H-45

519 67 6
                                    

         Selagi menunggu Sungchan berganti pakaian di kamar mandi, Beomgyu menarik selimut tebal yang tergelar setengah berantakan.

Langkahnya kemudian berlalu menuju lemari. Jika tidak salah, ia sempat melihat ada selimut tipis yang disimpan di lemari saat mengambilkan baju ganti untuk Sungchan tadi.

Klek

Pintu kamar mandi terbuka hampir bersamaan dengan Beomgyu yang sudah meletakkan selimut lebih tipis di atas kasur.

Wajah pucat Sungchan membuat Beomgyu menghela nafas gusar. Padahal kemarin anak itu masih bertingkah super aktif, dan hari ini tepat di hadapannya, Sungchan berjalan hampir tanpa tenaga.

Dengan baik hati Beomgyu membatu memapah kembarannya untuk kembali merebahkan diri.

"Bego! Kalau demam tinggi jangan pakai selimut tebal, mau hipertermia lo? Mana ga bilang sama Bubu, ga mau makan, dan ga mau minum obat. Seniat itu mau mati?" cerocos Beomgyu setelah memastikan tubuh Sungchan terbalut selimut.

"Dingin banget, Bam." sahut Sungchan.

Beomgyu sedikit terjengit. Dia tidak benar-benar serius dengan perkataannya, ia hanya tidak tega melihat Sungchan yang masih gemetar menggigil. "Khmm, kalau gitu makan buburnya selagi hangat."

Demi memutus kontak dengan tatapan sayu Sungchan, Beomgyu bergegas mengambil nampan berisi semangkuk bubur yang masih menyisakan kepulan asap tipis.

"Kenapa? Ga mau makan?" ketus Beomgyu saat Sungchan sudah memperlihatkan wajah enggan.

"Katanya tadi kedinginan, gue capek aja masih sempat buatkan bubur. Dan lo ga mau makan?" sambungnya.

Ngomel ya?  Ingin rasa hati Sungchan meledek Beomgyu, tapi apa boleh buat? Dirinya tak punya cukup tenaga untuk menggoda sang kembaran. Ia memang belum memakan apapun sejak tiba di rumah semalam.

"Apa ke rumah sakit aja? Kayanya sakit lo parah, disuruh makan malah senyum-senyum gitu!"

Sungchan menggeleng pelan, kemudian menerima suapan yang Beomgyu ulurkan.

Belum sampai lima suap, tapi Sungchan sudah menutup rapat mulutnya, "Gue bisa muntah walau cuma satu suap lagi." tolaknya memalingkan wajah dari hadapan sendok.

Beomgyu mengalah, ia kemudian mengambil obat yang sudah dimintanya pada pekerja. "Jangan bilang lo ga bisa telan obat?"

"Bisa, tau!" Memang wajah Sungchan terlihat murung, tapi bukan berarti ia takut menelan pil pahit itu. Selama ini ia hanya enggan bersusah payah ketika sakit, jadi Sungchan membiarkan demam mereda dengan sendirinya.

"Baguslah." sahut Beomgyu sambil menyiapkan segelas air selagi menunggu Sungchan merubah posisi setengah duduk.

Setiap kali sakit, Tuan Muda tidak pernah memberi tau Tuan Jung. Takut merepotkan dan menganggu beliau katanya. Jadi Tuan Muda selalu mengurung diri seperti sekarang.

Melihat Sungchan yang terlihat kepayahan, Beomgyu jadi teringat pada ucapan dari pekerja yang membantunya membuat bubur.

Iba.

Kembarannya ini juga sering mengalami kesulitan yang hanya dilalui seorang diri, "Seharusnya ada Bang Jeno juga. Tapi dia pulang telat dari kampus, jadi terpaksa pulang ke rumah lama. Kalau besok demamnya belum turun, Bang Jeno akan bawa lo ke rumah sakit."

Tidak ada sahutan dari Sungchan, anak itu hanya menuruti apapun yang Beomgyu arahkan. Fisiknya memang sakit, tapi batin Sungchan terlampau bahagia sebab ini pertama kali setelah belasan tahun ia kembali dirawat keluarganya ketika sakit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HIRAETH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang