38

1.3K 201 10
                                    

happy reading!

love,

ZheniteVirai

38

"Bawa ke meja Nona," kata seorang pelayan yang sedang menyiapkan piyama tidur di atas tempat tidur. Beberapa pelayan lainnya sedang menyiapkan air hangat di dalam kamar mandi.

Hiya mendorong troli lagi, lalu berhenti tak jauh dari meja. Dia mengangkat penutup piring, lalu mengangkat piring berisi kue tersebut, segera menaruhnya di atas meja Asia. "Silakan dinikmati, Nona...."

Asia terlihat murung. Gadis itu tak juga menatap wajahnya. Apa yang Asia lamunkan sampai tak mendengar suara Hiya?

"Nona, ini kuenya," kata Hiya, berusaha menarik perhatian Asia dengan memiringkan tubuh.

"Tolong segera keluar. Aku yang akan membawa kembali troli dan bekas piring kotor."

Perkataan pelayan di belakang Hiya membuat Hiya terdiam sebentar. Asia tak kunjung menatapnya. Lihatlah? Betapa tersiksanya Asia berada di genggaman Kaisar Ares sehingga terlihat melamun begitu. Hiya akan menyelamatkannya dari si kejam itu dengan cara apa pun.

"Baik, permisi." Hiya menunduk pelan, lalu melangkah pergi. Dia sengaja terjatuh, lalu meringis kesakitan, membuat Asia akhirnya menoleh padanya.

"Ah, kau!" Seorang pelayan mendatanginya dengan buru-buru.

"Kau tak apa-apa?" Asia turun dari kursi dan membantu Hiya berdiri. Sahabatnya itu belum menyadarinya karena rambut yang berbeda.

"Nona, biar saya yang membantunya." Pelayan yang datang segera memegang Hiya. "Kau harus selalu berhati-hati. Apalagi saat berada di sekitar calon permaisuri," bisik pelayan itu.

Hiya menatap Asia, lalu mengedipkan kedua matanya sebanyak dua kali. Asia terdiam cukup lama saat memandangnya, lalu gadis itu memegang pergelangan tangan Hiya, menariknya ke sofa, membuat pelayan yang sempat memegang Hiya terlihat bingung dalam bertindak.

"Sini. Beristirahatlah dulu." Asia mendudukkan Hiya ke sofa, lalu mengambil piringnya dari meja kecil. Dia membawanya ke meja pendek dan lebar depan sofa tersebut. Beberapa pelayan menatap Hiya dengan sorot megusir. Asia segera berujar. "Biarkan dia beristirahat sebentar. Ini kesalahanku karena kakiku tak sengaja berada di dekatnya saat dia mulai melangkah."

"Tetapi, Nona...."

Asia mengangkat tangannya sambil tersenyum hangat pada pelayan itu. "Tak apa-apa. Sebagai seseorang yang akan menjadi permaisuri, aku tidak bisa menganggap sepele hal seperti ini. Aku akan memakan camilan. Lanjutkaan pekerjaan kalian."

Mereka akhirnya melakukan aktivitas masing-masing meski beberapa di antara mereka masih sempat mengawasi Hiya dari jauh.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" bisik Asia dengan suara tertahan ketika menunduk untuk mengangkat piring kue.

"Aku datang untuk menolongmu," balas Hiya sama berbisiknya. Dia pura-pura menunduk untuk memijit pergelangan kakinya.

"Tadinya aku tak ingin kau terlibat." Asia melirik pelayan-pelayan yang akhirnya mulai fokus dengan kesibukan masing-masing. "Tetapi sepertinya aku akan melibatkanmu kali ini. Aku meminta bantuanmu. Kau sudah melihatnya, kan? Sulit sekali untuk kabur."

"Aku akan mendengarkannya!" seru Hiya dengan berbisik, antusias. "Aku akan menolongmu dengan cara apa pun."

"Masuki pasar gelap," bisik Asia. "Carilah pedagang dengan topeng serigala. Tanyakan mengenai media kontrak budak atau sejenisnya. Jika kau berhasil mendapatkannya, bawa barang itu padaku. Kontrak budak adalah cara terakhirku lolos dari maut. Lokasi pasar gelap ada di sebuah lorong buntu yang ada di Ibu Kota, di samping penginapan yang pernah kita sewa saat pertama kali ke sini."

My Lord is a TyrantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang