Bab 19: Kebohongan

9 6 0
                                    

"Kalian sudah kenal dengan pamanku?"

Suara Elan menggema tanpa jawaban. Nick, Zinnia, dan pria yang entah mengapa disebut sebagai Paman Morka, padahal ia adalah seorang dokter yang baru saja Nick temui tempo hari lalu. Seorang dokter yang Nika, atau Zinnia, katakan bisa membantu untuk mengobati Janu. Sama seperti ketika dokter itu juga telah berhasil mengobati Kian, adik Nika.

"Kau dokter yang merawat kakakku, 'kan?" tanya Nick pada pria yang masih berdiri di ambang pintu itu.

"Kau benar, Manu. Wah, sebenarnya aku tidak menyangka jika teman-teman yang Elan maksud adalah kalian, Nika dan Manu." Pria itu menjawab sembari menunjukkan senyumnya. "Mungkin kalian belum tahu. Nama lengkapku adalah Morado Kananta, atau orang-orang di sekitar memanggilku dengan panggilan Morka."

"Dunia ternyata memang sempit, ya," sahut Elan. Remaja itu juga tidak tahu-menahu jika Manu dan Nika ternyata adalah bagian dari keluarga pasien yang pernah ditangani oleh sang paman.

"Sebaiknya, kita masuk dulu. Elan sudah menceritakan maksud dan tujuan kalian datang. Kita akan lanjut membahasnya di dalam." Paman Morka atau Dokter Kananta kembali bersuara. Pria itu tampak mengedarkan pandangan, seperti memperhatikan sesuatu sebelum lanjut berucap, "Hari sudah gelap, tidak baik berlama-lama di luar.

Entah mengapa, Nick tiba-tiba saja merinding.

Terlebih, setelah mengetahui bahwa dokter yang baru saja ia kenal ternyata bukanlah dokter biasa.

Elan melangkah terlebih dahulu, diikuti oleh Nick dan Zinnia usai Morka mempersilakan mereka masuk. Seorang wanita menyambut kedatangan mereka. Nick bisa menebak bahwa wanita ini adalah istri Morka. Mengikuti apa yang dilakukan oleh Elan, Nick dan Zinnia turut menyalami wanita itu.

"Ibu."

Nick secara spontan tersentak begitu melihat seorang gadis muda yang tiba-tiba saja muncul dari balik tubuh istri Dokter Kananta ini. Rambut gadis itu panjang sebatas punggung dengan warna hitam legam, membuat Nick teringat dengan sosok Mia.

"Hai, Orchid!" seru Elan, menyapa anak perempuan itu yang dibalas malu-malu oleh lambaian tangan.

"Sayang, kau membuat kakak ini terkejut," ucap istri Dokter Kananta dengan lembut. Rupanya, wanita itu mengetahui bahwa Nick sempat terkejut. "Silakan duduk, anak-anak."

Istri dari Dokter Kananta itu kembali masuk ke dalam diikuti oleh anak perempuannya usai ketiga tamu remajanya duduk. Anak perempuan itu tampak sangat muda, tetapi tidak lagi terlihat seperti anak kecil. Masa pubertas mungkin sedang menyerang anak itu. Ia terlihat seperti anak yang sedang beranjak remaja. Nick mengira bahwa anak itu tiga tahun lebih muda darinya, kira-kira seumuran dengan Oliver.

Nick menghela napas. Lagi-lagi, ia teringat dengan adiknya.

Kira-kira, sekarang Oliver sedang apa, ya?

"Jadi, kalian ditugaskan oleh guru untuk mewawancarai seorang psikiater atau dokter jiwa, ya?" tanya Morka usai ia turut duduk di atas sofa sebagai tuan rumah.

Nick terkesiap mendengar pertanyaan Morka. Pandangannya tertuju pada Zinnia yang juga tengah menatapnya bingung. Keduanya sedang memikirkan hal yang sama saat ini. Nick bisa memastikan bahwa Zinnia pasti juga mengira jika Elan sudah menceritakan segalanya, apalagi Morka juga sudah sempat mengatakan bahwa ia tahu maksud dan tujuan mereka datang ke sini.

Akan tetapi, pertanyaan macam apa itu? Apakah pria itu mengira bahwa kedatangan mereka jauh-jauh menuju daerah pinggiran kota untuk mengerjakan tugas wawancara? Lagipula, sejak kapan mereka mendapatkan tugas wawancara? Elan bilang, bukankah mereka datang untuk meminta bantuan?

SWITCH BUTTON [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang