Bab 15: Mia Wilis

12 6 0
                                    

Nick tidak benar-benar mengungkapkan segalanya kepada Zinnia maupun Elan, meski ia sangat ingin untuk melakukannya. Terlalu banyak pertanyaan tanpa jawaban, dan terlalu banyak hal yang mungkin masih Janu sembunyikan.

Terlalu banyak misteri yang disimpan oleh keluarga Manu, sampai-sampai Manu sendiri pun tidak mengetahuinya.

Itulah mengapa, Nick bertekad akan mencari tahu segalanya.

Nick kembali teringat dengan mimpi buruknya malam itu, saat ia baru kembali dari rumah sakit, menuju kediaman Wilis, dalam keadaan belum mengingat apa pun. Ia bermimpi sedang berada di dapur untuk membuat cokelat panas, lalu Janu datang, menawarinya untuk makan mie instan bersama, hingga tiba-tiba saja Janu menyerangnya, menusukkan pisau pada perutnya.

Setelah mampu mengingat semuanya, Nick sadar bahwa itu bukanlah mimpi biasa.

Mimpi itu adalah bagian dari ingatan Manu tentang kakaknya sendiri, Janu, yang selama ini selalu menyerangnya, bahkan mencoba untuk membunuhnya. Gangguan psikotik, atau apa pun itu, dijadikan alasan oleh Janu atas segala tindakan kejamnya itu. Bodohnya, setidaknya menurut Nick, Manu tidak pernah melakukan perlawanan.

Manu memang adik yang baik.

Untungnya, Nick berhasil menyingkirkan Janu dari rumah untuk mengobati penyakit mental mengerikan pemuda itu sebagai alasan. Jika memang Janu sakit, Nick berharap bahwa pemuda itu bisa sembuh. Akan tetapi, Nick tidak benar-benar peduli. Hal yang terpenting bagi dirinya adalah, setidaknya untuk saat ini, Nick terbebas dari serangan Janu. Setelah kepergian Janu untuk sementara, seharusnya, tidak ada lagi yang menyerang Nick.

Seharusnya seperti itu, 'kan?

Tapi, kenapa ada yang menyerangku semalam? Kenapa dia mirip sekali dengan...

"Halo, sudah sampai, Kak!"

Kak Mia.

"Halo, Kak Manu, kita sudah sampai!"

Nick tersentak.

"Ah, ya, maaf, Kak," balas Nick kepada driver ojek online yang mengantarnya dari kafe sebelah sekolah kembali ke rumah Manu.

Nick segera turun dari motor. Buru-buru, ia melepas helm dan mengembalikannya ke sang driver. Tidak lupa ia mengucapkan terima kasih usai memastikan bahwa pembayaran sudah dilakukan melalui dompet digital. Setelahnya, Nick, setengah berlari, masuk ke dalam rumah.

Usai masuk, Nick buru-buru menutup pintu dan menguncinya, berniat tidak akan keluar lagi dari rumah. Setelahnya, ia berdiri di tempat, menyandarkan tubuh pada pintu. Napas Nick kembali memburu begitu ia teringat dengan rencana yang sempat dipikirkannya tadi di jalan. Pandangan Nick mengedar ke setiap inci ruangan, lalu terhenti pada bingkai-bingkai yang tergantung di dinding. Nick mulai berjalan, mendekati bingkai-bingkai itu, membuatnya teringat dengan kali pertama dirinya melihat orang-orang di dalam foto-foto itu.

Keluarga Manu.

Tanpa adanya Mia.

Tapi, kenapa? Kenapa mereka juga tidak memajang foto Mia?

Nick mendengus, mendapati bahwa Manu sama sekali tidak pernah mempertanyakan hal itu. Terbukti, ia tidak memperoleh jawaban dari pertanyaannya melalui memori Manu.

Pikiran Nick kembali menelusuri memori-memori milik Manu yang ia dapatkan. Nick bisa mengingat, saat-saat ketika Mia masih hidup. Saat itu, Manu masih begitu kecil. Tidak banyak hal yang bisa Nick ingat dari memori seorang bocah berusia 5 tahun. Satu hal yang Nick tahu, Mia tidak pernah menyukai Manu. Mia selalu menolak setiap kali Janu maupun orang tua mereka memintanya untuk membantu menjaga Manu. Tidak jarang Mia membentak, memukul, bahkan menendang Manu ketika gadis itu kesal.

SWITCH BUTTON [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang