26. Melawan Trauma

6 2 0
                                    

Suasana rasanya menjadi kikuk sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana rasanya menjadi kikuk sekali. Damira masih berada di ambang kebingungan atas apa yang sudah terjadi, sementara Laksana berdegup takut gadis itu memilih Gevano.

"Em, lebih baik kamu mencintai Laksana aja, Damira," celetuk Gevano, senyumnya mengembang sambil terkekeh ringan. Tangan Gevano lalu terangkat mengambil Protesa pada mata kanannya. "Lagian, aku sekarang cuman punya satu mata."

Damira semakin dibuat kaget. Mata itu bisa di lepas, pikir Damira. Tidak sampai ke arah mata palsu. Damira tak menyangka Gevano mengalami kejadian naas yang merenggut bola mata kanannya.

Gevano memakai Protesanya lagi. Sebelum Damira menangis ketakutan, seperti ibunya kemarin yang histeris melihat mata kanan Gevano kosong.

"Maaf jika menyakiti hatimu, tapi dia sudah punya kekasih di Bandung." Laksana memberitahu. Takutnya Gevano akan merebut hati Damira sehingga terjadilah perselingkuhan di antara mereka.

"Hatiku tidak tersakiti, Aksa. Meskipun aku bilang pada Abu Syik, aku ingin menyusul Laksamana, bukan berarti aku mencintai Laksamana. Aku tetap mencintaimu sampai kapanpun." Damira membenarkan jilbabnya yang tak memakai jarum, jadi sesekali tersingkap akibat hembusan angin.

Laksana bisa merasa senang sekarang. Setidaknya ia dapat melihat senyum gadis itu setelah sekian tahun. Laksana kembali melangkah mendekati Damira, menggapai pergelangan tangan Damira secara perlahan.

"Izinkan aku menjadi ayah dari anak-anakmu," pinta Laksana terdengar sangat serius. 

Gadis itu berpikir sejenak, sebelum akhirnya menggeleng pelan sambil mengambil pergelangan tangannya dari genggaman Laksana. Damira menyentuh perutnya, bermaksud memberitahu Laksana jika ia sudah mengandung anak dari lelaki lain.

"Apa kau tidak mengerti maksud dari kalimatku, Damira?" Laksana menautkan kedua alisnya.

Damira melangkah mundur, membalikkan tubuhnya untuk membelakangi Laksana. "Aku tidak tega membunuh calon bayi ini, Sa. Aku tidak ingin menjadi pembunuh meski masa depanku sudah direnggut olehnya. Jadi, kupikir lebih baik sekalian aku saja yang pergi dari sini."

Laksana mengembuskan napas panjang. Sesekali pandangannya beredar melihat luasnya lautan biru dari sabang Indonesia. "Orang-orang sepertimu hanyalah orang-orang yang kehilangan arah dan semangat hidup, Damira."

"Harga diriku sudah hancur, Laksana!" bentak Damira. Tanpa sadar air mata sudah membasahi kedua pipinya.

"Sudah dicambuk seratus kali, pria bajingan itu juga kabur tidak bertanggung jawab. Apalagi? Ayahku pergi, ibuku tak lagi mau menerimaku. Warga juga sudah muak melihatku!"

"Tapi, Abu Syik masih menerimamu, Damira," potong Laksana mencoba mempertahankan penuturan lembut, dirasa emosi Damira sudah mulai membeludak.

"Abu Syik merasa malu sejak aku tinggal bersamanya, Sa. Dia tidak pernah lagi berlayar menangkap ikan."

Detention : Perjuangan Mencari Sang PemberaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang