14. Jatuh Sakit

32 2 0
                                    

Kedua tangan Laksana telaten menata gelas dan mangkuk di atas nampan, tak lupa ia juga menyelipkan baskom kecil di antaranya berisi air dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua tangan Laksana telaten menata gelas dan mangkuk di atas nampan, tak lupa ia juga menyelipkan baskom kecil di antaranya berisi air dingin. Kemudian lelaki itu melangkah menuju kamar kakaknya.

Sejak Gevano mengingat semua kejadian masa kecilnya, ia lebih banyak diam dan termenung di dalam kamar. Sepertinya Gevano pun tengah mencerna apa yang telah terjadi selama ini, apa yang sudah ia katakan, semua rencananya jika bertemu dengan keluarga kandung. Sampai akhirnya, malam ini tubuh Gevano menjadi sangat panas, Laksana berniat untuk mengobatinya.

"Makan, Kak. Dari siang kamu belum makan," suruh Laksana. Ia menyimpan nampan di atas meja nakas.

Laksana menaruh telapak tangannya pada kening Gevano. Suhunya malah terasa semakin tinggi. Wajah Gevano juga sangat pucat, pandangannya saja kosong entah memikirkan apa.

"Kakak," gumam Gevano, senang mendengar panggilan istimewa itu untuk kali pertama. Gevano tersenyum kecil.

"Ayo, makan dulu." Laksana membantu kakaknya duduk bersandar agar makanan tidak membuatnya tersedak.

Lelaki itu menyuapi Gevano pelan-pelan. Kakaknya tidak bisa makan sendiri, lebih tepatnya Laksana tidak tega jika Gevano terlalu memaksakan diri. Kembalinya ingatan masa lalu begitu menguras tenaga Gevano, sampai dirinya lemas tak berselera seperti ini.

"Aku udah ngabarin Nandi sama yang lain, rencananya besok mereka mau jenguk ke sini sepulang ngajar. Kamu jangan mengajar dulu, ya? Nanti aku minta tolong izinkan ke Paman Indra."

Gevano mendengar pasti perkataan Laksana meski tangannya sibuk memainkan selimut, bersikap gugup. Suasana menjadi terasa canggung setelah mereka menyadari selama ini mereka adalah adik-kakak kandung.

Laksana merasa bodoh karena selama pertemanan dengan Gevano terjalin, dirinya sama sekali tidak merasakan suatu perasaan spesial, seperti anak kembar pada umumnya yang terikat batin satu sama lain. Begitu pula dengan Gevano. Ia terlalu berlebihan membenci keluarganya. Gevano sangat percaya dengan pengurus panti yang memberitahu jika ia ditemukan di tempat sampah, telah dibuang dan tak diinginkan.

Selang beberapa lama setelah lengang berkepanjangan, dua anak kembar itu tiba-tiba tertawa bersamaan. Tuhan menyatukan mereka kembali sejak dahulu, sejak Laksana pindah ke Bandung dan Gevano memutuskan keluar dari panti asuhan. Dua kejadian penting itu terjadi dalam waktu yang bersamaan.

"Tenang aja, aku nggak akan mukul wajah Abin, kok," ucap Gevano sesaat setelah menghentikan tawanya.

Laksana mendengus kasar . "Kalau berani mukul, aku juga nggak akan tinggal diam. Akan aku buat matamu yang satunya diganti pakai mata palsu juga!" Laksana mengepalkan sebelah tangannya, lalu berpura-pura akan meninju mata kiri Gevano.

Detention : Perjuangan Mencari Sang PemberaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang