Epilog

14 4 0
                                    

"Aku bersumpah, kali ini, bukan aku pelakunya!"

Nick menggeram. Rasa-rasanya, ia ingin menjungkir-balikkan semua barang-barang yang ada di ruangan ini begitu ia mendengar perkataan Kian. Apa-apaan ini? Apa maksud anak itu mengatakan bahwa bukan dirinya yang menyebabkan semua hal ini terjadi?

"Aku sudah melakukannya. Aku tidak tahu kenapa jiwamu tidak mau kembali."

Lagi, Nick menggeram. Ia memukul tangannya di udara, membuat bantal, guling, dan selimut milik Kian jatuh dari tempat tidurnya.

"Menurutku, kau harus kembali pulang bagaimana pun juga. Kau pasti akan menemukan jalan keluarnya ketika kau pulang."

"Aku tidak mungkin melayang sampai ke Kanada, bodoh!"

"Kau bisa ke sana bersama dengan dia."

"Dia? Dia siapa?"

"Orchidia."

Dan di sinilah Nick berada, mengikuti apa yang Kian katakan. Nick tidak peduli dari mana Kian mendapatkan informasi bahwa anak perempuan yang dia sebut sebagai Orchidia itu akan pergi ke Kanada. Namun, apa yang dikatakan Kian benar. Gadis muda itu benar-benar akan pergi ke Kanada.

Nick tahu siapa anak perempuan itu, tetapi ia belum sempat mengenalnya lebih jauh.

Nick, diam-diam mengikutinya, bahkan sampai di bandara. Nick akan terus mengikutinya sampai dirinya tiba di Kanada.

Nick tahu bahwa gadis muda itu bisa melihat keberadaannya. Namun, anak perempuan itu diam saja, seolah membiarkan Nick untuk membuntutinya.

Hingga akhirnya, Nick, bersama makhluk-makhluk tak kasat mata lain yang sudah tiada, tiba di Kanada.

Tentu, Nick belum mati. Ia masih hidup. Meski sama-sama tidak terlihat, bentuk makhluk-makhluk itu tidak bisa disamakan dengan Nick.

Setelah keluar dari pesawat, Nick pun berpisah dengan Orchidia, tanpa mengatakan apa pun tentunya. Nick juga memilih untuk langsung menghilang. Jiwa remaja itu memilih untuk melayang bebas, hinggap dari satu kendaraan ke kendaraan lain, yang akan membawanya pulang menuju ke rumahnya.

Lantas, tibalah Nick di rumah ini.

Rumah Keluarga Hayes.

Rumah keluarga Nick.

Nick merasa dirinya gila. Ia berteriak-teriak kepada seluruh anggota keluarganya. Ayahnya, ibunya, adiknya, tetapi mereka semua tidak menggubris. Tentu, mereka tidak bisa melihat Nick. Mereka bukanlah orang-orang dengan kemampuan spesial seperti Kian, Dokter Kananta, maupun putrinya si Orchidia, yang bisa melihat keberadaan Nick.

Nick semakin merasa frustasi begitu mengetahui satu fakta menyakitkan. Keluarganya saat ini, dan semua orang yang Nick kenal, mengira bahwa dirinya telah meninggal. Nick sempat mendengar mereka yang beberapa kali masih membicarakan dirinya. Mereka membicarakan bahwa setelah kecelakaan bus di Ibu Kota Indonesia itu, ayah Nick mengalami luka cukup berat dan mengharuskannya untuk dirawat selama beberapa hari. Kemudian, Nick sendiri dinyatakan meninggal.

Singkat cerita, sang ayah pun kembali pulang ke Kanada sambil membawa jasad putra sulungnya.

Jasad Nick.

Nick berpikir keras. Bagaimana bisa? Dirinya, 'kan, belum mati.

Jiwanya tertukar dengan jiwa Manu. Jiwa Nick memasuki tubuh Manu. Namun, jiwa Manu tidak bisa memasuki tubuh Nick, sebab anak itu telah meninggal.

Nick tiba-tiba merasa kesal sekali dengan Kian. Ia sekarang merasa panik luar biasa.

Nick sekarang mengerti mengapa dirinya tidak bisa kembali ke tubuhnya.

Nick semakin menggila. Ia melakukan berbagai cara untuk bisa memberitahu keluarganya bahwa sebenarnya ia masih hidup. Akhirnya, Nick melakukan sesuatu dengan ponselnya.

"Tolong, Oliver. Kakakmu ini masih hidup."

Pintu kamar terbuka. Oliver masuk ke dalam dengan lesu sembari melempar ransel yang dikenakannya ke sembarang arah. Anak laki-laki itu menutup pintu, lantas ia meletakkan tongkat baseball-nya di sebelah tempat tidur. Setelahnya, Oliver merebahkan diri di atas tempat tidurnya, memandang langit-langit kamar.

Nick tidak tahu apa yang sedang anak itu pikirkan. Namun, Nick berharap, Oliver bisa mengetahui keberadaannya.

"Saat kita bertengkar, aku selalu bilang, kalau aku tidak ingin berbagi kamar denganmu. Tapi, sekarang tidak masalah kalau aku harus berbagi kamar. Sayangnya, sudah tidak ada kesempatan lagi."

Nick mendengar Oliver bermonolog. Kemudian, anak laki-laki itu tampak menghela napas panjang sebelum ia bangkit dan turun dari tempat tidur. Oliver lantas meraih sebuah bingkai foto dari meja dan mengamatinya.

Nick tahu, terdapat dirinya dan juga Oliver yang berpose bersama di foto itu.

"Tidak ada pelatih terbaik selain dirimu."

Beberapa menit Oliver habiskan untuk mengamati foto itu, sebelum akhirnya suara dentingan ponsel mengambil alih perhatiannya. Buru-buru, Oliver mengambil ponselnya dan segera membaca pesan yang tertera di sana.

Hey, Adik! Aku ada di sini, di dekatmu!

Nick tahu, ponsel miliknya saat ini pasti sedang menyala di dalam laci meja. Nick baru saja mengirim pesan, berharap Oliver akan membacanya. Tentu, anak itu sedang membacanya saat ini. Namun, kesalahan besar bagi Nick jika ia berharap bahwa Oliver akan mempercayainya.

Tiba-tiba, Oliver melempar ponselnya.

"Ah, sialan! Pasti seseorang telah meretas nomor Kakakku."


-Selesai-

SWITCH BUTTON [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang