Rasanya, seperti ada bulu halus yang menggelitik di tengkuknya. Nick bergidik. Tubuhnya menegang. Jantungnya terus memompa dengan keras.
Nick tahu bahwa ada seseorang di belakangnya, membuat rasa takut sepenuhnya menguasai. Kemungkinan-kemungkinan buruk mulai terbayang. Nick bisa saja lari, tetapi entah mengapa ia memilih untuk memejamkan mata.
Semua masa lalu Manu kembali terbayang. Masa lalu yang ia habiskan bersama orang tuanya, sebelum keduanya meninggal. Masa lalu yang ia habiskan bersama Janu, sebelum pemuda itu berubah menjadi aneh dan mencoba membunuhnya.
Kemudian, masa lalu yang ia habiskan bersama Mia, seorang kakak perempuan yang Manu harapkan kenyamanan dan kasih sayangnya, tetapi justru gadis itu selalu berusaha menggiringnya menuju jurang kematian.
Nick bisa merasakan kesedihan, ketakutan, dan penyelesan Manu ketika Mia meninggal. Manu merasa hancur ketika ia belum bisa merebut hati sang kakak perempuan. Di saat yang bersamaan, Manu juga merasa takut dan trauma terhadap Mia.
Tidak seperti Manu, Nick justru merasakan yang sebaliknya. Nick tahu betul seberapa keras perjuangan Manu kecil saat itu untuk menyenangkan hati Mia. Namun, apa balasan anak perempuan itu? Pantaskah kasih sayang seorang adik dibalas oleh kematian yang berusaha Mia berikan?
Nick sontak mengepalkan kedua tangan milik Manu ini. Nick bisa merasakan darahnya naik dan mendidih di kepalanya. Nick membuka mata, masih mendapati kegelapan yang menyergap. Ia mulai membuka mulut, berniat untuk menumpahkan semua amarahnya.
"Kenapa kau selalu mengangguku? Kenapa kau selalu berusaha menyakitiku? Kenapa kau ingin membunuhku? Bahkan, setelah kau mati, kau masih saja ingin melenyapkanku?"
Nick memekik, keras sekali. Ia bisa merasakan urat-uratnya menegang. Nick benar-benar marah. Ia merasa dunia Manu memperlakukannya dengan tidak adil. Nick berpikir, Manu terlalu baik untuk harus ditakdirkan terlahir bersama kedua kakaknya yang tidak waras.
Setelah ini, Nick mungkin juga akan meluapkan amarahnya pada Janu. Bukankah Dokter Kananta bilang Janu selama ini tidak sakit? Itu artinya, Janu memang sengaja ingin membunuh Manu. Nick mengira Janu adalah kakak yang baik. Ternyata, Janu selama ini menipunya.
Semuanya memang tidak waras.
"Jawab aku! Kenapa kau terus mengangguku, dasar setan! Bicaralah! Jangan diam saja!
Nick geram. Ia kembali berteriak dengan sangat keras hingga tubuhnya bergetar.
"Kau merebut kasurku, Manu."
Itu suara Mia. Nick bisa ingat dengan jelas, melalui memori Manu. Suara Mia masih sama seperti terakhir kali ia mendengarnya, sebelum anak itu meninggal.
"Aku tidak pernah merebut kasurmu! Aku tidak pernah merebut apa pun darimu! Aku bahkan selalu berusaha membuatmu senang! Kaulah yang selama ini merebut kebahagianku, menyakitiku, dan membuatku ketakutan!"
Lagi, Nick membalas dengan pekikan keras. Ia kembali meraup oksigen banyak-banyak. Amarah membuat dadanya begitu sesak.
Beberapa detik, hingga satu menit berlalu.
Tidak ada balasan.
Amarah Nick tiba-tiba saja menguap, hilang sepenuhnya. Rasa takut kembali menjalar, membuat bulu kuduknya berdiri. Nick kembali sadar dengan tujuan sebelumnya, menyalakan lampu. Namun, sepertinya ia akan mengganti tujuannya sekarang.
Nick membutuhkan bantuan.
Buru-buru, ia berjalan menuju meja belajar Manu. Ia meraba-raba dengan panik di tengah kegelapan, menjatuhkan tumpukan buku dari atas meja. Untuk mempermudah, Nick seharusnya menyalakan lampu terlebih dahulu. Namun, ia merasa hal itu hanya akan membuang waktunya, terlebih dirinya sangat panik saat ini. Nick terus meraba-raba meja belajar Manu. Begitu ia tidak mendapatkan apa yang dicarinya di permukaan meja, ia langsung mengarahkan tangan menuju laci pada meja belajar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWITCH BUTTON [Selesai]
TerrorJika seseorang ingin tahu rasanya mati, maka tanyakan saja pada Nick. Remaja itu bahkan tidak menyangka bahwa mati tidaklah seburuk yang ia bayangkan. Namun, dalam hitungan detik, ia baru menyadari bahwa kenyataan yang harus dihadapi setelah ia bang...