"Jay, kita pulang saja. Sungguh aku tidak papa. Kramnya akan hilang." Ucap Mai mencoba membujuk Jay.
Gadis itu duduk di kursi roda, sedangkan Jay mendorongnya dengan wajah keras yang tidak bisa dibantah. Tadi setelah Jay berdiskusi dengan Bruno, lelaki itu mendapatkan rekomendasi Obgyn terbaik di Torino, yang merupakan teman sejawat Bruno. Sehingga setelah membersihkan diri Jay pamit terlebih dahulu untuk membawa Mai ke rumah sakit.
"Jay aku tidak papa sungguh." Mai masih coba membujuk kekasihnya.
Melirik singkat, Jay mengurus pendaftaran administrasi, lalu berjongkok dihadapan Mai. "Mengapa kau tidak pernah bercerita bahwa menstruasi yang kau alami semengerikan ini?"
"Karena aku sudah melewatinya selama dua belas tahun darling. Dan aku masih hidup dengan sangat cantik dihadapanmu." Jawab Mai sambil menangkup kedua wajah Jay yang terlihat kelelahan setelah pertandingan sore tadi.
Mencium hidung Mai singkat Jay mengambil kedua tangan Mai dan menggenggamnya. "Karena kau sudah melewatinya selama dua belas tahun sendirian. Maka mulai saat ini aku ingin memastikan dirimu tidak lagi merasakan sakitnya sendirian dan kita akan menghilangkan rasa sakitnya bersama-sama. Dan ini adalah langkah pertamanya. Okay? Bisakah kali ini kau menurutiku karena aku adalah calon suami mu?"
Hati Mai menghangat, bagaimana bisa Jay selalu bersikap semanis dan sebaik itu? Bahkan ditengah rasa lelah dan tekanan kerjanya dia bisa setenang dan sesempurna itu dihadapan Mai. Gadis itu mengangguk sebagai jawaban. Membuat Jay mengusap puncak kepalanya perlahan dan bangkit mendorong kursi roda menuju Poli Obgyn.
--
Wajah Mai menegang ketika dokter memasukkan alat USG transvaginal ke duburnya. Gadis itu mengerang menahan nyeri dan coba mengatur nafasnya agar dirinya merasa lebih baik.
"Kau belum pernah melakukan pemeriksaan ini sebelumnya?" Tanya Melisa, dokter rekomendasi dari Bruno.
Mai menggeleng, kemudian bangkit dan kembali mengenakan pakaiannya. Lalu berjalan tertatih untuk duduk kembali ke kursi roda. Bersamaan dengan masuknya Jay ke ruang pemeriksaan, karena sebelumnya lelaki itu diminta untuk menunggu diluar.
"Hasil pemeriksaan sudah bisa saya informasikan sekarang ya." Ucap Melisa yang diiyakan oleh Jay dan Mai.
Jay tampak menggenggam tangan Mai, mengusapnya perlahan. Seolah mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
Layar proyektor milik Melisa menampilkan gambar hasil USG yang dilakukan. Menunjukkan gambar hitam putih yang baik Jay dan Mai tidak memahami apa maksudnya.
"Miss Jumairah, memiliki dua buah miom berukuran besar di saluran tuba falopi dan di dinding rahimnya. Cukup besar dan dapat menyumbat saluran sperma. Rasa nyeri muncul karena peradangan miom ini ketika menstruasi terjadi."
Mai memucat, sedikit banyak mulai memahami kemana arah ucapan Melisa.
"Pengangkatan memang dapat dilakukan tetapi cukup beresiko karena Miss Jumairah belum pernah mengandung. Kami takut pengangkatan dapat merusak dinding rahim dan memperkecil kemungkinan untuk dapat digunakan untuk janin bertumbuh jika ada kehamilan terbentuk. Meskipun kehamilan yang terjadi mungkin sangat kecil."
Jay masih belum paham, tetapi mencoba mencerna perlahan setiap kalimat yang Melisa ucapkan. "Maksud anda Mai tidak bisa hamil?"
"Bisa hamil tetapi sangat kecil kemungkinannya dengan kondisi seperti ini dengan proses alami. Mungkin jika anda menginginkan kehamilan dapat melalui inseminasi buatan. Tetapi ada resiko gagal dan kemungkinan keguguran yang cukup besar."
Menggigit bibirnya, Mai merasa ada yang retak jauh didalam dirinya. Sebentar lagi hari pernikahan mereka akan digelar dan muncul kenyataan bahwa Mai kemungkinan tidak bisa mengandung.
--
Mobil Jay terasa hening selama perjalanan kembali dari rumah sakit. Mai sama sekali tidak membuka mulutnya. Gadis itu bahkan membuang wajahnya kearah jendela. Ketika Jay mencoba menggenggam tangannya, Mai juga melepasnya.
Dua puluh menit perjalanan menuju apartemen terasa sangat lama dalam keadaan seperti ini.
Jay membuka pintu penumpang, membawa tas milik Mai lalu memapah perlahan gadis itu. Ketika Jay bersiap menggendongnya Mai menolak dengan halus dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Dia ingin Jay menggandengnya alih-alih menggendong Mai.
Pintu apartemen terbuka, Mai melepas sepatunya lalu berjalan perlahan menuju kamar lain yang memang tersedia untuk tamu siapapun, membuat Jay mengerutkan dahinya.
"Kau mau kemana darling?" Tanya Jay.
Mai menoleh dan tersenyum tipis, "Aku ingin tidur sendiri malam ini Jay. Sampai jumpa besok pagi." Ucap Mai menutup pintunya.
Meninggalkan Jay yang masih berdiri mematung dengan tas Mai dipundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jay Idzes - Catch The Runaway Bride
FanfictionMenjelang hari pernikahannya bersama dengan Jay membuat Mai merasa gelisah. Apalagi ketika disadari bahwa Jay kini adalah lelaki bersinar, pesebak bola dengan jutaan fans wanita sekaligus pebisnis handal dengan berbagai kolega dengan sekretaris cant...