Tiga tahun setelah bencana maha dahsyat, Anatra dan Cani dikaruniai anak lagi. Kali ini tidak kembar, hanya seorang anak lelaki yang sehat dan menggemaskan. Hari ini anak tersebut berulang tahun yang pertama. Sebagai kakak laki-laki, Laksana berniat untuk membelikan adiknya sebuah hadiah. Namun, kira-kira hadiah apa yang bisa dibeli oleh anak berusia tujuh tahun dengan uang saku hanya 12.000 rupiah hasil tabungannya?
Laksana memandang satu per satu mainan yang tergantung, ada mobil, perahu hingga robot. Anak itu menyentuh salah satu robot dan menanyakan harga kepada ibu penjual.
"Dua puluh ribu, Nak."
Bibir Laksana merungut, ia kembali menatap uang dalam genggamannya. Lantas matanya kembali mencari-cari mainan kecil di sekitaran toko sederhana itu.
Sebetulnya beberapa kali ibu penjual menawarkan mainan yang diinginkan Laksana dengan bayaran seadanya saja. Namun, Laksana tidak ingin menerima tawaran tersebut, ayahnya tak pernah mengajari Laksana untuk mengambil barang dengan harga yang tidak sesuai.
"Uang adek ada berapa?" Ibu tersebut menyamakan tinggi dengan Laksana.
"Dua belas," jawab Laksana sembari memberikan uang itu. Wajahnya penuh harap, bisa mendapat mainan bagus untuk sang adik.
"Kalau begitu, ibu kasih tanah liat saja, bagaimana? Nanti di rumah Adek kreasikan dengan adik Adek mau dijadikan apa."
Laksana tersenyum gembira, ia mengangguk antusias. Sebungkus tanah liat pun berhasil ia dapatkan. Secepat mungkin Laksana keluar dari toko mainan, menyambar sepedanya, lantas mengendarai tanpa alas kaki.
Desa Meunasah Teungoh sudah melakukan pembangunan ulang dalam jangka waktu tiga tahun terakhir. Meski mendapat banyak luka dan trauma, tidak membuat semangat hidup masyarakat di sana surut, termasuk Laksana. Tiga tahun kakaknya dinyatakan hilang, tetapi Laksana tidak pernah merasa kehilangan. Setiap sore Laksana selalu mampir ke tepi pantai untuk bicara sendirian, dalam bayangannya sedang berbicara dengan Laksamana.
Namun, semenjak punya adik, orang tuanya sering melarang Laksana untuk sering main ke luar rumah, terutama pantai. Setiap sore menjelang magrib, Cani dan Anatra memerintahkan Laksana agar mengawasi adik bayinya.
Anatra pun tetap menjalankan rencananya, bukan saat Laksana berusia 10 tahun, melainkan saat usianya 7 tahun kemarin pun Anatra sudah mulai menegaskan pengajaran agama kepada putranya. Ia harus menjadi contoh sang adik.
Sedikit sakit jika harus mengakui bahwa anak ketiga mereka hanya untuk menutupi luka atas hilangnya anak pertama. Namun, kehadiran anak ketiga mereka tampaknya tidak terlalu membawa kebahagiaan. Contohnya perubahan sikap Anatra dan Cani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detention : Perjuangan Mencari Sang Pemberani
Mistério / SuspenseLaksana merasa bertemu kembali dengan kakak kembarnya yang hilang akibat bencana tsunami Aceh 2004 silam. Namun, Gevano-yang ia duga sebagai saudaranya-sama sekali tidak mengingat masa kecilnya, bahkan Laksana sekalipun. Akankah Laksana bisa membuat...