannya. Tatapan datar nan tajam itu membuat renjun tak bisa protes, ia takut.
"Siapa namamu?" Pertanyaan itu kembali membuat renjun tersentak, membuat Jeno kembali menatapnya dengan alis terangkat. "Kau sangat mudah terkejut" ucap Jeno.
"Mmm...namaku renjun. Huang Renjun" jawab renjun pelan. Sesekali ia akan meringis saat tekanan pada telapak tangan lukanya sedikit keras.
"Namamu siapa?" Tanya renjun, dan itu kembali membuatnya gelagapan karna bukannya menyebutkan namanya pria itu justru menatapnya dengan datar. Apa salahnya jika ia bertanya.
"Jeno" jawaban itu akhirnya membuat renjun mengangguk pelan.
"Kenapa kau bisa ada disini?" Maksudnya adalah kenapa renjun tiba-tiba bisa masuk dalam dunianya sedangkan penghubung antara dunianya dan dunia manusia itu akan terbuka sekitar 100 tahun sekali.
"nggh...aku juga tidak tau, saat itu aku datang berkunjung kerumah nenekku yang ada di desa, dan ternyata rumahnya tepat berada didekat hutan yang memang tidak terjamah oleh manusia. Aku...hanya penasaran saja, hanya melihat-lihat sampai tiba-tiba ada kelinci yang melintas di hadapanku..."
Renjun terus bercerita sampai dimana ia bisa tersesat disini...
"Sampai aku tiba di tengah hutan dan serigala menyeramkan itu ada di belakangku dan setelahnya aku tak ingat lagi".Jeno setidaknya menangkap sedikit informasi mengapa renjun bisa sampai disini.
"Buka selimutmu" ucapan Jeno membuat renjun menatap Jeno dengan tak suka, maksudnya apa?.
"Aku akan mengobati luka dikakimu juga, jangan berfikiran aneh, aku tidak tertarik dengan pemuda kecil sepertimu" ucapan Jeno membuat renjun tanpa sadar mempoutkan bibirnya, renjun kan harus waspada pada orang asing. Kenapa Jeno malah mengatainya kecil!.
Meski kesal renjun dengan pelan membuka selimut yang menutupi kakinya, kaki mungil seputih salju itu kini terpampang didepan Jeno, dengan pelan tangan besar itu menarik kaki renjun untuk ia letakkan diatas pahanya.
Melihat ukuran jari kaki itu membuat Jeno tak bisa untuk sekedar menahan senyum tipisnya, senyum yang bahkan tak pernah orang lihat kecuali sang ibundanya.
Apakah ukuran tubuh manusia biasa memang sekecil ini, bagimana luka pada kaki seputih salju itu hampir ada disetiap jari kaki mungil itu dan juga telapak kaki yang sudah pasti ini sakit bagi manusia, karna lukanya memang cukup dalam.
"Bagaimana jika aku mengatakan bahwa aku bukan manusia biasa sepertimu?" Pertanyaan Jeno kini mengalihkan atensi renjun yang tadinya fokus pada luka dikakinya.
"Kalau bukan manusia biasa memangnya manusia apa? Manusia jadi-jadian?" Jawaban dari renjun mendapat tatapan dari Jeno.
Setelah membersihkan luka pada tangan dan kaki renjun, kini Jeno kembali menatap mata itu dengan lekat.
"Jika aku mengatakan bahwa serigala yang menyerangmu semalam adalah seperti aku bagaimana?" Pertanyaan itu membungkam renjun, bukan karna ia mengerti tapi karna ia tak memahami maksudnya.
"Maksudnya apa?" Pertanyaan polos itu membuat jeno dengan sabar menenangkan dirinya, berhadapan dengan manusia memang harus seperti inikah?, Dasar manusia bodoh.
Wajah itu kembali mendekat dengan cepat sehingga renjun dengan reflek memundurkan wajahnya pula sampai ia hampir jatuh jika saja tangan besar itu tak menahannya.
Mata tajam yang menatap renjun itu kini perlahan berubah menjadi berwarna keemasan dan bercahaya. Renjun terbelalak saat melihat mata itu berubah warna juga bercahaya, ia berusaha memberontak namun tubuhnya terkurung diantara tangan besar itu yang kini dengan mudah mengangkatnya keatas pangkuan Jeno!.
"Bagaimana jika aku adalah manusia serigala sama seperti serigala yang menyerangmu semalam?" Renjun masih dilanda rasa terkejutnya.
Perlahan taring pada mulut Jeno keluar dan muncul secara perlahan didepan mata renjun. Renjun ketakutan, jeno ini apa sebenarnya, Jeno bukan manusia sepertinya?.
Renjun berusaha memberontak agar bisa lepas pada tubuh itu, tapi tenaganya tak ad apa-apanya dibandingkan Jeno yang begitu kuat.
Dengan cepat jenan menyusup kedalam ceruk leher renjun, membuat renjun dengan reflek menutup mata dan berteriak....
"Akh"........
KAMU SEDANG MEMBACA
Wolf / NoRen
Hombres LoboTak masalah jika aku harus melawan semua kawananku jika itu demi melindungi mu.