18. Nostalgia Kampung Halaman

9 3 0
                                    

"Aksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aksa."

Panggilan lembut itu membuat Laksana membuyarkan lamunannya. Sudah hampir satu jam Laksana hanya diam di atas jembatan kayu, menghadap ke arah pesisir pantai yang jaraknya beberapa meter dari sini.

Delapan tahun terlewati semenjak ayahnya pergi, Laksana tidak pernah lagi menginjakkan kaki di sana. Jika Laksana ingin menikmati matahari terbenam, ia akan pergi ke bukit yang berada tak jauh dari rumahnya. Di sana terdapat jembatan kayu yang menghadap ke arah laut.

Hempasan angin membuat rambut Laksana berantakan. Buru-buru dirinya merapikan rambut begitu menyadari kehadiran seorang perempuan di belakangnya. Laksana lantas melempar senyum.

"Damira? Ada apa engkau ke mari?" tanya Laksana sangat sopan.

Gadis berjilbab ungu itu menggeleng pelan. Ia menghampiri Laksana, berdiri di sebelahnya sembari melihat matahari tenggelam.

"Aku hanya ingin melihat matahari tenggelam di sini," jawab Damira.

Jantung Laksana berdegup kencang semenjak, deru napasnya pun berhembus tak beraturan. Kalau dibiarkan, bisa-bisa Laksana akan melompat dari tebing ini karena tidak kuat melihat paras indah Damira. Kulitnya yang putih dengan pipi kemerahan, postur tubuh sempurna, bulu mata yang lentik, bibir merah muda, dan wangi khas manusia terhormat terus saja masuk ke indra penciuman Laksana.

"Kalau begitu, aku permisi, Damira. Semoga harimu menyenangkan," pamit Laksana. Tanpa membalikkan tubuh, ia hendak melangkah pergi.

Damira merupakan perempuan yang menerima selimut pemberian Laksana ketika tsunami Aceh 2004 lalu, tepatnya saat mereka berada di tempat pengungsian. Ayah kandung Damira dinyatakan meninggal, beberapa tahun setelahnya ada seorang pria yang menikahi ibunda Damira.

Damira sekarang adalah anak dari seorang pria berdarah asli keturunan sultan Aceh. Pria itu sangat amat disegani oleh rakyat setempat, hal tersebut berpengaruh kepada Damira. Ia dianggap sebagai putri terhormat. Wajar Laksana merasa tidak pantas bersanding dengannya, walau hatinya ingin sekali berbicara empat mata seperti ini.

Siapa yang tidak menyukai gadis seindah Damira? Sudah banyak pemuda yang melamarnya, bahkan sampai orang tua sekalipun. Mereka sampai rela ingin memberikan hartanya demi mendapatkan Damira. Namun, gadis itu selalu menolak dengan alasan sudah mencintai seorang lelaki.

"Tunggu, Aksa. Aku ingin menikmati mata hari terbenam bersamamu untuk yang terakhir kali." Damira menahannya.

Laksana akhirnya membalikkan tubuh. Dengan ragu, ia bersanding di sebelah Damira, walau jaraknya terhitung empat langkah. Tangan Laksana yang sangat bergetar itu perlahan mencengkeram pagar pembatas.

"Apa maksudmu?" Alis Laksana bertaut.

Terdengar helaan napas yang lembut dari Damira. Gadis itu menundukkan kepalanya. "Kudengar, besok kamu akan pergi meninggalkan Aceh. Benarkah itu?"

Detention : Perjuangan Mencari Sang PemberaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang