Bab 12: Sebuah Pengakuan

11 6 0
                                    

Napas Nick memburu. Peluh membanjiri seluruh tubuhnya. Nick tidak mengedipkan matanya satu detik pun, menatap lekat ke arah lembar demi lembar kertas yang tersusun rapi di dalam sampul album. Jantung Nick mulai berdegup kencang tatkala ia mulai meraba satu per satu kertas yang menampilkan foto beberapa orang.

Foto keluarga Manu.

Nick merasa tubuhnya begitu ringan, hingga kesadarannya tertarik sampai ke ujung batas. Namun, kesadaran itu kembali menguasai raganya begitu dentingan bel pintu di luar sana terdengar.

Nick menoleh sejenak, lalu ia kembali memandangi foto-foto itu. Nick kini merasa dirinya terikat dengan orang-orang di dalamnya. Ayah Manu, pria itu suka sekali menggendongnya dan mengajaknya berjalan-jalan. Ibu Manu, wanita itu adalah manusia yang paling peka. Ia bahkan bisa tahu kapan pun Manu membutuhkan sesuatu. Kemudian, Kak Janu, kakak terbaik yang pernah ada. Ia yang selalu ada kapan pun, di mana pun, dan sampai kapan pun untuk adiknya, Manu. Ia yang selalu menjaga Manu, mengurus dan merawat Manu, serta menyayangi Manu ketika orang tuanya harus absen dalam menjaga anak-anak mereka.

Selanjutnya, Mia, kakak perempuan Manu.

Nick tidak tahu, mengapa Mia sangat membenci Manu. Nick bahkan ingat betapa Manu kecil saat itu berusaha melakukan segala hal untuk membuat Mia senang, dengan berharap bahwa gadis itu akan menyayanginya, sama seperti Janu. Namun, sayang sekali, usaha Manu tidak pernah berhasil. Hingga di suatu malam, Manu kecil justru mendapatkan serangan dari Mia.

Serangan yang nyaris membuat Manu kecil mati.

Sampai akhirnya, Mia meninggal oleh penyakit jantung yang entah gadis itu dapatkan dari mana.

Manu saat itu tidak mengerti, bahkan sampai sekarang.

Nick pun juga tidak mengerti.

Hanya saja, ia merasa menjadi Manu yang seutuhnya saat ini.

Ia bahkan mengingat segalanya, segalanya tentang Manu, seolah Nick memang benar-benar Manu selama ini.

Akan tetapi, ini bukan pertanda baik.

Selain menjadi Manu, Nick juga merasa menjadi diri Nick yang seutuhnya.

Nick sudah ingat segalanya. Tiba-tiba saja. Nick ingat segalanya, setiap detailnya, setiap seluk-beluknya, siapa dirinya, dari mana ia berasal, dan bagaimana dirinya bisa berakhir di sini.

Dentingan bel pintu yang kembali terdengar membuat Nick tersentak. Ia segera meletakkan album foto yang dipegangnya, membiarkannya berserakan di lantai. Remaja itu sontak berdiri, mengusap pakaiannya sejenak, sebelum ia berbalik dan berjalan keluar.

Keluar dari kamar Janu.

Nick melangkah cepat menuju pintu rumah, dengan tubuh yang sedikit sempoyongan. Remaja itu berhasil mengendalikan diri tepat ketika tangannya menarik pintu dan mendapati Nika berdiri di hadapannya.

Perasaan aneh seketika menyeruak di dalam dadanya.

Nick pun sekarang mengerti mengapa ia merasa seperti ini. Bukan Nick, lebih tepatnya Manu yang selama ini menyimpan perasaannya kepada Nika.

Namun, bagaimana Nick akan menjelaskan perasaan Manu yang juga sedang ia rasakan, sedangkan Nick sendiri tidak tahu cara untuk menjelaskan semuanya dari awal.

Nick tidak tahu harus berkata apa kepada Nika. Nick ingin mengungkapkan segalanya.

Tetapi, Nick tidak tahu.

"Manu?"

Nick tersentak.

"Y-ya, Nika?"

"Kau kenapa? Kau baik-baik saja, 'kan? Apa kau masih merasa sakit?"

SWITCH BUTTON [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang