15. Kegagalan untuk Pradana

15 2 0
                                    

Langit telah memasuki waktu fajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit telah memasuki waktu fajar. Adzan berkumandang sejak setengah jam yang lalu. Saat itu banyak umat muslim pergi ke mesjid untuk mengejar pahala menunaikan kewajibannya beribadah dan mengalahkan rasa kantuk di matanya. Bahkan sekarang, beberapa jamaah masih berdiam diri di masjid, sekadar mengaji atau bertanya sesuatu kepada ustadz.

Berbeda dengan Laksana, jam segini dirinya baru terbangun. Setengah enam. Siapa yang sholat Subuh jam setengah enam pagi? Namun, ayahnya selalu berkata, tidak ada kata terlambat untuk beribadah, selagi matahari belum menampakkan diri.

Laksana menggisikan kedua matanya, ia menguap cukup lebar, bisa jadi seisi bumi akan terhisap masuk melalui mulutnya yang besar itu. Padahal, Laksana baru mandi dan mencuci wajahnya menggunakan sabun, tetapi kantung matanya malah terasa berat, menggoda agar melompat kembali ke atas kasur.

Akan tetapi, sejak Gevano, tidak, maksudnya Laksamana tinggal di rumahnya, ayahnya selalu saja membanding-bandingkan. Sebetulnya, Gevano belum terbiasa dipanggil Laksamana. Ia masih menginginkan panggilan Gevano selama hidupnya. Anatra sempat menawarkan, bagaimana jika nama lahirnya dan pemberian orang-orang panti digabungkan saja.

Seperti Teuku Gevano Laksamana Bumi Pradika Dhieut. Namun, malamnya Gevano langsung jatuh sakit, demam cukup tinggi ditambah syok karena tidak menyangka atas takdir yang menimpanya.

Lantas, Anatra kembali memberi saran, bagaimana jika Teuku Gevano Laksamana saja? Kali ini Laksana langsung tidak menyetujuinya. Bagi Laksana, Dhieut adalah nama belakang yang harus dipertahankan, Dhieut juga merupakan nama yang diturunkan dari mendiang kakeknya.

Keputusan terakhir, Gevano akan diberi nama Teuku Gevano Laksamana Dhieut saja. Hari ini Anatra akan mengadakan syukuran kecil-kecilan atas kembalinya Gevano, sekaligus mengesahkan nama tersebut. Anatra sudah menghubungi kerabatnya, juga salah seorang pengurus panti yang dahulu merawat Gevano. Kebetulan ada hal yang ingin Anatra bicarakan secara empat mata, katanya.

"Setelah ini bagaimana, Abin?"

"Tinggal masukkan mi-nya, lalu oseng-oseng agar tidak gosong."

Baru saja Laksana melangkah keluar, suara percakapan kakak dan ayahnya dari dapur sudah terdengar. Laksana mengembuskan napas panjang, sudah pasti dirinya akan menjadi sasaran empuk bagi ayah dan kakaknya jika menghampiri dapur sekarang.

Laksana mengendap-endap menuju ruang utama. Ia ingin berpura-pura memberesi rumah, ketimbang diolok-olok tidak mengerjakan apa pun sama sekali. Bila nanti disudutkan, Laksana tinggal beralasan saja bahwa ruang utama sudah bersih karena kerja kerasnya.

"Duh, aduh. Lihat, Abin. Pangeran tampan kita sepertinya baru bangun," sindir Gevano begitu melihat siluet Laksana di ambang pintu dapur.

Anatra ikut menoleh. Kedua alisnya bertaut, sesekali ia menelisik permukaan yang dipijak Laksana. "Kenapa pelan sekali melangkahnya, Sa? Lantainya rapuh, kah?"

Detention : Perjuangan Mencari Sang PemberaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang