Mobil sport Jay memasuki halaman dengan cepat, lelaki itu memarkirnya sembarangan. Mengambil tas-nya Jay berlari memasuki Mansion, mencari dimana istrinya berada. Ini adalah hari ke empat puluh lima kepergian Eugene. Kemarin Mai menelponnya, mengatakan dia merindukan Jay dan ingin lelaki itu menjemputnya setelah latihan atau pertandingan yang Jay lakoni berakhir.
Berlari menuju belakang Mansion, dia menuju ke makam Eugene, yakin Mai ada disana. Benar, istrinya tengah membersihkan daun-daun gugur disekitar Makam putra mereka. Mai terlihat lebih ceria dengan dress biru muda dengan rambutnya yang dijalin cantik dengan pita senada. Wajahnya sudah tidak sembab. Terdengar senandung ringan dari bibir Mai.
Jay diam, tidak ingin mengganggu aktivitas Mai. Sembari menikmati betapa Mai terlihat lebih segar setelah semua kejadian buruk di musim semi tahun ini. Jay pun merasa lebih baik ketika melihat istrinya tak lagi bermuram menghadapi kenyataan yang begitu kejam mewarnai musim semi mereka.
Mai berdiri dan berbalik, senyumnya terkembang sempurna melihat Jay berdiri dengan setelan kaos dan celana pendeknya. Menepuk kedua tangannya yang kotor terkena debu, Mai berjalan menghampiri suaminya. Berlari keci dan melemparkan tubuhnya ke dada Jay setelah merentangkan kedua tangannya.
"Darling, aku merindukanmu!" Seru Mai.
Memeluk erat istrinya, Jay tidak mampu mengatakan apapun. Dia bersyukur Mai masih tetap tegar dan dapat kembali ceria. Karena Jay tahu diantara semua yang berkabung, Mai-nya lah yang paling hancur.
Eugene mereka dapatkan dengan proses yang panjang, melibatkan berbagai kondisi kesehatan Mai, terlahir dengan banyaknya darah yang dikeluarkan oleh Mai, lalu kembali dipanggil Tuhan dalam kondisi Mai belum sempat memeluknya. Tapi dari itu semua, Jay jadi mengerti bahwa mungkin menurut Tuhan mereka belum layak menjadi orang tua. Sehingga Tuhan memilih menjaga Eugene untuk mereka.
"Aku juga sangat merindukanmu darling." Sebuah ciuman mendarat dalam di kepala Mai. "Apa kabarmu? Bagaimana perasaanmu?"
Mengangguk, Mai tersenyum, menggandeng Jay untuk mendekat ke makam Eugene. "Aku sudah merelakan semuanya darling. Hari ketika asi-ku tidak menetes lagi, adalah hari dimana aku menyadari bahwa Tuhan mengambil alih tugasku untuk menyusui Eugene. Karena ada banyak air susu di surga bukan untuk Eugene?"
Kembali mempererat pelukannya pada Mai, masih ada rasa teriris yang mereka rasakan jauh didalam lubuk hatinya.
"Jay, aku mengalami trauma atas kehilangan ini. Jadi apakah boleh aku berhenti berusaha untuk memberimu keturunan?" Ucap Mai menatap kedua bola mata Jay dalam.
--
Jay dan Mai bagai dua orang yang sedang menyembuhkan luka mereka bersama. Dibawah hembusan angin beraroma bunga liar, malam ini mereka makan bersama dibawah cahaya rembulan. Sepotong steak dan segelas wine menemani mereka. Jay sengaja memutar musik romantis untuk menemani mereka.
"Ya Tuhan sudah lama aku tidak meminum wine!!!" Seru Mai, gadis itu cantik dengan gaun bodycon miliknya, tubuhnya yang hampir setahun belakangan membengkak karena Promil, kehamilan dan pasca hamil terlihat kembali ke bentuk semula. Apalagi setelah hari-hari berat saat kehilangan Eugene membuat gadis itu mengalami penurunan berat badan drastis.
Jay tersenyum, lelaki itu menyesap wine miliknya. "Tetaplah hidup sehat sayang. Jangan hanya karena sudah tidak promil, tidak menyusui kau bisa makan dan minum apa saja sesukamu."
Mai tertawa ringan, "Tentu saja. Aku ingin terus hidup sehat agar bisa mendampingimu sampai kapanpun."
Mengecup punggung tangan Mai, lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari kantong Jas-nya. Buku rekening salah satu bank ternama di Swiss. "Hadiah untuk istriku karena telah melahirkan Eugene untukku."
Mai menilik isinya, kemudian tertawa karena terlalu banyak angka nol tertulis disana. "Aku jadi ingin hamil lagi melihat ini." Ucapnya. "Terima kasih sayang. Kau tidak perlu melakukan ini. Eugene hadir karena kita menginginkannya bukan?"
"Tapi aku rasa kau layak menerimanya, diantara kita kaulah yang berjuang paling keras." Jay tersenyum.
Lelaki itu berdiri meninggalkan Mai, mengambil sebuah Map yang dia tinggalkan didalam mobil siang tadi. Segera setelah dia kembali, Jay duduk disamping Mai, membukanya.
"Dua bulan lagi, kita bisa membuka yayasan untuk anak terlantar, berkebutuhan khusus, anak dengan kondisi kesehatan rentan dan anak-anak yang membutuhkan pertolongan. Aku sudah mengurusnya lewat tim legal kita. Sudah resmi terdaftar secara hukum di Indonesia. Aku sudah membeli rumah untuk pusat penampungannya. Bulan ini aku akan membuka lowongan untuk para pengasuh dan staff nya." Jay menerangkan dengan serius, membuat Mai teringat betapa seriusnya Jay setiap kali mengikuti meeting dengan Sebastian.
Menatap Jay kagum, Mai justru menitikkan air matanya. Bagaimana bisa dia menemukan suami sesempurna ini?
Mai memeluk Jay, berterima kasih atas segala yang Jay lakukan untuknya.
Ketika makan malam akan berakhi, Jay mengajak istrinya berdansa diatas rumput yang menggelitik kaki telanjang mereka. Mai menyandarkan kepalanya pada dada Jay. Menikmati pelukan hangat suaminya, mendengarkan alunan musik dan gemerisik dedaunan.
Jay mencium lembut puncak kepala Mai, lalu beralih memagut singkat bibir istrinya. Menatapnya penuh cinta, kerinduan dan rasa lega karena mereka berhasil melewati luka ini bersama.
"Darling, May I have you tonight?" Tanya Jay lembut yang dijawab dengan senyum manis dan anggukan ringan Mai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jay Idzes - Catch The Runaway Bride
FanfictionMenjelang hari pernikahannya bersama dengan Jay membuat Mai merasa gelisah. Apalagi ketika disadari bahwa Jay kini adalah lelaki bersinar, pesebak bola dengan jutaan fans wanita sekaligus pebisnis handal dengan berbagai kolega dengan sekretaris cant...