Jam menunjukan pukul dua dini hari ketika Jay terbangun dari tidurnya. Lelaki itu tertidur di meja kerjanya bersama dengan tumpukan dokumen yang disiapkan Sebastian hari ini untuk dia konfirmasi sebelum di tanda tangani. Meneguk air mineral yang ada di mejanya, Jay bangkit berdiri meregangkan tubuhnya, lalu beranjak keluar untuk melihat Mai.
Mengetuk pintu kamar perlahan, Jay membukanya. Lelaki itu mendapati Mai duduk di sofa besar yang menghadap ke jendela yang menampilkan gemerlap kota Turin. Wajah manis Mai mendung, tidak terlihat keceriaan yang biasanya memenuhi dirinya.
Melangkah perlahan Jay berlutut di hadapan Mai. Lelaki itu menggenggam kedua tangan Mai. Tanpa kata Jay mencium tangan gadis itu mencoba menyalurkan ketenangan. Jay memang tidak tahu perasaan Mai saat ini, yang dia tahu apa yang disampaikan Melisa malam tadi sudah memecah ketegaran Mai.
"Darling, kau memiliki aku untuk menangis bersama bukan. Tidak perlu menahannya. Kau boleh menangis sebanyak yang kau mau bersamaku." Ucap Jay menatap dalam mata Mai.
Bulir-bulir air mata mulai menetes, membasahi pipi Mai. Tetesannya terjatuh dari dagunya membasahi tangan Jay yang menggenggam tangan Mai. Gadis itu menangis sejadi jadinya menumpahkan semua keresahan yang dia rasakan. Membayangkan kemungkinan terburuk yang akan dia terima di masa depan membuatnya merasa lemah dan tidak mampu mengatakan apapun. Hanya suara isakan yang semakin kencang keluar dari bibirnya.
Bagaimana jika aku tidak bisa memberi keturunan untuk Jay.
Jay menegakkan tubuhnya, lalu memeluk Mai yang semakin tergugu dengan tangisnya. Tangannya mengusap lembut punggung Mai, dadanya menopang wajah Mai dan bibirnya tak henti mencium puncak kepala gadis yang dia cintai sepenuh hati.
--
"Tolong mundurkan meeting pagi ini ya. Mungkin setelah makan siang. Mai sedang membutuhkanku."
Suara Jay terdengar dan membangunkan tidur Mai pagi ini. Semalam setelah menangis sepuasnya Mai tertidur dalam pelukan Jay. Mereka tidur bersama dengan suasana hati yang kurang baik.
Jay berbalik dan tersenyum mengetahui Mai sudah bangun dengan mata sembabnya. Lelaki itu segera memakai kaosnya dan menghampiri Mai. Memeluk dan mencium kening gadis itu. "Selamat pagi darling. Kau sudah lebih baik?"
Mengangguk kecil Mai bersandar pada headboard tempat tidurnya. Tangannya memainkan jemari Jay.
"Ada apa darling?" Tanya Jay.
Air mata Mai kembali menetes, "Semalam aku memikirkan sesuatu."
"Kau ingin aku mendengarnya?"
Mengangguk kecil, Mai memutuskan membagi keresahannya. "Jay, kau dengar kata Melisa semalam? Sepertinya aku tidak bisa memberimu anak nanti."
"Lalu?" Jay menatap Mai dalam menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya.
"Memang kau tidak menginginkan anak?" Tanya Mai.
Jay tersenyum lembut, mengusap air mata Mai. "Aku lebih menginginkan hidup denganmu jika boleh memilih. Jika Tuhan tidak mentakdirkan anak untuk kita bukan masalah bagiku."
Air mata Mai semakin menetes.
"Aku mencintaimu Mai, dengan atau tanpa anak nantinya. Kau tidak perlu khawatir aku meninggalkanmu darling. Karena aku tidak akan pernah melakukannya."
"Silsilah keluarga Idzes akan berhenti jika kau menikahiku." Jawab Mai frustasi.
Jay menggeleng perlahan, "Kita akan usahakan dengan berbagai cara jika kau ingin kita memiliki anak nantinya. Tapi jika Tuhan bilang tidak, maka percayalah padaku tidak akan ada yang perlu dikhawatirkan.
Jika kau memikirkan siapa yang akan meneruskan seluruh bisnis keluarga Idzes, calon suamimu yang sangat hebat ini akan memikirkan bagaimana caranya. Kau hanya perlu tetap sehat dan bahagia mendampingiku selamanya."
Mai kembali menangis, air mata gadis itu seperti tiada habisnya sejak semalam. Jay begitu mencintainya, bahkan dia tidak goyah sama sekali dengan kenyataan yang mungkin akan mengecewakan keluarga besar mereka.
Lelaki itu memeluk Mai, membiarkan Mai kembali menangis dipelukannya.
"Mai, aku hanya ingin kau tetap sehat, bahagia dan hidup denganku sampai kita menua bersama. Jika kau khawatir tidak ada yang mengurus kita nanti saat kita menua. Akan ku pastikan kita punya cukuo uang untuk membayar perawat bagi kita." Ucap Jay mencoba melucu untuk menghibur Mai.
Gadis itu melepas pelukannya lalu menatap Jay. "Jay, belum terlambat bagi kita untuk membatalkan pernikahan ini jika kau menginginkan wanita sehat untuk kau nikahi.
Aku tidak apa-apa jika kau membatalkan pernikahan kita Jay."
Tidak ada jawaban apapun dari Jay, lelaki itu hanya menggenggam tangan Mai semakin erat lalu menciumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jay Idzes - Catch The Runaway Bride
FanfictionMenjelang hari pernikahannya bersama dengan Jay membuat Mai merasa gelisah. Apalagi ketika disadari bahwa Jay kini adalah lelaki bersinar, pesebak bola dengan jutaan fans wanita sekaligus pebisnis handal dengan berbagai kolega dengan sekretaris cant...