Jam menunjukkan pukul sepuluh malam ketika Jay melihat Mai tengah asik duduk di meja kerja milik Jay menggunakan kacamata dan sibuk membaca berbagai artikel di laptop Jay. Beberapa kali tangannya mengetik kalimat yang dia rasa bisa menjadi insight.
Sementara dari pintu kamarnya, Jay berdiri mengamati bagaimana Mai begitu menarik baginya. Jay yakin dia tidak pernah sejatuh cinta ini sebelumnya. Mai memiliki banyak ekspresi, mood dan berbagai hal baru yang Jay temui dari seorang wanita. Baginya Mai adalah buku yang dapat dia baca dan resapi setiap harinya tanpa membuatnya bosan.
"Apa yang kau baca darling sampai mengabaikan aku pulang?" Jay menghampiri gadis itu, meletakkan segelas air kelapa segar yang dia beli sepulangnya dari gym.
"Aaaaa terima kasih untuk oleh-oleh nya sayang." Ucap Mai menerimanya.
Mengangguk perlahan, Jay menggeser laptopnya untuk ikut membaca apa yang tengah Mai baca. Lalu menghela nafasnya berat. "Sudah sayang jangan dipikirkan."
"Jay, kita harus memikirkan mulai sekarang. IVF (bayi tabung) akan menjadi solusi satu-satunya bagi kita." Mai menjawab.
"Aku tidak ingin kau overthingking lalu membebani dirimu sendiri dengan masalah reproduksi kita Mai." Jay berbicara dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya.
Mendengar nada suara Jay membuat emosi gadis itu terpancing. "Kau tidak ingin punya anak dariku?"
"Bukan itu maksudku Mai. Tapi bisakah kita fokus menjalani hubungan ini, sampai kita menikah, kita nikmati waktu berdua? Kita usahakan dulu secara normal lalu baru kita pikirkan opsi lainnya?"
"Jay, semua sudah jelas aku tidak bisa hamil dengan pembuahan normal." Mai berdiri dari duduknya.
Menghembuskan nafasnya kasar, Jay mencoba meredam emosi. "Bukan tidak bisa Mai masih ada kemungkinan tapi kecil."
"Ya sama saja Jay. Aku ingin kita punya anak, dengan nama Idzes dibelakangnya. Bagaimanapun prosesnya. Terserah jika kau tidak menginginkannya." Mai meninggalkan Jay berpindah menuju kamar lain. Dan lagi mereka tidak tidur bersama malam ini.
--
Pagi ini mereka makan bersama tanpa sepatah kata. Koper Mai sudah siap di ruang tamu, gadis itu akan kembali ke Jakarta pagi ini.
Jay menatap Mai, dia tahu gadis itu marah karena pertengkaran mereka semalam. Sebenarnya Jay mengkhawatirkan kondisi mental Mai. Cintanya sedang menghadapi gempuran psikis bertubi sejak mereka menjalin hubungan. Mulai dari restu dari ayah Mai, kondisi kesehatan reproduksi gadis itu dan kemungkinan sulit hamilnya Mai.
"Bulan depan sepertinya aku akan ada panggilan timnas di Jakarta darling. Aku baru membaca pesannya pagi tadi." Ucap Jay mencoba memecah keheningan.
Mai mengangguk, "Baik, aku akan menjemputmu nanti."
"Untuk semalam. Aku minta maaf ya sayang. Aku salah karena terlalu terbawa emosi. Tapi sungguh aku tidak ingin kau memikirkan masalah itu sayang."
Mai mengangguk, "Ya aku tau Jay. Maaf karena memaksamu untuk punya anak."
Kenapa sih wanita pandai sekali memancing emosi para pria?
--
"Kau benar-benar tidak mau menatapku? Sebentar lagi kau akan meninggalkan ku ke Jakarta dan tidak ada senyuman atau pelukan untukku?" Ucap Jay saat keduanya berdiri didepan terminal keberangkatan.
Mai masih membuang mukanya tidak ingin menatap Jay.
"Bagaimana jika aku merindukanmu?" Lanjutnya saat Mai tidak memberi response.
"Darling~"
Mai menatapnya, "Iya maafkan aku. Suasana hatiku sedang gampang berubah."
Jay membuka kedua tangannya, memberi kode Mai untuk masuk ke pelukannya. Mengangguk perlahan, Mai melemparkan dirinya ke pelukan Jay. Gadis itu melesakkan mukanya pada dada Jay. Entah dari mana tiba-tiba menangis tersedu. Begitu banyak hal menghantui pikiran Mai menjelang hari pernikahan mereka.
Mai takut ini menjadi keraguan baginya untuk menikah dengan Jay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jay Idzes - Catch The Runaway Bride
FanfictionMenjelang hari pernikahannya bersama dengan Jay membuat Mai merasa gelisah. Apalagi ketika disadari bahwa Jay kini adalah lelaki bersinar, pesebak bola dengan jutaan fans wanita sekaligus pebisnis handal dengan berbagai kolega dengan sekretaris cant...