Bab 17: A Life Saver

9 5 0
                                    

"Nick, bangun!"

Dunia Nick terasa melambat, tetapi juga terasa begitu cepat.

Setiap kejadian menakutkan berlangsung dengan sangat lambat, sementara Nick ingin cepat-cepat pergi dari situasi itu. Di lain sisi, setiap kejadian menyenangkan berlangsung dengan sangat cepat, sementara Nick masih ingin berlama-lama menikmatinya.

Seperti tidurnya kali ini, terasa begitu menenangkan dan menyenangkan. Rasanya, setelah sekian lama, Nick akhirnya bisa merasakan tidur yang benar-benar tidur. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Nick bisa langsung memejamkan mata tanpa harus mengkhawatirkan apa pun, membiarkan kesadarannya menguap dengan cepat. Tubuhnya terasa begitu ringan, seolah tubuh Nick tidak lagi menyentuh kasur. Tidak ada mimpi buruk, hanya ada kegelapan.

Kegelapan yang memberikan kedamaian.

Jika bisa memilih, Nick ingin tidur seperti ini saja, tidur dalam damai.

Untuk selamanya.

"Bangun, Nick!"

Suara itu tidak henti-hentinya terdengar, merusak segala kedamaian yang semula menyergap Nick. Remaja itu, masih dengan sepasang mata terpejam, menggeliat pelan.

"Nick, bangunlah!"

Sepasang mata Nick terasa begitu lengket, hingga ia perlu sedikit bersusah payah untuk membuka matanya. Pandangan Nick masih kabur usai membuka mata, tetapi ia bisa tahu bahwa wajah Elan yang tengah dilihatnya saat ini.

Benar, Elan. Remaja laki-laki itu semalam menjemputnya, datang bersama sang ayah untuk membawanya pergi dari rumah Keluarga Wilis yang mengerikan itu.

Tentu setelah Nick bersusah payah menggeliat di lantai, menyeret tubuhnya menuju kamar Manu untuk mengambil ponsel dan segera menghubungi Elan untuk segera membawanya pergi dari sini. Hanya Elan satu-satunya yang bisa ia harapkan. Tidak mungkin jika Nick meminta bantuan pada Zinnia. Gadis itu juga sedang bermasalah. Demi apa pun, Nick sudah tidak bisa lagi tinggal di rumah itu dan Nick bahkan bersumpah tidak ingin kembali lagi ke sana. Malam-malamnya selama ini senantiasa berlalu dengan suguhan mimpi buruk yang dibungkus dalam kenyataan.

Nick masih ingat, dirinya menangis hebat dengan tubuh yang bergetar luar biasa tatkala Elan dan ayahnya datang. Nick masih bisa merasakan tangan ayah Elan yang membopong tubuhnya untuk masuk ke dalam mobil. Elan berusaha menenangkan Nick yang ketakutan di sepanjang perjalanan. Elan dan ayahnya sepakat, sebelum membawa Nick pulang ke rumah mereka, keduanya akan membawa remaja itu ke rumah sakit. Untungnya, tidak ada luka apa pun di tubuh Nick, selain luka bekas operasi kala itu, dan luka tusukan sosok Mia di lengan kirinya. Setelah luka di lengan kirinya terekspos, Nick menceritakan segalanya kepada Elan.

Segala hal yang tidak pernah Manu ceritakan kepada sahabat-sahabatnya.

Hal mengenai Mia, sosok kakak kedua Manu, kakaknya yang lain selain Janu, yang telah lama meninggal dan kini menghantuinya, mencoba untuk membunuhnya.

Malam itu, dokter memperbolehkan Nick pulang setelah remaja itu tenang. Tidak ada yang perlu diobati, katanya, membuat Nick terheran-heran. Pasalnya, ia merasa gendang telinganya telah pecah hingga berdarah ketika mendengar suara sosok Mia. Namun, sepasang indera pendengarannya ternyata baik-baik saja.

Akhirnya, Nick tiba di rumah Elan usai singgah dari rumah sakit. Nick masih merasa takut, juga amat lelah, sehingga ia tidak sempat untuk mengagumi betapa besar dan megahnya rumah keluarga Elan. Nick sudah tahu melalui memori Manu, bahwa Elan memang berasal dari keluarga berada, tetapi akan berbeda rasanya jika ia bisa melihat segala kemewahan ini secara langsung.

Tanpa ada basa-basi, ayah Elan kembali membopong Nick menuju kamar Elan. Nick tidak bisa memikirkan apa pun lagi begitu tubuhnya telah menyentuh kasur empuk milik Elan. Akhirnya, malam ini Nick tidak perlu mencemaskan apa pun. Hal yang perlu ia lakukan hanyalah memejamkan mata, membiarkan jiwanya berlari sejenak dari kenyataan.

SWITCH BUTTON [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang