Bab 2

4.6K 141 3
                                    

Sebuah compact powder sudah berada di tanganya dan di peluknya dengan erat. Ia akan bersama Tsuyoshi Hidaka. Hanya dia yang boleh bersama Tsuyoshi Hidaka dalam acara itu. Hanya dirinya
yang boleh menang.


“Nona, Aku mau ikut undian, bagaimana caranya mendaftar?” Tanya Sachi pada Kasir outlet kosmetik setelah dirinya berkeliling melihat-lihat. Sachi meletakkan Compact Powdernya di atas meja kasir lalu merogoh sakunya mencari-cari uang hasil berhutang tadi.

“Silahkan isi formulir ini” Kata perempuan itu kemudian. ”Malam ini akan diadakan pengundianya. Tiga orang terpilih akan mendapat kesempatan wawancara besok pagi. Dan yang terpilih hanya satu. Kau bisa saja pendaftar yang terakhir.”

Sachi mengangguk mengerti. Perhatianya kembali kepada formulir dan berusaha mengisinya dengan seksama. Nama, alamat, dan nomor kontak menjadi perhatianya bermenit-menit. Sepertinya alamat tidak begitu penting. Bila ada permintaan nomor kontak di formulir, tentu dia akan dihubungi lewat telpon. Jadi Sachi memutuskan tidak mengisi alamat pada formulir.


“Yuri Tohishika,” Kasir itu menyebutkan sebuah nama. Nama yang di tuliskan Sachi di formulir.
“Ya? bagaimana tau namaku?” Sachi bertanya dengan ekspresi polos.
“Aku melihat kau menulisnya” jawabnya sambil menunjuk formulir yang ada di hadapan Sachi. “ Kau mengidolakan Tsuyoshi Hidaka juga?”
“Kau tau darimana?” Tanyanya. Tapi kemudian Sachi menggigit lidanya sendiri. Tentu saja hanya orang yang mengidolakan Tsuyoshi yang mendaftar dalam undian ini.

Wanita itu tersenyum melihat tingkah Sachi barusan. “Kalau kau menang dan berhasil menarik hatinya selama seminggu ini, kau bisa saja mengalahkan Aiko Misawa yang jadi pemenang pada undian minggu lalu. Kau tau sendiri, kan? Gosipnya mereka sangat dekat. Tapi dia masih lebih tua dibadingkan dengan Tsuyoshi,” wanita itu berhenti sejenak bercerita tapi segera melanjutkan ocehanya dengan tanya. “Kau siswa sekolah menengah? Kau bisa jadi pendaftar termuda dalam
undian ini.”


“Jadi tidak ada siswa sekolah menengah yang mendaftar selain aku?”
“Yuri-chan, boleh ku panggil begitu?”
Sachi mengangguk meskipu merasa agak janggal. Dia tidak pernah di panggil dengan nama lain selain Sachi.
“Yuri-Chan, ini kosmetik mahal. Yang mendaftar kebanyakan adalah gadis-gadis perguruan tinggi dan orang yang sudah bekerja. Gadis sebayamu hanya ada beberapa. Aku kasihan melihat Tsuyoshi bila harus berkencan dengan fans yang lebih tua. Jadi kau harus menang bagaimanapun caranya.”


“Terimakasih” katanya Sachi dengan wajah terharu yang di paksakan “Aku akan berusaha. Nanti akan ku ajak dia bertemu dengan mu. Kau juga sangat menyukainya, kan?”


“kau ini mengatakan apa? Aku hanya suka lagunya?”
“Kau begitu memperhatikanya, kau pasti juga sangat mengidolakanya”
Wanita itu tersenyum lagi lau mengibaskan tanganya malu. ”Kau tidak perlu begitu. Melihat kau menang dalam perlombaan itu saja aku sudah senang. Untuk menambah semangatmu kau boleh melihatnya di lantai dua. Dia ada disana.”


“Benarkah? Sedang apa?” Tanya Sachi dengan sangat berbinarbinar.
“Mungkin berbelanja setelah bertemu dengan Presdir supermarket ini. Tsuyoshi Bersama Alice Kim dan dua orang bodyguard. Setelah melihatnya, kau harusnya lebih semangat untuk berjuang”
Sachi tersenyum. “Kau percaya bahwa aku jenius kan? Aku akan melakukan berbagai cara untuk menang. Kau percaya kan?”
“Ya” wanita itu tersenyum mengerti dan mengangguk dengan percaya diri. ”Berusahalah agar dia mengingatmu.”

