Rigel menghela napas. Sudut waktu yang tak pernah berhenti terkadang membuatnya terjungkal dan lelah. Tidak ada hal yang pernah tetap, itulah yang dipelajarinya dari seluruh hal yang sudah terjadi belakangan ini. Dan ini, adalah finalnya.
Demian kini berdiri di hadapannya dengan senyum yang mengembang tipis. Laki-laki itu tampak sangat tampan menggunakan tuxedo putih di acara besar mereka malam ini. Begitupun ia, yang terbalut dress selutut berwarna putih dengan mahkota tiara yang menghiasi rambutnya yang bermodel buns, dan satu hal yang bisa mendeskripsikannya sekarang. Cantik.
"Lo, manis banget, kak."
"Sampe kapan lo manggil gue kak, huh?"
Lengkung manis di bibir laki-laki itu makin terbentuk sempurna. Siapapun yang melihatnya pasti setuju kalau predikat malaikat malam itu jatuh ke tangan Demian, demi melihat wajah polos yang memiliki kedewasaan dibaliknya itu.
"Baik, jika kedua pihak sudah siap, apa sudah bisa dimulai?"
Iris cokelat Demian menatap Rigel, sementara gadis itu mengedarkan pandang untuk mencari seseorang―tidak, pasangan itu―di antara banyaknya tamu undangan yang hadir.
"Belum ketemu ya?" Rigel menjawab bisikan Demian dengan gelengan. Laki-laki itu begitu mengerti, meski sudah tak lagi ditakdirkan Bersama, Rigel masih belum bisa melewatkan harinya tanpa Orion. "Mau nunggu?"
Kini emerald Rigel beralih menatap Demian, mencoba mencari setitik mengganjal yang akan membuatnya menggeleng. Nihil. Sepertinya Demian juga menunggu sahabatnya itu.
"Gak pa-pa. Gue tahu dia penting."
Gelengan kuat menjawab ucapan Demian. "Dia adalah satu hal yang penting. Tapi lo, adalah rumah yang bakal selalu jadi tempat gue buat pulang, Dem."
"It's ok, kalau masih mau nunggu," Demian mendekatkan tubuh. "Sayangnya kita di depan umum, kak, gue belum bisa―dia dateng."
Mata Rigel meniti pandang yang sama dengan mata Demian. Bertumbuk dengan pasangan yang tampak cocok dengan balutan pakaian berwarna soft blue senada yang memiliki kesan tersendiri. Orion melambai dari kejauhan, sementara perempuan yang digandengnya mengulum senyum manis dari jarak semeter dari podium.
"Semangat. Kebahagiaan di depan mata, my eternal angel!" kalau bisa diucapkan, itu pasti adalah kalimat yang akan didengarnya dari Orion kini.
Panggilan kesayangan laki-laki itu masih sama, dan semua perasaan Rigel pada Orion masih sama. Tapi yang membedakan kini, Orion sudah bersanding dengan perempuan yang selama ini ada di sisinya, menggenggam tangan laki-laki itu di titik terendahnya. Sementara Rigel? Gadis itu hanya bisa diam dan melihat.
"Udah siap?"
Lamunan Rigel buyar mendengar bisikan Demian sekali lagi. Ia menatap Orion yang sudah duduk di samping Rachel, memastikan laki-laki itu akan menyaksikan kebahagiaan yang dulu janji akan ia dapatkan tanpa Orion. Ia mengangguk, menggamit tangan kekar laki-laki yang berdiri di hadapannya.
"My little butterfly," panggil Demian. "Are you sure to be my queen, forever and ever?"
Rigel mengangguk, kemudian beralih menatap orang yang akan menuntun ikrar pertunangan mereka malam itu, memberi kode akan kesiapannya.
"Baik, acara saya mulai. Pria bisa mengikrarkan terlebih dahulu...."
Babak baru akan dimulai.
"Seperti apa yang sudah dituntunkan pada saya," Demian mengambil napas dalam. "Saya, Demian Gavril. Memastikan rasa ini pantas untuk bisa bersanding dengan wanita sempurna sepertimu, Rigel Althea Morrigan. Saya tidak berjanji akan memberikan seluruh dunia dan kebahagiaannya, tapi saya akan berusaha menemani sampai akhir kisah kita selesai. Jadi, maukah kamu menikah dengan saya yang penuh dengan celah ini?"
Rigel tersenyum. Sudah dipastikan laki-laki itu tremor, tapi melihatnya bisa selancar itu mengucapkan hal itu, hatinya menghangat. Ia menggamit lagi kedua tangan Demian. "Demian Gavril, saya bukanlah wanita sempurna yang bisa mewujudkan seluruh kebahagiaan dalam sebuah kisah. Tapi, Rigel Althea Morrigan ini, akan berusaha yang sebaiknya. Saya, dan seluruh hati saya, di malam ini, disaksikan oleh banyak tamu undangan, menerima tawaranmu untuk menjadi bagian dari hidup saya. Menikmati senja berdua hingga napas tak lagi tersisa, dan melengkapi celah yang ada dengan segala yang saya mampu berikan untukmu."
Demian tampak bernapas lega setelah mendengar penuturan lugas gadis di depannya ini. Usai sudah semua, dan kini labuhnya ada pada Rigel. Sosok yang dulu pernah dititipkan oleh seorang Orion. Jadi, sekarang bagaimana?
Gadis itu menyikut lengan Demian, minta meneruskan prosesi mereka. Demian yang gugup dengan cerobohnya hampir menjatuhkan cincin di tangannya, untung saja belum. Ya, kalau sudah, mungkin seisi ruangan akan menahan tawa karena sang pria.
"Baik, kita lanjutkan acara ini dengan proses pertukaran cincin," bimbing orang yang masih setia berdiri di antara Demian dan Rigel.
Gadis itu tahu, ini adalah akhirnya. Namun tetap saja, masih sangat sulit meskipun ia tahu Orion akhirnya menikahi sosok yang sama sekali tidak terpikirkan. Terlalu cepat. Dan ia bahkan tidak bisa mengejar bayangan laki-laki itu.
Demian perlahan memegang tangan kecil Rigel, mengelusnya dengan lembut sebelum memasangkan cincin emas bersepuh perak dengan berlian yang berada di tengah ukiran berbentuk bunga─tampak seperti bunga matahari. Begitu indah di jemari lentik Rigel.
Berganti pada gadis itu, ia masih tercekat. Kini statusnya sudah berubah. Calon istri seorang Demian Gavriel, CEO muda yang baru lulus dari akselerasi kuliahnya beberapa bulan yang lalu. Ia kini yang beralih menggenggam tangan besar Demian. Kemudian dengan sedikit gugup ia memasangkan itu di jari manis Demian, membuat laki-laki itu tersenyum manis.
"Thanks, little butterfly...."
Rigel mendongak, sejurus kemudian Demian mengecup keningnya. Jauh lebih lama dari biasanya. Dan di sana, ia bisa melihat Orion tengah tersenyum teduh sambil menggandeng tangan istrinya. Ya, semua sudah berjalan sesuai porosnya. Dan bahagia itu, tak harus selalu dengan orang yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [END]
Teen FictionBagi Rigel, Orion adalah rival yang paling menyebalkan sejauh ia mengenal laki-laki keturunan Australia itu. Orion selalu berusaha mengganggunya, dan tidak pernah memberikan memori yang indah untuk Rigel. Tapi Orion, dia adalah orang yang paling men...