Rigel yang baru saja duduk di pinggir lapangan setelah lelah mencari Orion menyerngit begitu sebungkus roti dan sekaleng kopi tersodor di hadapannya. Pandangan Rigel naik, dan bertemu mata elang yang beberapa hari ini sering mengganggu tidur malamnya, meski kenyataannya ia juga mengidap insomnia.
"Tumben gue gak lihat lo makan di kantin?" itu hanya basa basi, dan Rigel bisa membaca gelagat Orion yang duduk di sampingnya. Ia kembali menutup mulut untuk menahan omelannya dan menerima roti yang disodorkan Orion, yang penting laki-laki itu baik-baik saja sekarang.
"Gak usah sok peduli," Rigel membuka bungkus roti, kemudian memperhatikan roti itu lamat. Roti keju, seperti kesukaannya sejak kecil, padahal jarang ada yang mengetahui hal ini, bahkan Arrey sekalipun−Rigel adalah penggila keju dan berbagai produk olahan susu, termasuk susu itu sendiri. "Tadi kemana abis kuis selesai? Gue tahu sebenernya jawaban lo bener."
"Biasa, perut gue mules."
"Gak usah bohong, bisa?" Rigel menatap manik hazel Orion dengan ketus, seakan ingin memakan iris indah itu.
Orion tersenyum kecil. Tangannya terangkat mengelus surai legam Rigel dengan lembut, sementara penciumannya masih dimanjakan oleh aroma calming citrus yang menguar dari tubuh Rigel. "Oh, udah perhatian nih?"
Rigel langsung membuang pandang ke arah lain. Ia ingin berteriak detik itu juga, memukuli wajah tampan Orion, namun nyatanya ia sendiri tersipu oleh ucapan laki-laki yang kini mengendurkan dasi karena gerah.
"Ri."
"Hm?"
"Althea."
"Apa sih?" Rigel langsung tercekat ketika manik emerald-nya menatap lurus iris hazel Orion, terbius.
"I adore you like I will lose you again, Thea. So please, I need you to keep my world circles in the same rotation."
Entah mengapa, lidah Rigel kelu hanya untuk menjawab sebuah pernyataan singkat seorang Orion Satria Jarrel. Dia diam, dan kini keheninganlah yang meraup kegiatan duduk berdua mereka, tidak ada yang beranjak duluan.
Di sisi lain lapangan, mereka tidak tahu saja, ada seseorang yang memperhatikan keduanya dengan gigi bergemeletuk menahan amarah.
"Lo tunggu aja, Gel. Gak ada yang boleh ngambil perhatian Orion selain gue!" desisnya.
***
Pulang sekolah, bukannya menuruti Dion untuk langsung pulang, Orion malah menunggu Rigel pulang dari latihan taekwondo. Laki-laki itu bahkan hamper tertidur sambil berdiri bersandar di body mobil sportnya. Wajah rupawan yang tenang makin terlihat damai dalam tidurnya.
"Orion, belum pulang?" suara lembut itu membuyarkan tidur berdirinya. Anne tampak memakai seragam olahraga dengan rambut terkuncir ke belakang−sepertinya baru selesai latihan dance−memperhatikan wajah Orion.
Orion menggeleng. "Gue masih nunggu orang."
"Dion? Demian?"
"Rigel?"
Anne mengangguk dua kali. Raut wajahnya berubah setelah Orion menyebut nama itu, jelas sekali ketidaksukaannya. Ia ikut bersandar di body mobil Orion. "Lo suka ya, sama Rigel?"
"Perasaan gue ke Rigel lebih dari itu, An."
Anne menunduk, memilin jemari tangannya. Sebenarnya, Orion tahu semua, tapi ia harap Anne tidak memendamnya lebih dalam. "Jadi, gue gak ada kesempatan buat masuk ya, Rion?"
Orion mengelus puncak kepala Anne sebentar, kemudian menyunggingkan senyum tulusnya. "Jangan main-main sama takdir cinta, An. Gue gak mau kena karma karena gak sengaja bikin lo sakit hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [END]
Genç KurguBagi Rigel, Orion adalah rival yang paling menyebalkan sejauh ia mengenal laki-laki keturunan Australia itu. Orion selalu berusaha mengganggunya, dan tidak pernah memberikan memori yang indah untuk Rigel. Tapi Orion, dia adalah orang yang paling men...