Dari sejak berangkat sekolah, senyum Rigel tidak pernah lepas dari bibir tipisnya. Gayanya memang masih urakan dengan kancing atas seragam yang terbuka, dasi yang dikenakan mengendur, dan jaket denim yang melorot dari bahu kanannya. Namun semua berubah ketika ia melihat laki-laki itu berjalan berlawanan arah darinya.
"Lo pikir keren gini, hm?" Orion menarik dasi Rigel ketika berpapasan dengannya, kemudian mengancingkan seragam gadis itu. Beda dengan Rigel, Orion tampak lengkap dengan jas almamater abu kebanggaan siswa-siswi Helscounth. Senyumnya mengembang ketika Rigel tampak sudah lebih rapi. "Gini kan, cantik...."
"Baru hari pertama di semester dua, Orion. Bisa gak sih lo gak ganggu gue!?"
"Kan itu fungsi gue," Orion meniup telinga Rigel sebelum menjauh dari gadis itu dan melenggang pergi ke kelas.
Rigel tercekat sebentar. Ia langsung berlari ketika merasa wajahnya memanas, tidak biasanya. Ketika berada di koridor, Rigel malah tak sengaja menabrak seseorang dan membuatnya terjengkang ke belakang.
"Aww...," ringis Rigel.
"Aduh, sorry, sorry. Gue gak sengaja, gak lihat," laki-laki yang menabrak Rigel duduk berjongkok di hadapannya, mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri. Namun Rigel melengos. Siapa lagi laki-laki ini? Baru juga moodnya membaik di hari pertama. "Gue Sian. XI IPA 2. Nanti kalau ada yang sakit bilang gue, nanti gue obtain. Maafin gue, ya."
"Gak usah, makasih."
Sian mengekori tubuh gadis yang sudah berjalan angkuh meninggalkannya dengan seringai tipis. Menarik sekali. Ia pikir pindah ke Indonesia setelah dua tahun berada di Amerika akan membosankan, namun belum satu jam ia menginjakkan kaki di sekolah elit itu, ia sudah menemukan gadis yang sangat menarik. Ia jadi tidak sabar untuk memiliki gadis itu dan menjadikannya sebagai mainan Sian.
***
"Kak Rey!" Rigel menubruk tubuh kekar Arrey yang baru saja keluar dari laboratorium dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Arrey. "Kalau tadi lo berangkat bareng gue, kayaknya gue gak bakal ketemu cowok-cowok ngeselin itu waktu sampe sekolah!" adunya.
"Tadi siapa yang ditelepon bilangnya gini," Arrey menghela napas sebentar, kemudian menirukan gaya orang tengah menelepon. "Gak usah deh kak, gue lagi males disuruh bersihin lab," lanjutnya, kemudian mengacak surai Rigel. "Siapa tadi bilang gitu hm?"
"Gak tahu, si Neo paling," Rigel melepas dekapannya dan berjalan beriringan bersama Arrey dengan wajah mengerucut. Neo, seekor Wolf Snake kesayangan Rigel yang dihadiahkan Aiden di hari ulang tahunnya keempat belas bersama dengan Opie, sugar glider yang sering mengganggu belajarnya.
"Jadi Neo bisa ngomong setelah bergaul sama Yeti nih?" Yeti, seekor ular piton milik Arrey yang sangat disayanginya.
Arrey memang seorang pecinta reptil yang seringkali menambah koleksi peliharaan ularnya. Terhitung sudah hampir sepuluh jenis ular berbeda yang dipeliharanya. Ada seekor burung hantu juga yang dimilikinya sejauh ini.
Kalau sudah membicarakan soal hewan-hewan itu, Rigel dan Arrey adalah sepasang magnet yang klop. "Oh... Jadi, Neo suka sama Yeti nih, ceritanya? Dinikahin aja kalau gitu. Kita besanan."
"Heh, Neo masih perjaka!'
"Yeti juga masih perawan."
Keduanya terdiam seketika. Menyadari keabsurdan arah pembicaraan mereka, Rigel dan Arrey terbahak bersamaan. Tak ada habisnya memang membicarakan Yeti dan Neo. Bahkan jika Arrey bertemu dengan Rigel di komunitas pecinta reptil ketika membawa Yeti, maka Rigel dengan isengnya akan mendekatkan kendang Yeti dan Neo. Sebegitu Sukanya Rigel melihat Neo kasmaran pada Yeti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [END]
Dla nastolatkówBagi Rigel, Orion adalah rival yang paling menyebalkan sejauh ia mengenal laki-laki keturunan Australia itu. Orion selalu berusaha mengganggunya, dan tidak pernah memberikan memori yang indah untuk Rigel. Tapi Orion, dia adalah orang yang paling men...