PEMBUKAAN KEDAI BAKMI ASAMI
Laksana tersenyum lebar sekali melihat spanduk yang terbentang di depan tokonya. Ia memainkan bunga-bunga yang menghias di sekeliling spanduk tersebut.
Akhirnya setelah dua bulan penantian, Laksana sudah berada di tahap pembukaan kedainya. Bermodalkan uang yang diberi sang ayah, Laksana dan istrinya memutuskan membuka usaha di bidang kuliner. Bakmi dan beberapa minuman kesukaan anak muda menjadi menu yang mereka sajikan.
Asami, nama kedai itu merupakan gabungan antara nama Laksana dan Damira. Tempatnya juga strategis, tidak begitu besar dan tidak begitu kecil. Pada halaman kedai terdapat beberapa tumbuhan, saran dari Gevano agar kedai terlihat lebih hidup. Meja dan kursi untuk pelanggan diletakkan di dalam ruangan, ada juga yang dijajarkan di luar untuk pelanggan yang ingin menikmati udara segar.
Beberapa pengunjung sudah berdatangan, menduduki meja-meja yang terdapat di luar kedai. Laksana menatap para pengunjung. Mereka terlihat sabar menanti waktu pembukaan, tidak ada yang terlihat kesal, sebagian dari mereka justru menyempatkan diri berfoto pada sudut-sudut instagramable.
"Nunggu siapa lagi? Teman-temanmu sudah ada di dalam lho." Damira menyusul suaminya ke depan.
Kakak kembarnya, Anandika, Alvano, Alvani, ikut membantu dirinya dalam pembentukan kedai bakmi ini. Lengkap dihadiri oleh adik-adik mereka, alias Andara, Andaru, Abidzar, Atlaska, Alvaro, Alphino, dan Pradana. Mereka berada di dalam, menyiapkan menu spesial yang hanya ia hadirkan hari ini. Bakmi dengan topik beef teriaki, ditambah teh manis dari daun teh asli. Adik kembar ayahnya dan suami juga sudah di sana, duduk menikmati nuansa kedai. Namun, ada dua orang yang tiba di lokasi.
Ayah dan ibunya. Dua hari lalu, sang ayah baru saja keluar dari rumah sakit setelah tiga minggu dirawat. Penyakit jantung Anatra semakin parah, harus menjalani beberapa operasi. Faktornya disebabkan oleh pikiran.
Laksana tidak begitu menyarankan ayahnya untuk hadir, tetapi ia sangat berharap agar ayahnya bisa menyaksikan kesuksesan kedai bakmi ini.
Mata lelaki itu seketika berbinar tatkala sebuah mobil berhenti di parkiran kedainya. Setelah itu dirinya memutarkan tubuh Damira supaya menoleh melihat apa yang dirinya lihat.
Beberapa pengunjung histeris melihat kehadirannya yang baru turun dari mobil, sampai beranjak dari tempat duduk demi bisa menghampirinya. Para pengunjung yang kelihatannya adalah mahasiswa itu melontarkan kalimat-kalimat rindu, selama tiga minggu tidak bertemu rasanya berat sekali.
Selesai menghadapi para mahasiswi, pria itu pun melangkah kembali menghampiri putranya yang masih berdiri tegap. Ia mengulurkan tangan, selayaknya seorang pengusaha bertemu dengan pengusaha lain.
"Selamat atas pembukaan kedainya, Pak Laksana."
Laksana tertawa kecil mendengar ucapan tersebut, sebelum membalas jabat tangan ayahnya. "Seharusnya Abin istirahat aja di rumah."
"Tidak mungkin Abin meninggalkan momen berharga ini." Anatra memberikan senyum terbaiknya.
Laksana merasa bangga sekali memiliki ayah seperti Anatra yang selalu mendukung semua keputusan anak-anaknya. Belum lagi perjuangan ayahnya melawan penyakit mematikan itu sedari dulu, sampai harus meninggalkan tanah kelahiran agar tidak menyusahkan anak-anaknya. Kambuh kemarin adalah kambuh paling menyakitkan setelah 12 tahun terakhir, tetapi Anatra bersikeras bertahan karena ingin melihat cucu-cucunya.
"Abin keren banget. Padahal baru dua hari keluar dari rumah sakit, udah bisa nyetir mobil aja," puji Andara, gadis itu menghampiri Anatra.
"Jangan anggap Abin ini lemah, Dar. Abin tak berdaya cuman di atas ranjang rumah sakit. Selebihnya Abin bakal sehat banget. Lihat." Anatra menunjukkan lengan atas dari balik kaos yang ia pakai, seperti menunjukkan otot yang dimilikinya.
Andara sudah tidak takut lagi melihat pria bertubuh besar itu. Terlebih setiap kali Anatra bertemu dengan Andara, Anatra selalu memperlakukan Andara seperti anaknya sendiri. Memberi jajanan, mengusap kepala, sampai membawakan hadiah. Berhubung semua anak Anatra adalah lelaki, jadi dirinya melampiaskan keinginan mengurus anak perempuan kepada Andara.
Anatra dan istrinya duduk pada meja tempat Andara dan Pradana berada. Mereka saling berhadapan satu sama lain. Pria itu tak lepas menatap gadis di depannya.
"Andara, Abin sudah mendengar kabarnya dari Prada."
Andara yang tengah memotret langit pagi hari ini terdiam cukup lama, setelah itu menatap protes kepad. Usahanya menyembunyikan semua fakta menyakitkan itu resmi gagal. Padahal Andara tidak mau paman kesayangannya sampai khawatir berlebih, apalagi Anatra baru keluar dari rumah sakit dan harus menjalani perawatan lebih lanjut secara mandiri.
Gevano hilang ingatan, lebih tepatnya melupakan Andara.
Entah bagaimana kejadiannya. Satu minggu lalu Gevano mengaku tidak memiliki kekasih, tetapi ia ingat betul seperti apa masa lalunya saat masih di Aceh. Tak hanya Andara yang terlupakan, kejadian dua tahun lalu saat penangkapan oleh Degana pun dilupakan.
Alhasil, sampai detik ini Anandika dan Gevano belum berkomunikasi satu sama lain. Walau jarak mereka terbilang sangat dekat.
"Abin akan mencoba mengembalikan ingatan dia, Dar."
Andara menggeleng lemah. "Jangan, Abin. Biarkan dia mengingat dengan sendirinya. Kasihan juga kalau kita paksa. Yang penting, Andara masih bisa melihat senyumnya dari jauh, itu lebih baik."
Pradana melirik Andara yang menunduk lesu, lalu ia menatap ayahnya dengan raut wajah penuh keyakinan.
"Aku akan menjaga Andara selama Kak Gevan tidak bisa menjaganya."Berhubung Pradana sangat dekat dengan Andara, apalagi perasaan cintanya yang belum menghilang, Pradana ingin sekali memanfaatkan situasi ini, tetapi ia tak akan pernah melupakan jika Andara selalu mencintai kakaknya.
"Selamat pagi menuju siang semuanya," sapa Laksana melalui mikrofon, ia berdiri di atas panggung kecil. Para pengunjung tiba-tiba senyap, tak ada yang mengeluarkan suara sekecil apapun.
Laksana memberikan kalimat pembukaannya, mulai dari terima kasih yang telah hadir, terima kasih kepada keluarganya, kepada istri dan sahabat-sahabatnya. Laksana juga menjelaskan seperti apa proses serta rintangan pembentukan kedai, seperti harus berpanas-panas mencari lokasi yang cocok di bulan puasa. Tak lupa dirinya menyebutkan menu apa saja yang akan disajikan untuk pelanggan.
Hingga kalimat yang dinanti-nanti, Laksana resmi membuka kedai bakminya.
"Mulai hari ini, Kedai Bakmi Asami resmi dibuka." Laksana mengetuk mikrofon sebanyak tiga kali, disambut riuh tepuk tangan semua orang yang terduduk.
Laksana mengukir senyum hangat sampai bola matanya tak terlihat, ia juga mengedarkan pandangannya. Momen ini akan terus Laksana ingat. Perjuangannya sedari lahir sampai detik ini, tidak akan pernah ia lupakan.
Laksana ingin menangis detik ini juga, mengingat saat upacara pelantikan kepolisian kemarin, tidak ada satupun keluarga dan teman yang hadir untuknya. Tetapi sekarang, semua orang-orang yang ia sayangi ikut hadir mendukungnya. Anatra, Cani, Gevano, Pradana. Pilar Enam Serangkai, dan perempuan pujaan hatinya.
Pilihan Laksana benar sedari awal, tetap semangat berjuang dan bertahan lebih lama demi semesta.
•••
"Bisa jadi lebih indah jika kamu berandai ingin mati, kemudian dihidupkan kembali. Namun, akan lebih baik jika kamu berimajinasi agar mendapatkan kehidupan lebih baik."
— Teuku Laksana Dhieut
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Detention : Perjuangan Mencari Sang Pemberani
Mystery / ThrillerLaksana merasa bertemu kembali dengan kakak kembarnya yang hilang akibat bencana tsunami Aceh 2004 silam. Namun, Gevano-yang ia duga sebagai saudaranya-sama sekali tidak mengingat masa kecilnya, bahkan Laksana sekalipun. Akankah Laksana bisa membuat...