Bertemu Musuh

2 0 0
                                        

Orion menatap datar lawan tandingnya yang baru masuk ke dalam arena. Laki-laki itu membuka jubah yang membalutnya, membuat Orion sedikit tersentak ketika melihat wajah itu lagi. Sian, musuh bebuyutannya di arena boxing. Senyum miring Sian membuat wajah Orion kembali datar.

"Long time no see, Jarrel," basa basi Sian sambil tetap menyunggingkan seringai sombongnya. "Udah siap kalah?"

"Tumben kembali ke arena, Raeden."

Sian tertawa hambar. "Gue harus pastiin lo mati sebelum gue benar-benar keluar dari dunia gelap ini, Jarrel."

"Gue gak bisa mati," enteng Orion.

Sian mengepal kuat. Ia tahu, laki-laki ini memang tidak pernah terkalahkan. Sudah banyak cara curang yang ia lakukan, namun tak satupun dapat mengalahkan Orion, bahkan menyentuhnya saja tidak.

Ketika lonceng awal pertandingan berbunyi, Sian tanpa aba-aba langsung melayangkan pukulan pada wajah Orion. Tapi sama saja, Orion dapat membaca pergerakannya dan mengelak dengan mudah. Sedang ketika Orion melayangkan tinju ke rahang Sian, laki-laki itu langsung terjengkang ke belakang meski tak sampai ambruk.

"Masih mau bikin gue mati?" Orion membenahi sarung tinjunya dengan wajah datar.

Sian berdecak. Kini ia melayangkan tinju di perut Orion. Meski bisa mengelak, pukulan Sian tetap bisa mengenai pinggangnya. Sakitnya tak seberapa, dan Orion anggap itu impang dengan rahang Sian yang dipukulnya beberapa menit yang lalu.

"Lihat, gue masih bisa nyentuh lo, Jarrel," Sian tertawa puas di sela tangannya yang gencar berusaha kembali memukuli tubuh Orion meski semua pukulannya meleset. Ia sudah lupa ini arena boxing, bukan medan tawuran.

Akhirnya, Orion sudah lelah menghadapi musuh penuh dendam seperti Sian. Melihat celah besar yang tidak disadari oleh lawannya, Orion langsung memukul tepat pada diafragma Sian, membuat laki-laki itu ambruk seketika. Dinyatakan sebagai pemenang, Orion keluar arena masih dengan wajah datarnya.

"Udah gue bilang, gue gak bisa mati."

***

Orion mengedarkan pandang begitu memasuki tempat yang dipenuhi bau alkohol itu, memicingkan mata ketika melihat seorang laki-laki yang tengah bersulang dengan beberapa wanita yang tidak dikenalnya. Orion memiting kerah kemeja laki-laki itu begitu sudah berdiri di sampingnya.

"Hey, sweetie, jangan kasar begitu, dong~" benar saja, Dion sudah mabuk. Orion hanya bisa menghela napas heran. Jangan bilang karena ia bernama Dionyx maka laki-laki itu begitu mencintai alkohol, seperti namanya yang merupakan gabungan dewa anggur dan dewa malam dalam mitologi Yunani?

"Sweetie, ndasmu! Ayo pulang, gue udah selesai tanding."

"Duduklah di sini dulu, manis. Temani aku malam ini~"

"Anj*ng lo, Di. Serem kalo lagi mabok!"

Orion menarik tubuh Dion bangkit dari duduknya. Ia melemparkan senyum simpul pada beberapa wanita yang tadi menemani Dion sebelum menarik laki-laki itu keluar dari klub. Ia mendekati mobil Camry milik Dion dan membuka kasar pintu belakang mobilnya, kemudian memasukkan Dion ke dalam. Untung saja ia masih berbaik hati, kalau tidak sudah pasti Orion akan meletakkan Dion di bagasi, biar saja laki-laki itu kehabisan napas di sana.

Orion menghidupkan mesin mobil, kemudian lekas melajukannya keluar dari area klub malam itu. Mau tidak mau Orion harus membawa Dion ke unitnya, meski ia tahu itu adalah tempat yang paling dibenci Dion.

'Unit' yang Dion maksud adalah sebuah apartemen VVIP di lantai teratas dalam gedung bertingkat empat puluh di tengah ibukota. Fasilitas penuh, dengan cleaning service dan asisten rumah tangga untuk masing-masing apartemen. Orion memasukkan pin di doorlocking pintu apartemen Dion, kemudian menjatuhkan laki-laki itu di sofa ruang tamu.

Lacuna [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang