"Sampai di ulang tahunku yang ke-5, lahirlah anak itu. Aku tidak mungkin bisa melupakannya. Semua orang senang sekali menyambut Manu, sampai mereka melupakan ulang tahunku. Di tahun-tahun berikutnya, mereka bilang, mereka akan merayakan hari ulang tahunku dan Manu bersama. Tapi, kenyataannya, pusat perhatian mereka hanya untuk Manu."
Mia, dalam tubuh Elan, jatuh terduduk sambil terus menceritakan segalanya.
"Manu telah merebut hari ulang tahunku."
Janu tampak akan menyela perkataan Mia. Ia bahkan maju satu langkah, tetapi Morka menghalangi pemuda itu dengan satu tangannya. Janu menoleh, mendapati Morka yang menatapnya. Pria itu lantas mengangguk perlahan, seolah memberi isyarat pada Janu untuk membiarkan arwah Mia mengungkapkan semua yang dirasakannya.
"Tidak cukup hari ulang tahunku, Manu juga merebut kasih sayang orang tuaku. Tidak ada lagi yang memperhatikanku. Bahkan, Kak Janu juga lebih sering bermain dengan Manu daripada aku." Mia kembali bersuara. Menggunakan jiwanya, ia menggerakkan tangan Elan untuk memukul-mukul lantai.
"Setelahnya, Manu mulai merebut tempat tidurku. Seharusnya, aku masih satu kamar dengan Kak Janu, tetapi aku dibuatkan kamar sendiri!" Elan berteriak. Suara Mia perlahan kembali berubah menjadi berat. "Lalu, lalu, Manu pernah merengek meminta Bubu, boneka beruang putihku. Lalu, mereka semua memaksaku untuk meminjamkannya pada Manu. Lalu, Manu membuangnya ke selokan. Aku kehilangan Bubu-ku!"
Elan berdiri, kembali memekik dengan beringas sambil mencakari wajahnya. Kemudian, ia meraih cangkir teh yang ada di meja, lalu melemparnya asal, hampir mengenai Morka jika saja pria itu tidak menghindar.
"Kak Janu bilang, aku adalah adik tersayangnya. Omong kosong! Aku bukan adik kesayangan siapa pun! Aku bukan anak perempuan kesayangan siapa pun! Tidak ada yang sayang denganku!" Elan kembali bersuara, lantas ia mengerang dan memekik sambil masih mencakari wajahnya.
Nick perlahan mendapatkan tenaganya kembali. Ia beringsut mundur, lalu berdiri dengan tertatih di samping Zinnia. Gadis itu secara spontan memegang lengannya, berusaha menopang Nick jika saja remaja itu jatuh.
Di depan sana, Elan masih berteriak panjang. Teriakannya berubah menjadi lolongan, terdengar seperti suara seekor anjing yang kesakitan. Kemudian, dengan mata melotot, Elan maju dengan cepat. Langkahnya mengarah pada Nick. Hampir saja Elan kembali mencapai Nick, tetapi Morka sudah menghadangnya. Pria itu berhasil mendorong tubuh Elan dengan kuat. Remaja itu terjatuh, lalu tubuhnya diam tidak bergerak di atas lantai.
Semua orang saling tatap saat ini, menyampaikan kebingungan melalui tatapan. Apakah Elan yang kini sedang tergeletak adalah Elan yang sesungguhnya? Apakah arwah Mia sudah keluar dari tubuhnya?
"Elan," ucap Zinnia lirih, tetapi suaranya terdengar menggema keras di tengah keheningan yang sedang menyergap. Gadis itu melangkah, berniat untuk mendekati Elan, memeriksa remaja itu. Namun, lagi-lagi, Morka segera menghalanginya.
Semua orang kembali membatu begitu mereka mendapati Elan menggeliat pelan di atas lantai. Remaja itu kemudian bangun. Ia duduk. Tatapannya kosong. Namun, begitu sepasang mata itu mendapati Nick, air wajah Elan kembali berubah.
Mia masih berada di dalam tubuh Elan.
Semua orang bersiaga ketika Elan berdiri sambil menggeram. Siapa pun yang mengenal Elan pasti tidak akan percaya jika yang dilihatnya sekarang adalah Elan. Remaja itu menggeram, membuka mulutnya lebar-lebar, menyeringai dengan kuat hingga urat-urat di seluruh kepalanya terlihat. Bola matanya membesar, terus membesar, seolah menutupi seluruh bagian matanya, menjadikannya hitam sempurna. Nick juga bisa melihat Elan yang melebarkan jari-jarinya, menekuknya, membentuk cengkraman. Kuku-kukunya tampak panjang. Nick tidak yakin sejak kapan kuku-kuku itu muncul. Setahunya, Elan tidak pernah memanjangkan kukunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWITCH BUTTON [Selesai]
HorreurJika seseorang ingin tahu rasanya mati, maka tanyakan saja pada Nick. Remaja itu bahkan tidak menyangka bahwa mati tidaklah seburuk yang ia bayangkan. Namun, dalam hitungan detik, ia baru menyadari bahwa kenyataan yang harus dihadapi setelah ia bang...