Bab 14: Misi Pengembalian

9 6 0
                                    

Tidak ada siswa yang diam di tempat ini. Suara-suara mereka beradu dengan dentingan alat makan, menciptakan keriuhan. Beberapa dari mereka juga masih tampak berlalu-lalang, entah untuk membeli makanan atau menambah jumlah porsi makan mereka. Tidak ada satu pun yang diam, kecuali tiga orang yang tengah duduk di bangku paling ujung kantin.

Nick bisa merasakan hawa ketidaknyamanan yang sedang mengerubungi dirinya, Zinnia, dan juga Elan. Mengenai sang sahabat yang biasanya tidak pernah bisa diam, Elan, kini justru mematung usai mendengar pengakuan di luar nalar dari kedua orang yang selama ini ia anggap sebagai Manu dan Nika.

Ternyata, anggapannya salah.

Nick bisa mengerti. Elan memang sangat menyukai hal-hal tak kasat mata yang berada di luar akal sehat. Namun, Nick dan Zinnia selama ini tentu menganggap bahwa itu hanyalah hobi Elan semata. Kenyataannya, siapa pun tidak akan percaya dengan cerita Nick dan Zinnia, meski itu Elan sekali pun.

Terbukti, remaja laki-laki itu kini hanya memandang bakso kuahnya, tampak enggan untuk menyentuhnya sedikit pun.

Nick dan Zinnia saling melempar pandang, seolah sedang saling bertanya mengenai apa yang harus keduanya lakukan.

"Kalian pasti bercanda, 'kan?" Elan tiba-tiba bersuara usai menghabiskan beberapa menit dengan diam. "Tidak mungkin kalian bukan Manu dan Nika. Jelas-jelas yang kulihat saat ini adalah Manu dan Nika, bukan Nick atau Zinnia, atau siapa pun itu."

Lidah Nick kelu. Pikirannya terus berputar, mencoba merangkai kata demi kata untuk diutarakan, harap-harap kata-kata itu mungkin bisa membuat Elan percaya.

Namun, sepertinya Elan tidak akan percaya.

Nick yakin, Zinnia pasti tengah memikirkan hal yang sama dengannya. Gadis itu juga diam saja.

Elan menatap kedua sahabatnya bergantian, lalu tatapannya berhenti pada gadis yang ia anggap sebagai Nika. Remaja laki-laki itu pun kembali berujar, "Kau mengaku sebagai Zinnia, 'kan? Sudahlah, Nika. Aku tahu kau sangat mengidolakan aktris itu, tapi kau tidak bisa bertindak aneh seperti ini. Mengaku-ngaku menjadi Zinnia? Yang benar saja!"

Kini, tatapan Elan beralih pada Nick, atau mungkin Manu bagi Elan, membuat Nick sontak turut menatap remaja itu.

"Dan kau, Manu. Entahlah, kukira kau sudah benar-benar sembuh saat kau bilang bahwa kau sudah ingat segalanya. Tapi, ternyata, kau masih saja mengaku-ngaku sebagai Nick, orang yang tidak jelas siapa."

"Sudah kukatakan kalau aku, Nick, juga sahabat Manu!" seru Nick secara spontan. Detik berikutnya, ia sedikit menyesal sebab teriakannya mengundang banyak pasang mata. Nick mendengus, ia hanya merasa kesal ketika dirinya selalu tidak dianggap selama ini.

Nick benar-benar lelah, tetapi ia memang tidak bisa menyalahkan Elan atau siapa pun.

Elan tiba-tiba saja mendengus kasar. Selanjutnya, remaja itu menunduk. Entah apa yang sedang bergejolak di dalam pikirannya.

"Elan, aku tahu ini sulit untuk dipercaya, bahkan kami pun sulit untuk mempercayai hal ini, tapi kenyataannya memang seperti ini." Nick berujar. Mendadak, ia merasa konyol usai mengatakan hal itu kepada Elan, mengatakan bahwa hal yang dirinya dan Zinnia alami adalah kenyataan.

Kenyataan macam apa? Bahkan kenyataan ini tidak bisa diterima dalam kenyataan.

"Tidak masalah jika kau..."

"Bukannya aku tidak mau percaya." Elan tiba-tiba saja menyela, masih dengan kepala tertunduk. Perlahan, ia mengangkat kembali kepalanya, memandang ke arah Nick dan Zinnia bergantian. "Bukannya aku tidak mau percaya, aku hanya..."

Lagi, Elan mendengus, terdengar pasrah kali ini.

"Aku hanya tidak percaya jika hal semacam ini harus menimpa kedua sahabatku," ujar Elan melanjutkan.

SWITCH BUTTON [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang