25. Tepi Bukit

12 2 0
                                    

Kematian Pak Leumro, satu-satunya pria yang paling disegani di desa itu membawakan duka mendalam untuk semua orang. Tidak ada lagi pria berwibawa yang bisa melindungi desa dari hiruk pikuk kegelapan, termasuk kebijakan pemerintahannya dalam kemanusiaan. Akan tetapi, dari banyaknya insan yang berduka, masih ada pula manusia yang memanfaatkan situasi untuk hal buruk.

Damira mendapatkan perlakuan tak senonoh dari penjaga kesultanan yang terobsesi dengannya. Tidak ada yang bisa menghentikan kejadian itu, Damira dibawa jauh oleh penjaga kesultanan sampai di puncak gunung, diiming-iming akan menghilangkan rasa duka dalam benak Damira.

Keduanya mendapat hukuman cambuk, seratus kali cambukan atas tuduhan perzinaan. Seorang penebang pohon yang menjadi saksi tindakan tersebut.

Orang-orang tidak akan percaya jika Damira posisinya adalah korban yang dilecehkan, dikarenakan penjaga tersebut sangat dekat dengan Damira, selalu mengikuti ke manapun Damira pergi. Bahkan Damira sudah menganggap penjaga itu seperti kakak sendiri.

Semua orang menganggap bahwasanya Damira adalah aib dan sampah masyarakat. Ia dikucilkan, dijauhi, dan dimaki habis-habisan. Damira diusir dari kesultanan. Beruntung Abu Syik yang merupakan kakak ayahnya masih mau menerima keberadaannya, walau para tetangga terus saja bertanya kepadanya; "mengapa Abu Syik masih mau menampung wanita jalang itu?"

"Sebetulnya, aku sudah mendengar kabar itu dari Umi, Abu Syik," ucap Laksana memberanikan diri, setelah mendengar pemaparan panjang dari Abu Syik.

Pria paruh baya itu inisiatif menceritakannya, sebab ia pikir Laksana akan bertanya mengenai kabar ponakannya setelah bertahun-tahun ditinggalkan. Laksana pun tidak memiliki niatan untuk memberhentikan penjelasan Abu Syik, agar ia bisa menyinkronkan antara informasi ibunya dan Abu Syik. Justru Gevano yang terlihat kebingungan.

"Lalu, untuk apa kau bertanya kembali jika sudah mengetahuinya? Kau ingin mengobrak-abrik aib sampai ke akar-akarnya?"

Laksana menggeleng kuat tanpa berani mengangkat kepala. "Tidak, Abu Syik. Aku sama sekali tidak memiliki niatan demikian."

Abu Syik yang bernama asli Teuku Jeunagha itu menilik-nilik raut wajah Laksana. Memastikan sebetulnya apa isi hati pemuda yang baru kembali ke tanah Aceh setelah bertahun-tahun pergi tanpa pamit itu. Selama ini Abu Syik selalu berkata dalam batinnya, jika saja Laksana tidak pergi, mungkin masa depan ponakannya masih bisa terselamatkan. Ia tahu seberapa besar cinta mereka masing-masing. Damira adalah ponakannya, dan Laksana adalah anak buahnya.

"Kau masih mencintai Damira, Nak?" tanya Abu Syik, dijawab anggukan kecil oleh Laksana. "Tapi, perempuan itu sudah mengandung empat bulan. Kau masih mau menerimanya?"

Kali ini lelaki itu memberanikan diri menatap Abu Syik. "Selama 12 tahun Abin pergi meninggalkan aku, Abu Syik. Aku paham bagaimana rasanya tumbuh tanpa dampingan seorang ayah. Aku tidak ingin anak dari wanita yang aku cintai tumbuh tanpa kasih sayang ayah."

Abu Syik masih terdiam, mencoba meyakinkan hatinya melalui setiap perkataan yang terlontar dari mulut pemuda berusia 22 tahun itu. Laksana mengambil sebelah tangan Abu Syik, lalu mengecup pelan punggung tangannya.

"Kumohon, Abu Syik. Berikan aku kepercayaan untuk mengambil alih tanggung jawabnya."

Abu Syik melempar tatapan tajam. Melepaskan genggaman Laksana, lalu beranjak masuk ke dalam rumah. Awalnya Laksana takut sekali, jantungnya berdebar kencang, ia pikir Abu Syik sangat tidak setuju dengan permintaannya sampai pergi meninggalkan tanpa kata-kata. Namun, Abu Syik rupanya kembali sembari membawa kotak rotan yang cukup besar.

Abu Syik membukanya secara perlahan, menunjukkan isian penuh barang yang rata-rata adalah benda tajam di hadapan dua pemuda itu. Abu Syik mendorong kotak rotan tersebut agar Laksana bisa melihat dengan teliti.

Detention : Perjuangan Mencari Sang PemberaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang