ENAM BELAS

505 54 6
                                    

Waktu berjalan begitu cepat. Mai dan Jay sudah melalui fase penanaman embrio didalam rahim Mai. Ada tiga embrio yang tim dokter tanam pada rahim Mai dan pagi ini adalah hari ke empat belas. Hari dimana Mai harus melakukan tes kehamilan untuk memastikan apakah embrionya dapat bertahan hidup dan berkembang di dalam rahim Mai.

Jay dan Mai berdiri di wastafel toilet di kamar mereka. Segelas urin Mai sudah tersedia, gadis itu menggenggam test pack, sedangkan Jay memeluk pinggang Mai sambil merapalkan doa berharap usaha mereka berhasil kali ini.

"Kau siap?" Tanya Mai, Jay mengangguk lalu memperhatikan Mai mencelupkan testpack ke dalam urinnya.

Menutup bagian yang menunjukkan hasil mereka berdua menahan debaran jantungnya yang terasa begitu mengganjal. Setelah satu menit mereka membuka hasilnya.

Baik Jay dan Mai menghembuskan nafasnya berat. "Tidak ada satupun yang berhasil tumbuh didalam rahimku darling." Mai menyandarkan kepalanya ke dada Jay.

"Tidak apa-apa sayang, ini bukan salahmu. Tuhan memang ingin kita berusaha semakin kuat." Jay mencium puncak kepala Mai.

"Maafkan aku Jay."

Mempererat pelukannya Jay tersenyum menenangkan, "kau tidak pernah salah darling."

--

Mai melamun menatap hujan yang sudah beberapa hari ini turun, rasanya cuaca turin tau benar betapa hatinya sedang gundah. Meskipun Jay selalu mendukung dan menenangkannya tapi hai, hati wanita mana yang tak patah ketika mengetahui bahwa dia gagal di proses IVF yang telah dia jalani.

Jay dan Sebastian sedang sibuk melakukan online meeting sejak sepulang latihan pagi tadi hingga malam ini, mereka melewatkan makan siang dan makan malam pun mereka bawa ke depan laptop. Sesekali Jay berlari dari ruang kerjanya menemui Mai, sekedar memeluk dan mencium istrinya, mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja lalu kembali berlari ke ruang meetingnya.

Mai membuka ponselnya melihat guliran instagram, masih saja ditemui postingan Emma yang mengandung selipan gambar Jay. Wanita itu memang minta dihajar Mai sepertinya.

Pintu terbuka, menampilkan Jay yang terlihat kusut dengan setelan kantornya. Lelaki itu berjalan menghampiri Mai, duduk di lengan sofa, menarik Mai agar bersandar di dadanya. "Kau pasti bersedih lagi ya?"

Mengangguk perlahan Mai bersandar pada dada Jay. "Bagaimana selanjutnya ya Jay?"

Mempererat pelukannya Jay mencium puncak kepala Mai, "Kau ingin kita mencobanya lagi? Aku mengijinkan dan akan mendukung sepenuh hati jika kau ingin kita berjuang lagi."

"Thanks darling for everythings." Keduanya berpelukan sambil menatap hujan yang turun semakin deras.

--

Tuscani, Italia

Malam ini memanfaatkan jeda kompetisi, Jay mengundang seluruh tim dan official Torino FC untuk makan malam bersama di mansion milik keluarga Idzes. Di mansion inilah Jay dan Mai pernah berkencan sebelum Mai akhirnya dijemput paksa oleh Pak Broto untuk kembali ke Jakarta.

Mai tersenyum mengingat betapa Jay sangat manis kala itu, dan baiknya kebaikan Jay masih bertahan dan malah bertambah sampai sekarang.

"Sayang bisa tolong menarik resleting gaunku keatas?" Tanya Mai, gadis itu sepakat mengenakan dress hitam senada dengan suite yang Jay kenakan.

Jay yang telah rapi menghampiri Mai, mengecup punggung terbuka Mai sebelum akhirnya menarik keatas resleting gaun Mai. "Ya Tuhan kau sangat sempurna sayang." Ucap Jay mengagumi Mai. Lelaki itu berkali kali mengecup bibir Mai takut merusak makeup paripurna istrinya.

"Kau juga sangat tampan suamiku." Jawab Mai.

Jay dan Mai berkeliling, lelaki itu memperkenalkan Mai sebagai istrinya yang sudah hampir satu tahun dia nikahi. Pandangan Jay menunjukkan bahwa dia begitu mendamba Mai, binar matanya seolah tak pernah padam saat membicarakan maupun menatap Mai.

Jay tengah berdiri dipertengahan tangga setelah berbicara dengan beberapa temannya, lelaki itu menunggu Mai yang sedang berada di toilet. Sebuah lengan tiba-tiba menggamit lengan Jay membuat lelaki itu menoleh.

Emma, dengan gaun berwarna champagne berbelahan dada rendah dan punggung terbuka, berdiri disampingnya memegang segelas wine produksi mansionnya sendiri.

"Kau begitu mencintainya ya sepertinya Jay?" Tanya Emma.

Mengangguk mantap Jay menatap Emma, "Tentu saja. Dia satu-satunya untukku."

Melepas lengannya dari lengan Jay, gadis itu menarik Jas yang Jay kenakan, mendekatkan tubuh Jaya padanya, meraba dada Jay dengan ujung jarinya, "Tapi dia kesulitan dalam memberimu keturunan kan? Jay, jika kau menginginkan anak, aku bisa dengan mudah memberikannya padamu." Ucap Emma menatap Jay.

Dari ujung tangga Mai berdiri menggenggam gelas berisi jus apel dengan matanya yang menusuk tajam.

Jay Idzes - Catch The Runaway BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang