Bab 24: Beyond The Plan

6 5 0
                                    

Nick memilih untuk mematung di atas sofa usai puas menangis. Ia membiarkan tamu-tamunya yang baru saja datang untuk bolak-balik masuk-keluar rumah. Entah hal apa yang mereka lakukan. Lagipula, sang pemilik rumah, Janu, juga hadir di antara mereka.

Elan, satu-satunya orang yang tidak ikut masuk-keluar rumah, duduk di sebelah Nick. Remaja itu yang menemaninya menangis dan kini berhasil menenangkannya. Elan juga yang mengobati luka di pelipis kirinya, serta turut mengompres luka memar di lengan kanannya. Entah dari mana es batu yang ia gunakan itu berasal.

Nick tidak benar-benar memperhatikan sekitarnya tadi. Ia begitu sibuk larut tenggelam dalam rasa takutnya, meluapkannya dalam tangisan, hingga ia kini baru sadar bahwa seluruh rumah sudah terang saat ini. Sepertinya, tidak ada satu pun lampu yang tidak menyala.

Zinnia tiba-tiba muncul dengan sebuah cangkir di tangannya. Kemudian, gadis itu ikut duduk di sebelah sofa yang lain. Terdapat dua sofa di ruang tamu ini. Sofa yang Zinnia duduki menghadap pintu dan jendela, sedangkan sofa yang Nick dan Elan duduki menghadap dinding yang mengarah pada pintu. Masing-masing sofa itu bisa dimuat oleh tiga orang. Kemudian, sebuah meja panjang diletakkan melintang dari arah tempat Zinnia duduk. Di atas meja itu-lah Zinnia meletakkan cangkir teh hangat yang ia bawa. Asap tipis terlihat mengepul dari cairan berwarna cokelat itu.

Selanjutnya, Nick melihat Elan meraih cangkir teh itu dan menyodorkannya pada Nick, sambil berkata, "Minumlah dulu."

Nick menerima sodoran cangkir itu dengan tangan yang sedikit bergetar. Elan bahkan masih memegangi cangkirnya ketika Nick mulai meneguk teh perlahan. Setelahnya, Elan kembali menaruh cangkir teh itu ke atas meja. Berikutnya, Nick mengedarkan pandangan, mendapati dua laki-laki lain yang datang.

Janu dan Morka. Keduanya lantas turut bergabung duduk di sebelah Zinnia.

Elan, Zinnia, Janu, dan Morka mendatanginya, di waktu yang tepat.

Tapi, bagaimana bisa?

Tunggu, Nick merasa jumlah mereka yang datang seharusnya adalah lima orang. Nick sempat melihat ada satu orang lainnya, yang paling kecil dan muda di antara mereka semua.

"Di mana anak itu?" Zinnia seketika bertanya begitu Janu dan Morka mendaratkan tubuh mereka di sebelahnya.

Benar, 'kan, ada satu orang lagi.

"Kian!" seru Zinnia, memanggil satu orang yang dimaksud.

Lalu, bocah itu pun datang. Entah dari mana dan apa yang sedang ia lakukan di dalam sana. Kian segera berjalan mendekat, lantas duduk di sebelah Elan, satu-satunya space yang tersisa.

"Setelah mendengar apa yang terjadi, aku memutuskan untuk mengumpulkan kalian semua di sini, malam ini, di luar rencana pertemuan sebelumnya." Itu suara Morka. Air wajah pria itu tampak begitu serius.

Nick mulai menerka-nerka lagi. Akankah mereka menyelesaikan segalanya sekarang? Detik ini juga? Di sini? Namun, bagaimana ceritanya mereka bisa di sini? Apakah salah satu dari mereka menggunakan kemampuannya untuk mendeteksi keadaan Nick yang sedang tidak baik-baik saja?

"Bukan seperti yang kau pikirkan, Nick." Morka menyahut, membaca pikirannya, membuat Nick terkesiap. Ia bahkan tidak menyadari bahwa Morka sedang menatapnya erat sejak tadi.

"Baik aku maupun Kian, tidak ada yang menggunakan kemampuan kami untuk mengetahui keadaanmu." Morka melanjutkan ucapannya. "Zinnia yang awalnya menghubungi Elan, mengatakan bahwa kau sedang tidak baik-baik saja. Kemudian, Elan memberitahuku yang memang pada malam ini sedang bertugas di rumah sakit pusat kota. Jadi, kami semua memutuskan untuk datang ke sini. Sekalian, aku mengajak Janu, dan Zinnia mengajak Kian."

SWITCH BUTTON [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang