2. Towards

1.8K 222 58
                                    

"Renjun, kau belum berangkat?" Tanya Injun dengan tangan yang membuka kamar yang terletak berseberangan dengan kamarnya itu.

Di dalam ruangan itu ada Renjun masih berhadapan dengan cermin miliknya dan langsung menoleh ketika pintu kamarnya dibuka.

"Belum, aku akan turun dalam beberapa menit." Jawab sosok bersurai putih itu.

Injun mengangguk mengerti. "Aku dibawah kalau begitu."

Sebelum Injun menutup pintu, Renjun menahannya dengan memanggilnya.

"Tadi mama menemukan kacamatamu di dekat perapian, dan dia memindahkannya ke meja dekat pintu agar kau tak sulit mengambilnya saat berangkat." Ujar Renjun.

"Ah, iya. Semalam aku membaca buku di dekat perapian." Sahut Injun.

Memang sesekali injun perlu memakai kacamata untuk membaca, karena jika tidak ia harus menyipitkan matanya untuk mengerti apa tulisan yang ada di hadapannya. Berbeda dengan Renjun yang baik-baik saja tanpa kacamata sekalipun, dan juga memang sejak kecil Renjun tak begitu menyukai membaca seperti Injun.

"Aku harusnya segera mengubah buku-bukumu menjadi kelopak bunga yang cantik." Renjun kadang merasa suntuk hanya dengan melihat kakaknya itu memiliki jatah bacaan berbeda setiap harinya.

Tapi syukurnya Injun bukan sosok kutu buku yang nyaris lupa sekitar, saudaranya itu masih terbilang wajar dalam menyukai buku. Tapi memang jika dibandingkan dengannya, sangat jauh berbeda. Karena ia akan membuka buku jika diperlukan saja.

"Berhenti mengubah banyak hal menjadi benda-benda kesukaanmu." Dengus Injun dengan geli, karena ia kadang tak habis pikir dengan kegemaran saudaranya dalam menjadikan benda yang ia rasa tak ia sukai untuk menjadi apa yang ia pikir cantik.

Pernah suatu hari Renjun melihat busur panah besar milik papa di dekat tangga, dan karena ia pikir itu begitu mengganggu tempatnya berlalu lalang anak itu dengan seketika mengubahnya menjadi pohon hias.

Papa sampai dibuat kebingungan mencari busur panahnya kala ia kembali, tapi begitu ia memberitau bahwa Renjun yang menyingkirkannya. Papa pun hanya bisa menghela napas paham dengan kelakuan anak bungsunya.

Renjun mengernyit, lalu menggeleng tanpa pikir panjang. "Tentu saja tidak bisa, menyenangkan melakukan itu." Dan kekehannya terdengar ketika melihat kakaknya memejamkan matanya sekilas, tanda kehabisan akal memberitaunya.

Jarak dari rumah mereka ke gedung Xyrenys tak sejauh itu, tapi juga tentu saja bukan jarak yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Kedua saudara kembar itu terbiasa menunggang kuda masing-masing untuk menuju ke tempat mereka bersekolah.

Injun mengusap-usap tubuh kudanya sebelum ia mulai melompat naik ke atas punggung kuda, dan menyaksikan bagaimana adik kembarnya tengah mengusap bagian antara mata kuda dan melakukan kontak mata cukup lama dengan kudanya sebelum melompat naik juga ke atas punggung kuda.

"Ia baik-baik saja, Renjun?" Tanya Injun setelah menyadari adiknya memperhatikan kudanya tak seperti biasanya.

Renjun menoleh pada kakak kembarnya. "Kemarin aku melihatnya di istal dan terlihat sedikit lebih diam dari biasanya."

"Kalau begitu harusnya kau menggunakan kuda lain." Injun menyarankan dengan cepat.

"Saat aku hendak memilih kuda, ia terus mengikuti pergerakanku, ingin aku membawanya." Renjun mengatakan alasannya tetap membawa kuda itu.

Mata si kakak melirik kuda yang ditunggangi adiknya. "Panggil Judy untuk memeriksanya."

Judy adalah wanita yang bisa memeriksa dan memastikan kondisi kuda-kuda di istal keluarganya baik-baik saja.

Elderspire ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang