Pembicaraan antara Jeno dan Jaemin berujung dengan hening sekaligus tegang. Jaemin yang terlihat menantang Jeno dalam kalimatnya, juga Jeno yang mulai merasa terdesak.
Hingga kemudian terdengar suara pekik kesakitan membuat Jeno dan Jaemin menoleh terkejut ke sumber suara, apalagi mereka juga merasakan sebuah energi yang tak seharusnya ada di sekitar kediaman Renjun dan Injun.
Suara itu berasal dari kamar Injun, Jaemin yang paling cepat beranjak dan berlari ke kamar Injun. Pintu kamar itu sudah terbuka dan ada Renjun yang terlihat tengah membantu saudaranya bangun menuju ranjang.
Jaemin melangkah masuk, ia baru saja membuka mulut hendak menanyakan apa yang terjadi namun Renjun lebih dulu bersuara.
"Akan lebih baik kalau kau keluar."
Mendengar hal itu seketika Jaemin diam dan menghentikan langkahnya. "Renjun—" Jaemin hanya ingin melihat keadaan Injun tapi Renjun benar-benar tak membiarkannya.
Dengan posisi Jaemin yang berdiri beberapa langkah setelah pintu masuk, Renjun membaringkan Injun di ranjang yang jaraknya berseberangan dengan pintu membuat Jaemin kesulitan untuk sekedar mencuri lihat pada Injun. Renjun benar-benar menghalangi menglihatannya.
"Tidak, Jaemin." Renjun menolehkan kepalanya pada Jaemin untuk mengisyaratkannya kembali keluar.
"Aku bisa melakukan apapun kalau kau berani melanjutkan langkahmu." Renjun kembali memperingatkan.
Jaemin menelan salivanya, sekarang untuk melihat Injun pun ia tak diberi izin. Tapi ia tak bisa memaksa ketika Renjun benar-benar terlihat serius dengan ucapannya.
"Aku harap ia baik-baik saja." Jaemin hanya mampu mengatakan itu sebelum kembali keluar kamar.
Tadinya ia pikir permasalahan ini hanya akan Renjun saja yang memperpanjangnya, ia pikir Injun masih akan bisa ia temui dan lihat semaunya.
Tapi ternyata beberapa hari setelah itu ia mendengar kabar dari orangtuanya kalau memang keluarga Huang tak menginginkan kelanjutan dari perjodohan itu.
Mamanya yang paling kecewa pada Jaemin karena dianggap tak bisa menjalankan apa yang kakek mereka minta sebelum meninggal dulu.
Sementara Jaemin memang tak masalah dengan pembatalan itu, sesuai apa yang ia katakan pada Jeno kala itu.
Tapi yang membuatnya berat adalah kenyataan bahwa Injun jadi lebih jauh darinya.
Jika biasanya Injun bisa ia temui setiap hari, sekarang setelah kabar permintaan pembatalan itu datang ia belum pernah bertegur sapa lagi dengan Injun.
Anak itu terlihat nyata menjauh darinya, dan itu jelas membuat Jaemin kehilangan.
Jaemin selalu suka setiap paginya yang diawali dengan bertemu wajah cantik Injun yang memberinya senyum indah, Jaemin selalu suka setiap melihat raut anak itu saat bercerita. Dan Jaemin selalu suka setiap tangannya bisa menyentuh halusnya surai kecoklatan milik Injun.
Tapi ia justru tak pernah bisa mengungkapkan bagaimana besarnya rasa sukanya pada Injun, ia tak pernah pandai mengatakan apa yang ada dalam benaknya dalam bentuk kalimat.
Salah satu alasan ia mengikuti kelas sihir inkwell juga agar dirinya lebih bisa mengatakan apapun yang ingin ia sampaikan pada Injun dalam setiap kata dan cerita. Jaemin ingin bisa mengatakan hal-hal baik untuk Injun, ia ingin pandai mengungkapkan perasaannya dengan sebuah kalimat dan perkataan.
Dan ternyata semua itu tetap sulit untuk Jaemin, maka dari itu ia kadang memilih menghindari Injun untuk mengurangi rasa bersalahnya karena ia yang hanya selalu banyak diam ketika bersama Injun. Ia yakin pasti ada waktu dimana Injun pun tersinggung dengan sikap dinginnya, karena itulah ia lebih suka menghindari banyaknya pertemuan antara mereka.
Luka yang Injun miliki sudah membaik sejak sehari setelah kejadian, karena itulah ia bisa tetap pergi ke sekolah. Dan ini bisa dibilang adalah kali pertama lagi ia keluar rumah setelah kepulangannya dari avalon hari itu.
Bahkan saat acara pertemuan dengan keluarga Na pun Injun tak ikut.
Injun hendak keluar kelas ketika memasuki jam makan siang, namun langkahnya dicegat Jeno yang menatapnya lama.
"Apa?" Tanya Injun malas.
Jeno mendorong bahu Injun untuk kembali masuk ke dalam kelas, lalu ia berujar. "Jangan setujui ucapan Renjun."
"Maksudmu?" Injun tak mengerti ucapan Renjun yang mana yang tak boleh ia setujui.
"Keinginannya yang ingin agar perjodohanmu dengan Jaemin batal." Jawab Jeno.
Injun masih belum menangkap maksud Jeno.
Jeno menatap Injun dengan tajam. "Keluarga Jaemin tetap ingin perjodohan dengan keluargamu, jadi kalau kau menolak mereka akan menjodohkan Jaemin dengan Renjun."
Halis Injun naik, senyum kecilnya terlihat seperti sebuah ejekan. "Kau bertingkah seolah takut kehilangan Renjun."
Melihat dari jawab Injun, Jeno tak mengerti dengan cara pikir Injun, apa anak itu tak memikirkan dan mempermasalahkan orang yang anak itu suka akan dijodohkan dengan saudara kembarnya. Harusnya Injun sakit hati dan menolak hal itu.
"Kau pasti tak mau Jaemin justru berakhir jadi iparmu." Ujar Jeno.
"Dan apakah memiliki ipar sepertimu lebih baik?" Injun terkekeh pelan.
Jeno yang merasa tersinggung kini mengeritkan dahinya tak suka. "Aku bukan orang yang gemar mengabaikan orang lain seperti Jaemin, aku tak seburuk Jaemin."
Injun mengedikkan bahunya. "Itu tak membuatmu lebih baik, Jeno."
Dapat Injun lihat Jeno hendak mengatakan pembelaan lagi, tapi Injun yang merasa sudah muak dengan semua kalimat Jeno mendahului Jeno dan mengatakan apa yang selama ini ia ketahui.
"Kau bersama dengan Renjun hanya karena nama keluargaku dan Renjun, aku tau itu." Ujar Injun dengan tajam.
Jeno terdiam melihat perubahan tatapan Injun padanya yang tadinya hanya penuh ejekan, kini penuh intimidasi dan peringatan.
"Kau hanya memanfaatkan nama keluargaku untuk menutupi bejatnya kelakuan kakakmu." Suara Injun meninggi di akhir kalimat, menunjukkan seberapa lama ia menahan semua amarahnya ketika mengetahui fakta itu.
__________
Maaf ya semalem aku ketiduran, jadi gak bisa double up😔
Baikan kalian sama Jaemin ya abis ini, soalnya Jaeminnya baik ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Elderspire ✔
FanfikceNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] ⚠️ bxb mature