Setelah kejadian hari itu, dimana ia menghindari laki-laki yang hendak menjelaskan sesuatu, Orion tak ada dimanapun Rigel berusaha mencarinya. Laki-laki itu lenyap, dan sepertinya ia tak lagi butuh penjelasan.
Rigel sudah mantap dengan hatinya. Tanpa mengakhiri hubungannya dengan Orion, Rigel tahu semuanya sudah berakhir. Semesta tak pernah merancang mereka bersama. Dan beruntungnya ia, ada laki-laki lain yang masih mau menemaninya. Laki-laki yang masih asyik mancing di sungai sekitar apartemen miliknya.
"Dem, ayo pulang!" teriak Rigel sekali lagi. Gadis itu sudah bersiap membawa seember ikan hasil tangkapannya sore ini.
"Entar, gue harus dapet ikan. Masa iya tadi gue cuma dapet sandal hanyut!" Demian balas berteriak. Laki-laki itu sesekali memutar kail pancingnya.
"Udah sih, bakar ikan gue aja, ada banyak!" Rigel mendekat. "Keburu ada yang nangkring di pohon pisang!"
"H-hah!? Apaan!?" Demian berjingkat. Pasalnya, ia duduk di samping kebun pisang yang sedikit rapat. Siapa pula yang tidak takut, mengingat matahari sudah mulai masuk ke peraduannya dan terdengar bising orang-orang yang hendak pulang dari kantor.
"Ayo, Dem!"
Mau tidak mau, Rigel menarik tangan Demian, mengajak laki-laki itu bangkit dari duduknya. Bukan apa-apa, dia hanya malas terjebak kemacetan, meski bisa menempuh jalan tikus menuju rumahnya.
Demian mengalah. Laki-laki itu beranjak dari duduknya, merapikan peralatan memancing, kemudian ikut berjalan di belakang Rigel yang menenteng ember penuh berisi ikan. Setelah semua yang terjadi, ia lega, gadis itu sudah seperti biasanya, meski tak ada kemajuan berarti dari hubungan mereka.
Ya, Demian masih stuck di tempat. Mencintai Rigel yang entah mencintainya juga atau tidak.
"Dem, jangan ngelamun, ntar nyebur sungai!" peringat Rigel.
Demian tersenyum lebar. Ini perubahan yang paling drastis, gadis itu lebih cerewet saat berdua dengannya. Dan inilah alasan ia selalu menyukai apapun yang terjadi pada diri Rigel.
"Kak Gel."
"Hah?"
"Lo, udah bisa gak, tanpa kak Orion?"
Rigel menoleh sekilas, lalu melanjutkan langkahnya. Gadis itu naik ke atas pembatas jalan setapak dengan pinggiran sungai, merentangkan tangannya sambil berjalan. Demian segera maju, mengulurkan tangan kapanpun gadis itu butuh ketika akan terjatuh.
"Rasi waluku itu gak bisa tanpa beta Orionisnya, Dem. Tapi Rigel, si beta Orionis, masih tetap bercahaya meskipun gak lagi ada di barisan yang sama," papar Rigel perlahan. "Jadi lo gak perlu khawatir."
"Jelas gue khawatir, karena beta Orionis ini adalah poros dunia gue, sekarang."
"Dulu?"
"Dulu, lo kakak gue yang paling berharga. Sayangnya, sekarang, nggak. Lo adalah alasan buat gue selalu mengulurkan tangan gue buat bantuin lo."
Rigel tersenyum. Ia berjalan dengan tumpuan pada bahu lebar Demian. Angin sore membelai rambut keduanya, begitu menenangkan di momen yang tak pernah dibayangkan akan terjadi ini.
"Jadi, apa bintangnya Orion ini, bakal mau berpindah buat jadi bintangnya Demian?"
Gadis itu menoleh, menatap Demian yang kini memandangi dedaunan yang gugur ditiup angin sore. Begini saja, sudah sangat membahagiakan bagi laki-laki itu. Tanpa Demian sadari, gadis itu mengangguk samar.
Sekali lagi, ia ingin berusaha menjadi yang terbaik.
Menjadi sosok yang layak untuk dicintai.
Meski nyatanya, kadang ia masih meratapi hubungan yang belum sepenuhnya kandas itu.
***
Hey, hey, hey
Where do you think you're going?
It's so late, late, late
What's wrong?
I said, "I can't stay, do I have to give a reason?
It's just me, me, me, it's what I want
Lagu itu terputar di playlist Rigel secara tiba-tiba. Acara masak-masaknya dengan Demian langsung berhenti karena lagu itu. Mereka saling pandang.
"Lo yang muter, Dem?"
Demian mengacungkan ikan yang ada di tangannya, laki-laki itu berkutat membersihkan sisik ikan. "Lo tahu sendiri gue ribet ginian, sayang."
"Siapa yang nyuruh lo manggil sayang hah!?"
"Hati gue."
Rigel mengacungkan spatula yang dipegangnya, sementara Demian hanya tergelak.
Before I love you (nah, nah, nah)
I'm gonna leave you (nah, nah, nah)
Before I'm someone you leave behind
I'll break your heart so you don't break mine
Before I love you (nah, nah, nah)
I'm gonna leave you (nah, nah, nah)
Even if I'm not here to stay
I still want your heart
Demian mencuci tangannya, kemudian mendekati Rigel. Laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang ramping Rigel.
"Tapi, kak. Gue gak akan ninggalin lo seperti lagu ini. Cukup dunia yang udah memporakporandakan lo, jangan gue juga.Gue gak suka lihat orang yang gue sayang terluka."
"Sejak kapan lo jadi dewasa gini?"
"Sejak gue tahu kalau gue suka sama lo, kak Gel."
Senyum Rigel mengembang. Yah, kalau ada yang harus membuatnya jatuh lagi, semoga itu adalah Demian. Dan jatuh kali ini, semoga membuatnya bisa melayang lebih tinggi.
"So, kak Gel, apa gue boleh undang kak Orion di acara pernikahan kita?"
"Mulut lo, lulus SMA aja belum!" Rigel memukul mukul Demian pelan, namun laki-laki itu malah tergelak.
"Nanti kalau udah lulus, gue lamar lo."
"Gak, gue mau kuliah dulu!"
"Ya, ya, ya. Gue tunggu kapanpun lo siap, kak."
Akhirnya, pelukan yang menjadi jawaban Rigel.
Gadis itu berharap kali ini ia tepat.
Dan takkan lagi melukainya.
Semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [END]
Teen FictionBagi Rigel, Orion adalah rival yang paling menyebalkan sejauh ia mengenal laki-laki keturunan Australia itu. Orion selalu berusaha mengganggunya, dan tidak pernah memberikan memori yang indah untuk Rigel. Tapi Orion, dia adalah orang yang paling men...