Begitu sampai di lantai dua, Sachi harus berdesak-desakan dengan orang lain untuk melihat Tsuyoshi Hidaka. Banyak sekali fans mengerubunginya seperti semut mengerubungi gula. Sachi harus berjuang hingga sampai kebarisan depan dan akhirnya harus berperang dengan lengan kekar para body guard yang menghalangi fans untuk mendekat. Tsuyoshi Hidaka sangat tampan dengan pakaian serba putih di lapisi jas biru. Fans semakin berdesakan sehingga Sachi terdorong dan tanpa sengaja jatuh ke pelukan Tsuyoshi Hidaka. Waktu seakan berhenti bagi Sachi.


Kena kau! Fikirnya. Dia berusaha berdiri kembali dan menunjuk Tsuyoshi dengan galak.“Hei. Tsuyoshi Hidaka. Kau menyentuhku?”


Tsuyoshi Hidaka yang tengah memperbaiki jasnya memandang Sachi yang berdiri di sampingnya dengan terkejut. “Apa?”
“Kau menyentuhku kan?”
“kau yang menyentuhku. Semestinya aku yang berteriak”.
Tsuyoshi menghadirkan ekspresi tidak suka dan tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini dalam hidupnya.

“Bagaimana kau bisa berkata begitu pada seorang siswi sekolah. Aku tulus mengidolakanmu. Tapi kau berlaku seperti itu. Setelah ini kau mau apa? Memberikanku sejumlah uang untuk tutup
mulut?”
“Ah, Aku bisa gila!” Serunya. ”Kau punya saksi? Aku menyentuhmu? Tidak mungkin! Kau pikir kau siapa?” Tsuyoshi Hidaka membentak.

Orang-orang berkumpul lebih banyak lagi ingin untuk menonton keributan itu. Tsuyoshi Hidaka mulai merasa terganggu dengan hiruk pikuk yang tercipta secara tiba-tiba. “Bawa aku pergi” sambungnya dengan lebih tenang. Besok pagi dirinya pasti akan muncul di surat kabar dengan berita buruk ini. Ia harus mempersiapkan diri.

“Hei? Kau mau kemana?” teriak Sachi begitu melihat Tsuyoshi
menjauh. ”Kau mau lari begitu saja?”

Sachi tidak mendapat jawaban. Tsuyoshi berjalan dengan angkuhnya di iringi dua orang bodyguard meninggalkan Sachi di tengah kerumunan orang-orang yang menonton. Beberapa menunjukkan simpatinya yang lain merasa kasihan dan ada juga yang membenci Sachi karena menuduh idola mereka.


“Sudahlah, berhenti berteriak.” Seorang wanita berujar dengan sabar. Kau tidak punya saksi, kenapa kau berkeras bahwa dia menyentuhmu. Bagaimana bila dia menuntut? Kau bisa di penjara”
“Aku?” Sachi memasang wajah terkejutnya. ”Kenapa aku? Aku
disini korban”


“Tapi apa kau bisa membuktikanya?” Wanita itu menjawab lagi. Ia sangat tau bagaimana cara menghadapi anak seusia Sachi. Hal seperti ini pasti sering terjadi. Dia adalah menejer Tsuyoshi Hidaka.

Alice Kim. Sachi sering melihatnya muncul di TV bersama pemuda itu.
“Aku bisa bersaksi untuknya” Seorang pria menyahut membuat semua yang berada di tempat itu diam dan memandang kearah suara. Pria itu menyeruak dari tengah kerumunan sambil memakan Es krim yang berada di tangan kananya.“Aku melihat Tsuyoshi Hidaka Menyentuhnya”
“Aku juga” Wanita yang di sebelahnya ikut-ikutan buka suara.
Wanita yang di temui Sachi di Outlet kosmetik. Dan lelaki itu? Pria yang meminjaminya uang.
Sachi bernafas lega. Dirinya sangat beruntung.


“Kau?”Alice Kim berseru saat melihat bahwa wanita yang mau bersaksi mengenakan seragam pegawai. Tentu saja wanita itu bisa terkena ancaman pemecatan. Bukankah seharusnya dia menjaga nama baik supermarket ini? Tindakan jujurnya sangat membahayakan bagi dirinya.
“Saya Victoria, pegawai dilantai tiga. Anda ingin saya bersaksi disini sekarang juga?”
“Tidak-tidak” Alice Kim berujar sambil mengibaskan tanganya.

”Ikut aku keruangan direktur saja”

DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang