~~~ HAPPY READING~~~
Davis menatap kosong segelas tequila yang masih utuh karena tak disentuhnya sejak minuman itu disajikan di atas meja bar.
Otaknya pusing memikirkan sahabatnya yang semakin hari semakin parah. Pertengkarannya beberapa jam yang lalu bersama Asher kini malah membuatnya merasa bersalah. Sebagai sahabat, Davis hanya khawatir dengan kondisi Asher yang semakin hari terlihat tak bernyawa.
Semuanya karena Lily.
Padahal sudah setahun berlalu sejak Asher tak lagi bersama Lily, tetapi pria itu sama sekali tak kunjung berubah.
"Ash, udah cukup! Lo minum alkohol berapa botol?!" Tegur Davis sambil merebut botol alkohol yang ada di tangan Asher.
"Balikin." Ucap Asher dengan nada ketus.
"Cukup. Lo bisa mati, kalau kayak gini, Ash!" Davis masih berusaha mencegah Asher yang ingin mencoba membuka botol alkohol yang lain.
Mendengar ucapan Davis, gerakan tangan Asher terhenti, terbit sebuah senyuman sinis dari bibirnya, "Gak peduli."
"Ash. Lo sadar gak sih sama ucapan lo itu?!" Tanya Davis tak habis pikir, "Lo punya Intan, yang sekarang lagi berjuang di negara orang. Lo punya gue, dan lo punya anak-anak geng yang masih butuh sosok pemimpin disini. Lo gak ada tanggung jawabnya ya, kecewa gue."
Asher tak menjawab, mereka terdiam saling menatap, terlihat Davis geram. Perasaan frustasi yang menggantung di udara membuat suasana semakin berat.
"Gue tau Lily penting buat lo, Ash. Tapi masih banyak hal yang bisa lo pentingin tahu gak?! Apa hal itu gak bisa jadi sepenting--"
"Gak bisa, Dav!" Potong Asher cepat dengan mata sayu yang penuh keyakinan menatap arah jendela, "Lily sepenting itu buat gue."
Davis tak percaya bahwa temannya bisa sebodoh itu hanya karena cinta. Kekecewaan yang terpancar jelas dari raut wajahnya, membuat Asher hanya bisa menyinggung senyum kecil, seolah-olah menerima kenyataan pahit.
"Tanpa gue, Intan masih bisa hidup kok, dia masih punya ambisi dan impian. Gue yakin dia bisa bertahan. Anak-anak geng? Mereka masih bisa hidup selama organisasi ini masih ada. Dan lo tau apa persamaannya? Mereka masih bisa hidup tanpa gue, selama lo masih ada."
"Kenapa harus gue?! Lo--"
"Karena lo masih punya alasan untuk terus hidup, Dav. Gue enggak." Terlihat Asher menampakkan wajah yang penuh kepedihan seolah semua harapan telah hilang dan hanya menyisakan kehampaan.
"Bagi gue, Lily itu oksigen Dav. Tanpa oksigen, gimana gue bisa napas?!"
Davis terdiam.
"Tujuh, Dav. Tujuh kali gue kehilangan Lily di depan mata gue sendiri. Gue meluk mayat dia yang dingin. Bisa lo bayangin?" Tanya Asher sarkas.
"Lo tanya seberapa penting Lily buat gue? Sekeras gue memilih bertahan hanya untuk buat dia hidup di dunia ini."
"Gue sayang sama intan, gue juga senang punya lo sama anak-anak geng, tapi Dav...," Suara laki-laki itu tercekat, "Gue butuh Lily." Ucapnya putus asa.
Asher berjalan perlahan melewati Davis yang terdiam seperti patung. Setelah beberapa saat dalam keheningan, Davis akhirnya memutar badannya dan terkejut melihat sebuah pistol ditodongkan tepat di depan matanya.
"Gue kasih lo penawaran." Ucap Asher lalu menarik pelatuknya, mendengar itu Davis menelan ludah dan berusaha bertahan.
"Salah satu diantara kita, hanya satu yang bisa keluar dari ruangan ini hidup-hidup. Kalau lo bersikeras agar gue tetap hidup, lo berarti memilih mati sekarang. Gimana?" Tanya Asher dengan tenang. Tangannya seolah bersiap untuk segera menembak kepala Davis saat ini juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORIA (COMPLETE)
FantasyIni semua adalah tentang memoria (ingatan) dari kehidupan sebelumnya. Tapi bukan cerita pengulangan waktu, biasa. Tak pernah terpikirkan oleh Lily bahwa dirinya akan diberi kesempatan kedua untuk kembali hidup. Seumur hidupnya, hanya ia habiskan un...