DUA PULUH SATU

553 65 9
                                    

Waktu kematiannya pukul sembilan lima belas menit...

--

Tuscani, Itali

Jay dan Mai berdiri di kebun bunga tidak jauh dari perkebunan anggur yang ada belakang Masion mereka. Keduanya menggunakan pakaian serba hitam. Silih berganti rekan-rekan tim dan official menghampiri mereka, mengucapkan bela sungkawa. Ada beberapa pemain timnas Indonesia yang hadir, termasuk Vreya. Keluarga Idzes dan Keluarga Brotoasmoro juga hadir.

Eugene Idzes telah dipanggil kembali oleh Tuhan di usianya yang ke tiga hari. Menyisakan tangisan menyayat hati dari Mai dan tangis tanpa suara dari Jay.

Mereka berdua memesan peti terbaik untuk Eugene, didalamnya terdapat setelan baju bayi dan sepatu mewah yang telah dipersiapkan untuk baby photo shoot, namun belum sempat untuk Eugene kenakan.

Satu persatu tamu kembali ke rumah masing-masing menyisakan keluarga terdekat mereka. Mai dan Jay masih duduk bersama di sebuah sofa tidak jauh dari makam Eugene yang dipenuhi bunga-bunga cantik bermekaran, karena ini adalah musim semi.

Saling bersandar dan menguatkan, Jay dan Mai tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Mereka sedang mencoba menyelami betapa rasa kehilangan membuat keduanya trauma.

Jay menatap Mai saat menyadari bagian depan blouse hitam yang Mai kenakan basah. "Darling?" Ucap Jay.

Mengangguk ringan, air mata Mai menetes, "Asiku merembes sayang. Seharusnya Eugene minum asi ini."

Hati Jay mencelos, Tuhan nelangsa sekali rasanya mendengar ucapan Mai. Lelaki itu mengetatkan pelukannya, membiarkan Mai menangis dalam diam bersamanya.

--

"Bolehkah aku tetap disini sampai perasaanku membaik?" Ucap Mai di hari ketujuh kepergian Eugene.

Seluruh keluarga besar Idzes dan Brotoasmoro telah kembali ke rumah mereka masing-masing. Menyisakan Jay dan Mai yang masih tinggal di Mansion besar ini. Jay juga harus kembali ke Torino FC karena masa berkabung yang diberikan oleh Timnya sudah habis.

"Nanti kau akan semakin sedih jika aku meninggalkanmu sendiri disini." Jay khawatir dengan istrinya, bagaimana kehilangan telah menghapus senyum Mai satu minggu ini.

Menggenggam tangan Jay, Mai menatap dalam suaminya. Jambang dan kumisnya menebal, dia tidak bercukur beberapa hari ini, tidurnya pun tidak nyenyak, pun dengan makanan yang mereka makan. "Kau kembalilah ke Turin, fokuslah pada sepakbola dan bisnis. Aku akan menghabiskan waktu disini, ketika aku sudah lebih baik dan bisa berdamai dengan keadaan, aku akan memintamu menjemputku."

"Kau yakin?" Jay mengecup puncak kepala Mai.

Mai mengangguk, "Aku ingin menemani Eugene setidaknya sampai aku merasa lebih baik darling. Aku berjanji akan menjaga diriku disini."

Jay mengangguk, memeluk Mai dalam, berbagi rasa untuk menyembuhkan satu sama lainnya.

--

Matahari sore bersinar hangat, bunga-bunga menghiasi halaman belakang tempat Mai membaca. Hari ke dua puluh tujuh dari kepergian Eugene. Mai selalu menghabiskan hari-harinya untuk membaca, meminum teh, membersihkan makan Eugene, meletakan satu atau dua tangkai bunga yang telah dia jalin menjadi cincin kecil diatas malan Eugene.

Asi Mai sudah tidak keluar, satu hal yang membuat Mai lebih merelakan kepergian Eugene. Hatinya sudah lebih lapang ketika melihat berbagai serangga berterbangan diatas makam Eugene, membuat Mai yakin Eugene tidak akan kesepian.

"Hai Mommy, Daddy.."

Sebuah suara masuk menyusup ke dalam mimpi Mai, membuat gadis itu terbangun, menyenggol gelas tehnya hingga tumpah.

Mai terdiam, Eugene hadir dalam mimpinya, yang tertidur di sore hari. Melihat makan Eugene hatinya menghangat, ah putranya hadir dalam mimpinya. Setidaknya dia merasakan rasanya dipanggil Mommy meskipun dalam mimpi.

Jay harus tau.

Membuka ponselnya ada pesan masuk dari Jay, pesan pertama menanyakan kabar dan pesan kedua membuat Mai meneteskan air matanya.

Jay My Hero
Darling, you know what,
I hear Eugene calling out me Daddy and Mommy.

And I feel so happy.
I cry a lot remembering our son.
I love him so much ♡

Jay Idzes - Catch The Runaway BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang