BAB 17 : keluar.

4 1 0
                                    

Hari sudah akan malam, tapi Nathan masih setia berada di ruang guru, menghadap pembina Basket untuk berdiskusi tentang turnamen beberapa hari lagi. Di tempat nya, nathan membuang nafas sejenak, kemudian menghirup udara kecil yang berada di ruangan guru ini. Cahaya senja sudah terlihat menyorot ke sela sela jendela. Membawa kesan sunyi yang begitu tenang. Sudah hampir lima belas menit, nathan diam di tinggal oleh pembina team basket yang izin dulu. Ngomong ngomong soal perjodohan itu, nathan sangat setuju. Tapi cowok itu kurang suka dengan rencana tunangan yang jaraknya  terlalu dekat. Mereka memang sudah kelas 12 tapi mereka belum pantas untuk benar benar terikat dalam hubungan serius itu. Nathan bahagia tentu, tapi cowok itu pun sedikit kecewa.

Satu menit berlalu, pintu ruang guru terbuka, nathan menoleh ke belakang. Tepat di sana, bumi ada muncul di belakang punggung Pak Rindwa, selaku pembina Team basket mereka. Kerutan di halus Nathan tidak kunjung hilang, ia cukup kaget dengan ke dagangan Bumi ke sini.

Bumi masih menunduk, enggan menoleh ke arah dimana Nathan duduk, rasa sakit dan rasa bersalah masih menyelinap masuk ke dalam hatinya. Dan hari ini, mungkin sedikit terlalu cepat, tapi Bumi paham jika Nathan sangat membenci pengkhianat.

"Nathan, kamu siap siap saja untuk hari rabu. Untuk latihannya, jangan terlalu keseringan, bapak takut kalian sakit karena terlalu extra latihan. Nanti bapak kasih jadwal buat latihan nya, maaf ya, bapak baru sembuh baru bisa pegang semuanya,"

Nathan mengangguk paham, pak rindwan memang sudah lama sekali di rawat di rumah sakit.

"Dan untuk Bumi,"

Ekor mata Nathan melirik ke arah Bumi, yang duduk di kursi yang berada di samping nya. Tidak ada hujan tidak ada badai, emosi Nathan kembali naik. Urat urat di lehernya terlihat bermunculan. Bayangan tadi siang di lapangan kembali tertayang di otaknya.

"Saya keluar pak, terimakasih atas bimbingan nya selama ini, dan maaf apa bila saya ada punya salah,"

Tawa kecil terdengar di sengaja itu terdengar. Pak Rindwa menoleh ke tempat duduk Nathan, di tempat nya Nathan hanya diam sambil tersenyum kaku.

"Kamu udah bilang, sama Nathan?" tanya Pak Rindwa. Langsung di angguki oleh Bumi.

"Baiklah, kamu keluar hari ini, makasih untuk dua tahunya, semoga kamu bisa mencapai apa cita cita kamu," jelas Pak Rindwa.

Bumi mengangguk cepat. Hening mulai menyelimuti ruangan itu sampai beberapa menit kemudian mereka keluar untuk pulang.

"Lo beneran lakuin itu?" tanya Nathan.

Bumi tersenyum kecil. "Kenapa? Bukanya lo yang mau, semangat Nath, semoga kalian menang."

Nathan menatap punggung Bumi yang pergi menjauh dari hadapan Nathan. Di sini, Nathan terdiam, ia merasa gagal menjadi ketua yang bisa mempertahankan Team nya.

"Team kita tanpa Bumi, ibarat burung yang kehilangan satu sayapnya,"

Nathan menghela nafasnya dalam dalam, ia menengadahkan pandanganya ke atas guna menahan air matanya untuk tidak menetes. Rasanya seberat ini ya, melihat secara langsung anggota sendiri keluar. Bumi tidak salah, tapi entah kenapa saat itu Nathan terbawa emosi.

✰✰✰

"QUEENZHA!"

Sebuah handuk berukuran kecil itu melayang ke wajah Nathan, yang tiba tiba muncul dari arah balkon kamar Queenzha. Cowok itu malam ini memang sengaja mampir ke rumah Queenzha lewat belakang. Dia ingin berbicara sepuasnya dengan kekasih tercintanya itu.

"Sakit woy," kata Nathan, naik ke perbatasan Balkon, lalu berjalan santai ke arah tempat duduk.

Di sana Queenzha terdiam tidak terusik, ekor matanya melihat ke arah Nathan duduk santai di kursi, bahkan dengan tidak sopan ya, Nathan mencicipi teh hangat yang belum Queenzha rasakan.

"Gak sopan Nathan!" tegur Queenzha dingin.

Nathan terkekeh, cowok itu kini menoleh ke arah Queenzha, memperhatikan setiap pahatan sempurna dari paras rupawan Cewek itu. Nathan tidak akan pernah bosan melihat nya, tidak akan pernah bosan memandangi tatapan tajam nan teduh itu. Sampai kapan pun Nathan tidak akan bosan.

"Udah, terpesona sama kecantikan gue?" tanya Queenzha. Sadar jika sedang di perhatian oleh Nathan.

"Belum, belum selesai terpesona nya, jadi gue bakal liatin terus," kata Nathan sengaja.

Queenzha memutarkan matanya malas. "Kenapa kesini?"

"Kangen sama lo, sama siapa lagi?"

Queenzha berdiri dari tempat duduknya, sedangkan Nathan menatapnya dengan kedua tangan yang menangkup ke dagu. Tersenyum lebar seperti menggoda. Sedangkan Queenzha menatapnya begitu dingin.

"Lo setuju?" tanya Queenzha dingin.

"Ya, tapi soal tunangannya, kita perlu bicara lagi," balas Nathan.

"Queenzha, apapun yang terjadi tolong bilang sama gue."

Queenzha mengangguk, tidak ada dorongan apapun. Leher cewek itu tiba tiba ingin mengangguk sedetik kemudian ia tersenyum kecil.

NATHANISKHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang