H-32

517 57 0
                                    

         Sebagai imbas dari dijualnya ponsel milik Beomgyu, dua bersaudara itu harus mengabarkan dan saling memberi tahu kegiatan masing-masing selagi bertemu.

Mereka tidak bisa berkabar untuk hal-hal yang mendesak kecuali Beomgyu menemukan telepon umum. Memang tempat mereka pindah ini bukan daerah terpencil, tapi Beomgyu masih bisa menemukan beberapa bilik telepon umum.

Pun masih banyak warung internet tempat Beomgyu bisa mengakses akun media sosialnya untuk sekedar menghubungi Jeno.

Hari ini lah, hari pertama bagi mereka hidup dengan minim akses komunikasi itu.

Dari yang Jeno sampaikan saat mereka sarapan tadi, kakaknya itu akan memulai dua pekerjaan hari ini. Dan sekiranya pukul sepuluh malam perkiraan waktu yang Jeno sebutkan untuk kepulangannya.

Sedang saat ini, Beomgyu buta waktu karena tidak suka mengenakan jam tangan ditambah lagi sekarang ia tidak memiliki ponsel.

Memilih untuk abai, anak itu memilih untuk mendorong pintu sebuah kedai.

Ia ingin istirahat sebentar. Mungkin sekalian numpang lihat jam? Beomgyu mengedikkan bahu sambil cekikikan dalam hati.

Setelah menyebutkan pesanannya, Beomgyu kemudian duduk di salah satu dari sekian meja kosong. Tak ketinggalan, ia meletakkan rantang bawaan dari Soohyuk tak jauh di sebelahnya.

Seorang wanita tua membawakan pesanan yang ia sebut tadi, "Kamu bukan anak sekolah, kan?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.

Merasa dicurigai, Beomgyu pun berdiri. Membuat perbedaan tinggi yang cukup jauh dengan wanita itu.

Sambil merogoh saku celana, Beomgyu berlaga panik memeriksa semua kantong yang ia miliki, "Aigoo, dompet saya ketinggalan. Saya hanya bawa uang tunai untuk minumannya." cengiran Beomgyu merekah bersamaan dengan ia menyodorkan beberapa uang kertas.

"Haah, sudahlah. Lagi pula setelah dilihat-lihat, kamu ga terlihat seperti anak sekolahan." wanita itu kembali membawa nampannya setelah menerima pembayaran dari Beomgyu. "Apa-apaan tinggi badannya itu?"

Selamat. Setidaknya, tinggi badan menyelamatkannya hari ini.

Pandangan Beomgyu jatuh pada gelas berisi cairan kuning kecokelatan yang ada di mejanya. "Kalau cuma segini, gue ga akan mabuk, kan?" cicitnya.

Ini akan menjadi pertama kalinya Beomgyu menenggak minuman beralkohol. Selama ini, bahkan untuk sekedar minum cola saja, keluarganya pasti akan sangat meminimalisir.

"Yah, lo ga akan pernah tau sampai lo mencoba sendiri, Bam." monolognya kemudian meraih gelas yang telah ia pesan.

***

       

         Sensasi terbakar yang semula mencekik lehernya membuat Beomgyu mengernyit, namun pada tegukan kedua dan selanjutnya Beomgyu mulai menikmati minuman yang nyaris terasa pahit itu.

Gelasnya masih setengah terisi, ia berniat akan menyesapnya sedikit demi sedikit.

Anak itu menarik nafas dalam-dalam sambil menatap langit-langit kedai. Sudah kelihatan kaya orang susah banget ga sih kalau begini?

Entah efek dari minuman yang ditenggaknya atau Beomgyu hanya senang menertawakan diri sendiri? Tapi Beomgyu merasa keadaannya sekarang benar-benar lucu.

Diliriknya rantang makanan di samping, lalu beralih pada gelas berisi minuman beralkohol, terakhir ia menoleh ke arah kaca jendela yang memantulkan bayangan dirinya.

Sepasang mata indah itu terlihat sayu, dan dihiasi pula oleh lingkar hitam yang samar-samar mulai terlihat.

Selang sepersekian detik, Beomgyu menyipitkan kedua matanya demi mempertajam penglihatan.

HIRAETH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang