Luka yang Injun alami berupa luka di bagian kaki dan itu cukup dalam, ia sepertinya jatuh saat berada di avalon. Renjun belum bisa menanyakan tempat jatuhnya Injun dimana, karena saudaranya tak sadarkan diri tepat ketika ia sampai di rumah—seolah semua tenaganya ia habiskan untuk berusaha pulang.
Seingat Renjun di avalon tak terlalu banyak tempat berbahaya, pasti ada penyebab lain Injun sampai terluka seperti itu.
Apapun itu penyebabnya, pokok utama yang ingin Renjun selesaikan saat ini adalah perjodohan yang ada antara Injun dan Jaemin.
"Papa, tolong percaya padaku kalau perjodohannya tak akan berhasil." Renjun sengaja menemui papanya langsung setelah melihat keadaan Injun.
Dirinya benar-benar tak membiarkan terlalu banyak waktu terbuang untuk segera membicarakan pembatalan perjodohan yang ia harapkan.
Karena semakin diingat lagi memang Renjun kerap melihat murungnya Injun setelah menemui Jaemin, yang artinya memang Jaemin tak pernah sebaik itu pada Injun.
Papanya memijat pelipisnya mendapati anak bungsunya terlihat begitu menggebu-gebu. "Renjun, Injun sendiri yang mengatakan kalau ia tak keberatan dengan perjodohannya, ia menyukai Jaemin."
"Lalu bagaimana dengan Jaemin sendiri? Kau tak penasaran bagaimana perasaan Jaemin?" Sahut Renjun dengan cepat dan raut tak sabaran.
"Aku sebenarnya tak peduli apa Jaemin keberatan atau tidaknya dengan perjodohan itu, tapi jika ia keberatan dan itu justru berimbas pada sikapnya pada Injun, aku merasa bahwa pendapat Jaemin juga penting."
"Jaemin hanya membiarkan Injun mempertahankan hubungan mereka sendirian, Injun bahkan kemarin sudah mengatakan kalau Jaemin terlihat tak menyukainya."
"Kau tak memikirkan bagaimana perasaan Injun mendapati orang yang ia suka terlihat nyata tak balas menyukainya?" Renjun menelan salivanya, memejamkan matanya mencoba menetralkan deru napasnya yang ikut berantakan karena emosinya yang semakin meluap ketika diutarakan.
"Papa..." Renjun menghela napasnya, melihat papanya juga termenung.
Tuan Huang menatap anak bungsunya. "Kita tunggu sampai Injun bangun saja."
Sementara Renjun langsung berdecak, ia khawatir kalau Injun justru tak sepemikiran dengannya. Karena bagaimana pun ada kemungkinan saudaranya itu akan menolak pembatalan itu mengingat bagaimana ia begitu menyukai Jaemin.
Tapi jika mengingat lagi bagaimana cara Injun mengatakan padanya tentang Jaemin yang terlihat tak menyukainya, saudaranya itu terlihat pasrah juga dengan hubungan itu.
"Kapan pertemuan dengan keluarga Na itu? Aku tak segan mengatakan kelakuan Jaemin pada keluarga mereka." Renjun benar-benar gemas sendiri ingin membongkar kelakuan buruk Jaemin.
"Kau jangan melarangku, papa." Renjun menatap papanya yang terlihat hendak menegurnya.
Renjun tentu sebegitunya dalam membela Injun, ia selalu menjadi yang paling marah jika mengetahui ada yang membuat saudaranya sedih, ia selalu menjadi yang paling tak suka mengetahui ada yang membuat saudaranya tak nyaman.
Hal itu karena Renjun merasa bahwa ia dan Injun hanya bisa saling mengandalkan satu sama lain, untuk membela dan saling melindungi.
Jeno dan Jaemin yang masih berada di kediaman anak kembar itu, kini duduk di ruang tamu yang terasa lebih hening dari biasanya. Karena masih ada sisa atmosfer kekhawatiran orang-orang ketika Injun tadi datang dengan luka di kakinya."Melihat bagaimana marahnya Renjun, kau seharusnya mulai sadar kalau sikapmu pada Injun terlalu tak berperasaan." Ujar Jeno tiba-tiba.
Jaemin yang mendengar hal itu hanya mendengus lalu menatap Jeno dengan sebelah halis terangkat.
"Wajar Renjun sampai yang paling kukuh ingin membatalkan perjodohan kalian." Lanjut Jeno tanpa terpengaruh raut tak terbaca milik Jaemin.
"Aku tak keberatan kalau perjodohannya dibatalkan." Ujar Jaemin setelah beberapa saat.
Jeno menatap Jaemin dengan raut tak menyangka, bahwa ternyata memang Jaemin setidak peduli itu pada hubungannya dengan Injun, Jaemin tak memiliki keinginan sedikitpun untuk mempertahankan Injun?
"Ketika Renjun mengatakan aku tak sebaik itu untuk Injun maka itu artinya memang seperti itu. Renjun bukan orang yang berpikiran dangkal, ia pasti mengambil keputusan yang memang menurutnya baik." Jaemin melanjutkan dengan suara tenang.
Ini mungkin kalimat paling panjang yang ia katakan, karena ia merasa pembicaraannya dengan Jeno ini memang memerlukan lebih banyak kalimat yang perlu ia sampaikan.
"Renjun tak mungkin mengambil langkah salah, apalagi ini untuk saudaranya." Kata Jaemin.
"Ia bukan orang yang hanya memikirkan emosinya sendiri, Renjun selalu mementingkan perasaan dan bahagia oranglain." Meski Jaemin hanya sering berinteraksi dengan Injun, tapi ia juga kerap mendengar banyak cerita dari Injun tentang bagaimana karakter saudara kembarnya.
Hal itu membuat Jaemin pun jadi ikut mengenal Renjun, menebak bagaimana isi pikiran Renjun.
Jeno menatap Jaemin, kemudian mendengus singkat. "Kau begitu tepat dalam membaca Renjun, kurasa kau lebih pandai mendeskripsikan oranglain daripada mendeskripsikan dirimu sendiri." Sindirnya pada sikap dingin Jaemin.
Tapi Jaemin tak terpengaruh, ia justru seolah mendapat jalan untuk balas menyindir. "Ya, bukankah mengomentari sikap oranglain lebih mudah dari pada melihat apa yang diri sendiri lakukan?"
"Seperti yang kau lakukan, menemukan semua burukku tanpa menyadari kau juga tak jauh dari kata buruk itu sendiri." Jaemin tersenyum tipis.
____________
Kalau keburu nulis dan gak ketiduran, aku update lagi sebelum tengah malem ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Elderspire ✔
Fiksi PenggemarNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] ⚠️ bxb mature