happy reading!
love,
12
Meski menyenangkan melakukan perjalanan jauh yang sempat membuatnya muntah beberapa jam setelah kereta kuda mulai berjalan, tetapi Asia lelah berada di dalam kereta kuda di mana mereka saling berhimpitan. Memang ada banyak kereta kuda menuju ibu kota, tetapi karena festival penyambutan Kaisar Ares, Duke Sylvester, para Kesatria, dan prajurit-prajurit yang ikut dalam peperangan menaklukan Kerajaan Hala, ada banyak rakyat dari kalangan biasa yang berangkat menuju ibu kota untuk ikut menikmati festival. Bukan hanya rakyat biasa yang pergi untuk berlibur, para pedagang jauh-jauh hari berangkat dari daerah mereka untuk memesan tempat berdagang.
Bangsawan-bangsawan dengan kereta mewah yang dikawal oleh prajurit selalu sewenang-wenang untuk berjalan lebih dulu. Kusir kuda yang hanya membawa rakyat-rakyat biasa selalu mengalah meski mereka sendiri tak diberi uang terima kasih. Status sosial menjadi kendala. Karena itu juga, kereta kuda tempat Asia, Ilayda, dan Hiya berada terlambat tiba di ibu kota.
Setiap satu hari, mereka hanya singgah beberapa kali untuk buang air atau memberi makan kuda. Mereka harus membawa makanan jadi seperti roti dan air. Sesekali kereta kuda akan singgah di sebuah wilayah dan para penumpang menyempatkan diri untuk makan lauk. Setelah itu, kereta kuda akan lanjut jalan melewati jalanan yang cukup jauh.
Setiap beberapa kilometer akan ada prajurit penjaga Kekaisaran yang akan berpatroli hanya untuk memastikan bahwa penumpang kereta kuda maupun kusir baik-baik saja.
Rakyat Kekaisaran Carlos mengatakan bahwa Kaisar Ares adalah tiran, tetapi sepertinya kaisar mereka bagus dalam kepemimpinan.
"Gerbang Ibu kota!" seru Ilayda, membuat mata semua yang sedang terkantuk di dalam sana langsung segar, termasuk Asia dan Hiya yang langsung mengintip ke samping di mana jejeran kereta kuda mengantre untuk melewati gerbang Ibu kota.
Asia tak bisa melepaskan pandangannya dari sana. Tembok besar setinggi sekitar lima puluh meter yang melindungi ibu kota itu sungguh menakjubkan. Di dalam sana pasti ada pemukiman warga yang berjejer rapi. Begitulah yang ada di bayangan Asia. Pemikiran manusia itu pada dasarnya sama. Mau itu di dimensi asli Asia maupun di dimensi ini, cara mereka membangun sebuah kota tidak ada bedanya di dimensi Asia ratusan tahun lalu ketika kerajaan sampai kekaisaran di dunia mulai meluas.
Tibalah giliran kereta kuda yang Asia naiki. Prajurit berbaju besi dengan tombak tinggi nan tajam itu berbicara pada kusir kuda. Kusir kuda memperlihatkan kartu penduduknya.
Wajah yang tertupi oleh penutup kepala besi itu menatap orang-orang di dalam kereta kuda. Hanya mata prajurit itu yang bisa Asia lihat. Pandangannya menyelisik satu per satu rakyat di dalam sana sampai Asia menjadi tegang. Tidak lucu jika Asia ketahuan sebagai imigran gelap dan langsung ditombak di tempat.
Prajurit itu menjauh dan kembali ke tempatnya, lalu mempersilakan kusir kuda untuk lewat. Asia menghela napas pelan.
"Aura prajurit itu benar menyeramkan." Ilayda menoleh pada Hiya. "Wajahmu terlalu tegang, Adikku. Jangan takut! Di balik baju besi itu, ada lelaki tampan dan gagah!"
Asia melirik Hiya yang sedang memakai tudung jubahnya seolah ingin menghindari tatapan orang-orang. Besar kemungkinan Hiya adalah putri Kerajaan Hala yang berhasil kabur. Meskipun situasi yang menggambarkan Hiya saat ini bisa juga karena Hiya tak nyaman degan keramaian. Ibu kota memang terlihat berkali-kali lipat lebih ramai dibanding wilayah Count Miller maupun Marquis Gregson.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lord is a Tyrant
FantasyAnastasia Hyacinth terjebak di dimensi lain dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menjadi penulis fiksi pertama di dunia itu, terutama di Kekaisaran Carlos. Dia bersembunyi di balik nama weivterces, kebalikan dari nama penanya di dunia aslinya...