Sebelum pulang, kedua anak kembar itu memutuskan bermain sebentar di dekat jatuhan air terjun, Injun duduk di atas batang pohon jatuh setelah mengikat kudanya tak jauh dari mereka. Sementara Renjun berjongkok, tangannya mulai bermain air.
"Tadi Jeno mengatakan ingin mengajakku kemari." Ujar Renjun sembari memperhatikan aliran air, lalu perlahan merasakan keinginan untuk memainkan cipratan air— Jeno begitu mengenalnya hingga tau apa yang akan ia sukai disini.
"Kenapa kau justru pergi denganku?" Tanya Injun sembari bertopang dagu, melihat adik kembarnya yang kini menggerakkan tangannya untuk menjadikan cipratan-cipratan air menjadi kelopak bunga halus yang berterbangan.
Renjun tersenyum melihat hasil kerjanya. "Nanti aku akan kemari dengannya, tapi aku ingin melihat-lihat dulu tanpanya."
Injun mendengus mendengar keinginan aneh Renjun.
"Ia selalu terlihat berusaha membuatmu senang." Komentar Injun terhadap sikap Jeno, nadanya tak terdengar seperti pujian ataupun sindiran. Injun mengatakannya dengan acuh tak acuh.
Dan Renjun yang mendengar hal itu tersenyum sumir diantara permainan tangannya di dalam air, tanpa menyahut ucapan sang kakak.
Karena melihat Renjun yang sejak tadi memainkan sihir Avalon miliknya, Injun pun mengikutinya dengan memainkan sihir Whispering nya. Kepalanya menunduk menatap apa-apa yang ia pijak di hutan itu, kemudian tangannya menyentuh lembar daun yang tak jauh di kakinya.
Matanya melihat Renjun yang masih sibuk dengan permainannya, dan Injun pun tersenyum geli memikirkan apa yang akan ia lakukan padanya. Bibirnya mendekat pada lembaran daun untuk berbisik, memerintahnya menghampiri Renjun.
Daun itu terbang mengelilingi tubuh Renjun, si bungsu yang menyadari ulah kakaknya pun hanya tersenyum sebelum Renjun pun menjadikan daun tersebut dikelilingi cahaya biru yang cantik.
Injun tersenyum senang melihatnya.
Renjun beranjak dari tempatnya untuk menghampiri Injun. "Tadi Jaemin tak terlihat ke istal, ia tak pulang?" Tanya Renjun mengingat tadi saat mereka hendak pulang, Jaemin tak seperti mereka dan Jeno yang mengambil kuda ke istal.
Sebuah anggukan Injun berikan. "Ia bilang akan ke perpustakaan sebentar."
"Biasanya kalian bersama." Ujar Renjun.
"Aku tak mungkin membiarkanmu pulang sendiri dengan kudamu yang sedang tak baik." Injun mengatakan alasannya tadi tak mengikuti Jaemin.
Renjun mendengus. "Kau harusnya tak usah terlalu memikirkanku, kakak." Kikiknya di akhir kalimat.
Dan Injun ikut terkekeh mendengar panggilan tak biasa itu.
Setelah mereka cukup lama bermain disana, Injun yang lebih dulu menyadarkan tentang waktunya mereka untuk pulang. Karena jarak dari sana ke rumah mereka tak terlalu jauh, maka keduanya memutuskan untuk berjalan kaki sementara kudanya cukup dipegang tali kekangnya oleh Injun.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi itu Jeno sengaja berangkat lebih awal dari rumahnya, untuk mengunjungi kediaman kekasihnya. Meski ia tau bahwa Renjun akan menolak ajakan berangkat bersamanya, ia akan tetap mencoba datang kesana—setidaknya ia bisa menemui orangtua kekasihnya itu.
Dan begitu sampai di halaman rumah bergaya victorian itu, Jeno bisa melihat dari salah satu jendela lantai dua ada Renjun yang terlihat masih disana dengan merapihkan bajunya sembari menatap cermin, yang ia ketahui memang terletak tepat di tembok di samping jendela kaca kamar anak itu.
Jeno melipat tangannya di depan dada, sementara matanya menatap sosok Renjun yang belum menyadari keberadaannya. Hingga dalam beberapa menit kemudian Renjun menyadarinya, dan terlihat menghela napas begitu melihatnya.
"Kenapa kemari?" Renjun sangat jarang berteriak-teriak, bahkan dari jarak dirinya yang di lantai dua dengan Jeno yang dibawah, anak itu hanya menaikan sedikit nada bicaranya dari biasanya.
"Sudah aku katakan kau tak perlu kemari, aku akan membawa kuda lain." Lanjut Renjun.
Jeno terkekeh melihat dahi Renjun yang berkerut kesal. "Kita bisa pergi bersama." Sahut Jeno santai.
Renjun terlihat berdecak. "Aku bersama dengan Injun." Kukuhnya.
Dan Jeno kembali menjawab. "Bertiga, Renjun." Setelah itu ia bisa melihat Renjun yang mendengus dan mendelik padanya, sementara Jeno tak terlihat tersinggung.
"Aku akan menyiapkan kudamu." Saat Jeno hendak berjalan ke area belakang rumah Renjun, Renjun yang hendak menutup pintu kembali menatap Jeno dengan raut memperingatkan.
"Jangan ke belakang." Ujar Renjun. "Aku tak mau kau salah menginjak taman."
Jeno pun tertawa seketika.
Setelah terlihat Renjun yang berjalan di dalam kamarnya, Jeno pun memutuskan menuju pintu utama untuk mencari orangtua Renjun dan menyapanya.
Pintunya sudah terbuka karena memang di pagi hari menjadi waktu anak kembar itu berangkat, dan ketika Jeno sampai di ambang pintu ia melihat Injun yang tengah mengambil buku di rak yang ada di dekat tangga.
Injun sempat menoleh padanya, sepertinya penasaran dengan siapa yang datang. Dan tatapan itu hanya sekilas, dan juga hanya terlihat raut datar di wajah yang mirip Renjun itu.
Jeno tak tersinggung dengan raut yang ditampilkan Injun, karena biasanya pun ia mendapat hal itu setiap berpapasan dengannya. Ia pikir Injun itu kadang begitu mirip Jaemin, begitu datar dan dingin.
Yang tak Jeno sadari adalah, memang Injun bersikap seperti itu hanya padanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_______
Maaf ya baru bisa update lagi..
Untuk latar tempatnya ini aku pake kayak di tulisan" kingdom ku ya,